antibodi alami dari infeksi covid lebih kuat dari vaksinasi
dua tabun pandemi antibodi alami dari infeksi covid lebih kuat dari vaksinasi

Dua Tahun Pandemi, Peneliti Akui Antibodi Alami Dari Infeksi COVID-19 Lebih Kuat Daripada Vaksinasi

Hari ini tepat dua tahun pandemi COVID-19 berkecamuk di dunia sejak diumumkan WHO. Temuan baru terkait virus SARS-CoV-2 terus terjadi, termasuk pengakuan para ahli tentang kadar antibodi alami yang diperoleh dari infeksi. 

Riset dari Oregon Health & Science University (OHSU), AS (dipublikasikan 25 Januari lalu) menjelaskan bila antibodi yang didapatkan dari infeksi COVID-19 alamiah lebih kuat – setidaknya 10 kali lipat - dan lebih melimpah, dibandingkan imunitas yang diperoleh dari vaksinasi. 

Ini didasarkan laporan CDC (Centers for Disease Control) sebelum varian Delta mendominasi pada Juni 2021, tingkat kasus lebih tinggi di antara mereka yang selamat dari infeksi sebelumnya, daripada di antara mereka yang divaksinasi saja. Namun pada awal Oktober 2021, mereka yang sebelumnya terinfeksi memiliki tingkat kasus yang lebih rendah daripada mereka yang divaksinasi saja. 

Ada semakin banyak bukti bahwa antibodi alami (dari infeksi) memberikan perlindungan yang kuat dengan sendirinya. Kekebalan alami terbukti lebih tahan lama dan lebih efektif melindungi dari infeksi ulang dan penyakit parah. 

Penelitian di Jenewa, Swiss, terhadap kasus infeksi gelombang pertama menunjukkan tingkat infeksi 15,5% pada individu seronegatif, dibandingkan dengan hanya 1% pada seropositif, memberikan perlindungan keseluruhan yang disebabkan oleh infeksi 94%. Studi ini diterbitkan di jurnal Clinical Infectious Disease

Infeksi alami juga memberikan perlindungan terhadap varian yang berbeda. Dalam studi yang melibatkan hampir sebanyak 22.000 orang di Qatar – diterbitkan di New England Journal of Medicine – menunjukkan bahwa infeksi sebelumnya “kuat” – sekitar 90% - untuk mencegah infeksi ulang oleh varian Alfa, Beta atau Delta. Dan sekitar 60% untuk melawan Omicron.

Tidak satu pun dari infeksi ulang berkembang berkembang menjadi kondisi kritis atau fatal. Efektivitas terhadap COVID-19 parah, kritis atau fatal diperkirakan 69,4% untuk Alfa, 88,0% pada varian Beta, 100% di Delta dan 87,8% terhadap Omicron. 

Membandingkan dengan vaksinasi

Peneliti melihat perlindungan yang diperoleh dari vaksinasi memudar lebih cepat, terutama setelah munculnya varian Delta. 

Perlindungan yang semula dihitung bertahan sekitar 6 bulan bekurang hanya menjadi 29% dari dua dosis vaksin Pfizer dan 59% dari dua dosis vaksin Moderna, menurut penelitian nasional besar di Swedia juga diterbitkan bulan ini di jurnal Lancet

Riset lain di Israel yang rencananya dipaparkan dalam European Congress of Clinical Microbiology & Infectious Disease, April tahun ini membandingkan antara mereka yang sudah terinfeksi sebelumnya – belum divaksin, dengan individu yang belum pernah terinfeksi menerima dua dosis vaksinasi.  

Hasilnya menunjukkan walau jumlah antibodi terhadap SAR-CoV-2 turun seiring waktu pada kedua kelompok, kinerja antibodi meningkat hanya setelah infeksi sebelumnya, bukan setelah vaksinasi. 

“Perbedaan ini dapat menjelaskan mengapa pasien yang terinfeksi sebelumnya tampak lebih terlindungi dari infeksi baru, daripada mereka yang hanya divaksinasi,” para peneliti menyimpulkan. 

Melansir Medscape, Dr. Julian Tan, virolog klinis di University of Leicester, Inggris berkombentar, “Secara umum, infeksi alami memicu respons imun yang lebih lama dan luas terhadap semua antigen virus. Jadi ini (temuan tersebut) tidak mengejutkan. Lagi pula, sistem imun kita telah berevolusi selama beberapa juta tahun untuk menangani semua jenis patogen.”

Antibodi super

Perlu dipahami bahwa kita tidak bisa mengartikan penelitan-penelitian tersebut secara mentah, apalagi mengambil kesimpulan yang salah: vaksinasi tidak perlu, apalagi sekarang Omicron hanya seperti flu biasa.

Vaksinasi – walaupun efek perlindungannya lebih pendek dibanding infeksi alami – tetap diperlukan. Fakta menyatakan infeksi berat/kritis dan kematian akibat COVID-19 (termasuk pada varian Omicron) lebih banyak terjadi pada mereka yang tidak divaksin, apalagi memiliki komorbid. 

Vaksinasi terbukti melindungi dari infeksi berat dan kritis, terutama untuk kelompok berisiko tinggi (dengan komorbid, lansia dan ibu hamil). 

Selain itu perlu dicatat, studi UHSU dipakai untuk menyimpulkan bahwa kombinasi vaksinasi dengan infeksi alami (kekebalan hibrida) memicu semacam kekebalan ‘super’, terlepas mana yang lebih dulu (infeksi alami atau vaksinasi). 

“Kami juga menemukan bahwa kekebalan hibrida dikaitkan dengan peningkatan luar biasa dalam proporsi antibodi spesifik yang juga menetralkan,” tulis peneliti dalam laporannya. 

Adanya penurunan kekebalan, baik pada mereka dengan infeksi alami atau vaksinasi ini juga lah yang menyebabkan para ahli di dunia menyarankan vaksinasi dosis ketiga (booster). Sementara di satu sisi, kita belum tahu kapan pandemi akan berakhir – walau sudah ada wacana untuk merubah status pagebluk ini menjadi endemi. Maka imunitas kita terhadap SARS-CoV-2 perlu dijaga tetap tinggi. (jie)