Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menambahkan satu lagi varian virus corona ke daftar yang mereka awasi. Varian Mu dikategorikan sebagai ‘Variant of Interest’ (VOI). Ini berarti varian Mu memiliki perbedaan genetik dengan varian lain dan menyebabkan infeksi di beberapa negara, sehingga ia berpotensi menjadi ancaman khusus bagi kesehatan masyarakat. Lantas apakah varian Mu ini lebih berbahaya dari Delta yang saat ini mendominasi?
Menurut Luke O’Neil, profesor biokimia di Trinity College Dublin, Irlandia, ada kemungkinan bahwa perubahan genetik di varian Mu membuatnya lebih mudah menular, memungkinkan menyebabkan penyakit yang lebih parah dan membuatnya lebih mampu lolos dari antibodi yang ditimbulkan vaksinasi atau infeksi varian sebelumnya.
Namun yang perlu dicatat, terang Prof. O’Neil melansir The Conversation, bila VOI bukanlah Variant of Concern (VOC), yang adalah varian yang terbukti mempunyai karakteristik tersebut, membuatnya lebih berbahaya. “Mu diawasi dengan ketat untuk melihat apakah ia harus dikategorikan sebagai VOC. Kita harap tidak,” katanya.
Lebih berbahaya dari varian Delta?
Laporan WHO juga menyatakan bahwa saat ini, tidak ada bukti varian Mu mengungguli varian Delta, dan tampaknya tidak mungkin lebih menular.
Melansir ABC123.com, Dr. George Delclos, profesor epidemiolgi di UTHealth School of Public Health,Texas (AS), mengatakan, “Buat saya, saat ini tidak begitu mengkhawatirkan seperti varian Delta, karena Delta merajalela dan kita tahu bahwa Delta lebih menular daripada varian sebelumnya.”
“Banyak mutasi akhirnya tidak berarti apa-apa, tetapi beberapa di antaranya bisa mengkhawatirkan. Jadi pada titik ini saya setuju dengan CDC (pusat pencegahan dan pengendalian penyakit pemerintah AS). Kita perlu mengawasinya.”
Salah satu faktor yang terdengar mengkhawatirkan adalah penelitian menunjukkan varian Mu mungkin resisten terhadap vaksin yang ada. Dr. Declos menjelaskan bahwa sejauh ini, sebagian besar informasi tersebut berasal dari pengujian laboratorium, bukan uji klinis pada sejumlah besar orang.
"Saya tidak menegasikan studi lab sama sekali. Maksud saya, ada beberapa temuan dalam studi lab yang memberi tahu kita bahwa kita perlu mengawasinya dan bahwa ia memiliki karakteristik tertentu dalam mutasinya yang dapat menunjukkan bahwa ia lebih tahan ke vaksin atau menghindari vaksin.”
“Itu sebabnya kita jangan meremehkannya sama sekali. Kita perlu terus memantaunya dan jika itu terjadi, maka harus dihadapi. Tapi kita tidak boleh melakukannya dengan mengorbankan perhatian kita dari varian Delta," kata Dr. Delclos.
Seberapa berbahanya varian Mu?
Mu punya mutasi yang disebut P681H, pertama dilaporkan di varian Alfa, yang membuatnya berpotensi lebih gampang menular. Namun, riset tersebut masih pracetak, berarti belum ditinjau oleh sesama ahli. “Kami belum bisa memastikan efek P681H pada perilaku virus,” tegas Prof. O’Neil.
Varian Mu juga memiliki mutasi E484K dan K417N, yang dihubungkan dengan kemampuan menghindari antibodi terhadap virus corona. Mutasi ini juga terlihat pada varian Beta, sehingga mungkin saja varian Mu berperilaku seperti Beta, yang beberapa vaksin kurang efektif melawannya.
Prof. O’Neil menambahkan, Mu juga memiliki mutasi lain – termasuk R346K dan Y144T – yang konsekuensinya tidak diketahui, oleh karena itu perlu analisis lebih lanjut.
Melansir Reuters, di awal Agustus 2021 terdapat laporan bahwa tujuh penghuni panti jompo di Belgia yang telah divaksin penuh meninggal karena infeksi varian Mu. Namun, ini adalah sekelumit ‘cuplikan’ dari perilaku Mu.
Penyebaran varian Mu di beberapa negara
Varian Mu pertama kali teridentifikasi di Kolombia pada Januari 2021, dan sejak itu kasus COVID-19 yang dipicu oleh varian ini terus menyebar.
Selain di negara asalnya, varian Mu dilaporkan terdeteksi di sebagian Amerika Selatan, AS, Inggris, Eropa dan Hong Kong. Varian ini menyumbang 0,1 persen kasus infeksi COVID-19 secara global. (jie)