Arus informasi digital yang semakin deras, menciptakan tantangan baru bagi orang tua dalam memahami kebutuhan emosional dan kesehatan anak. Banjir konten di media sosial dan kemudahan akses ke Artificial Intelligence (AI) juga mengubah cara keluarga mencari jawaban atas masalah pengasuhan anak.
Hal tersebut bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, mempermudah orang tua untuk belajar soal pengasuhan anak. Namun di sisi lain, orang tua juga harus lebih waspada, agar tidak terjebak pada informasi keliru yang bisa berdampak pada tumbuh kembang anak.
Psikolog Ayoe Soetomo, M.Psi., menyoroti perubahan pola pikir orang tua di era teknologi yang serba cepat. Ia mengungkapkan, banyak orang tua kini mengandalkan AI sebagai tempat bertanya ketika menghadapi perilaku anak atau mencari solusi cepat atas masalah emosional. Menurutnya, perubahan ini wajar, tapi tetap membutuhkan batasan.
“AI memang sudah menjadi co-partner dalam pengasuhan, tetapi kondisi setiap anak sangat spesifik dan tidak bisa diseragamkan,” ujar Ayoe, dalam diskusi seputar perenting di Tangerang Selatan, Sabtu (29/11/2015). Ia menegaskan bahwa persoalan yang melibatkan emosi mendalam, kecemasan, atau dinamika perilaku membutuhkan penanganan langsung dari profesional.
Ayoe juga menambahkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan penting bagi orang tua masa kini. Maraknya konten viral, tips instan, dan pendapat personal di media sosial sering kali tidak disertai dasar ilmiah. Orang tua harus pandah memilih dan memillah informasi, agar mudah terpengaruh arah opini publik. “Jangan menelan mentah-mentah semua informas yang diterima,” tegas Ayoe.
Bukan rahasia lagi, hoaks bertebaran di era digital ini. Orang tua harus berhati-hati karena nformasi yang tidak jelas sumbernya bisa menyesatkan, dan berdampak pada kesejahteraan anak. Menurut Ayoe, ruang edukasi yang terkurasi oleh para ahli dapat membantu orang tua memilah informasi yang benar sekaligus meningkatkan kepekaan terhadap kebutuhan emosional anak.
Tantangan serupa juga terjadi dalam bidang kesehatan. Dokter anak dr. Melia Yunita, Sp.A., mengungkapkan bahwa masalah kesehatan anak di Indonesia masih sangat kompleks. Selain isu gizi kronis dan stunting, cakupan vaksinasi yang belum merata serta rendahnya pemahaman mengenai penyakit menular masih menjadi tantangan besar, termasuk di perkotaan.
Ia menyayangkan, banyak keputusan medis yang seharusnya ditanyakan langsung ke dokter, justru dicari melalui internet atau platform AI. “Bahkan untuk takaran susu formula, ada orang tua yang bertanya ke AI dan informasinya sering kali tidak tepat,” jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa kesalahan kecil dalam mengikuti anjuran yang tidak akurat dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan anak, terutama pada usia di bawah lima tahun. “Penting bagi orang tua untuk mencari rujukan dari tenaga kesehatan yang kompeten,” tandasnya.
Orang tua tetap dapat menggunakan platform digital sebagai informasi awal, namun keputusan akhir tetap harus melibatkan dokter atau psikolog sesuai kebutuhan anak.
“Informasi medis harus bersumber dari ahli, bukan dari konten yang belum jelas kredibilitasnya,” tambahnya.
Vice President PT Global Urban Esensial, Mohamad Salahuddin mengingatkan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak. “Kami punya awareness terkait isu fatherless di mana sosok ayah sering tidak hadir di masa tumbuh kembang anak. Jadi porsi ibu dalam mengasuh anak jauh lebih besar daripada ayah. Padahal, ibu dan ayah harus menjadi satu tim,” tegasnya.
Merayakan ulang tahun ke-8, Teman Bumil melangsungkan serangkaian kegiatan. Puncaknya yaitu Family’s Day Out, merupakan program rutin dan sudah digelar untuk kedua kalinya. “Kami ingin menekankan family wellness, dan kegiatan-kegiatan bersama di luar yang menguatkan ikatan antara ayah, ibu dan anak ini bisa menjadi awal merekatkan hubungan dalam keluarga,” jelas Salahuddin.
Dalam kesempatan yang sama, diperkenalkan pula identitas baru Teman Bumil menjadi Teman Bumil & Parenting, untuk mendampingi keluarga dengan anak hingga usia 12 tahun.
Proses pengasuhan anak di tiap tahapan usia anak menghadirkan tantangan berbeda. Perubahan dunia yang serba cepat semakin meningkatkan kebutuhan orang tua akan informasi tervalidasi dan terpercaya, bukan hoaks atau sekadar sensasi. (nid)





