anak rentan alami depresi akibat belajar daring
anak alami depresi selama pandemi akibat belajar daring

Anak Rentan Depresi Akibat Belajar Daring, Kak Seto: Penting Suasana Belajar yang Gembira

Anak merupakan aset kemajuan bangsa, tetapi data menyatakan 9 dari 10 anak Indonesia mengalami kesulitan mendapatkan akses pendidikan atau nutrisi yang layak. Pandemi COVID-19 semakin memperburuk keadaan, anak rentan alami depresi dengan sitem belajar daring.

UNICEF dalam dokumen berjudul COVID-19 dan Anak-anak di Indonesia: Agenda Tindakan untuk Mengatasi Tantangan Sosial Ekonomi, menyatakan hampir 60 juta anak Indonesia tidak dapat bersekolah karena COVID-19. Di satu sisi, pembelajaran jarak jauh (daring) terasa masih menantang bagi banyak pihak.

Psikolog anak sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan 13 persen anak Indonesia mengalami depresi akibat belajar daring.

Angka tersebut diperoleh dari survei yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) terhadap lebih dari 3.200 anak SD hingga SMA, pada Juli 2020 lalu.

Data yang diambil anak-anak di 34 provinsi itu mencatat juga menunjukkan presentasi anak perempuan, dengan gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi, lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.

Gejala emosi yang paling banyak dirasakan responden adalah sedih dan mudah marah. Selain itu juga muncul dalam bentuk susah tidur, sulit makan, bosan dan malas belajar.

Data juga menunjukkan terjadi kekerasan terhadap anak, seperti dimarahi, dibandingakan dengan yang lain, dibentak, dicubit, dipukul, hingga diancam.

“Penting untuk merubah paradigma pendidikan tidak harus dengan kekerasan. Karena bunda kalau sudah cemberut, ngomel sepanjang hari, anak menjadi pusing. Rentan alami depresi,” terang pria yang akrab disapa Kak Seto ini, dalam peluncuran gerakan #AyoTunjukTangan, yang diinisiasi oleh SGM Eksplor, Senin (16/8/2021).

Ia mengingatkan agar orangtua – yang selama proses belajar daring juga berperan sebagai guru – untuk mengajar si kecil dengan ramah, bahkan dengan bersenandung jika perlu.

Belajar dengan kondisi yang menyenangkan membuat anak lebih mudah menyerap. “Orangtua perlu menerapkan S3, yaitu sangat sabar sekali. Bahkan bisa S5 yakni sangat sabar sekali selalu senyum,” katanya.  

Lupakan (sejenak) kurikulum

Perlu dipahami oleh setiap orangtua, dalam Surat Edaran Mendikbud No 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19 ditekankan belajar daring memberikan pengalaman bermakna untuk anak-anak, tanpa terbebani kurikulum.

“Istilahnya lupakanlah kurikulum pendidikan, pengalaman belajar bukan hanya dengan mengisi anak dengan rumus. Karena tiap anak itu pintar, bisa pintar menyanyi, menari, dll. Tidak semua anak harus menjadi insinyur.”

“Hargai anak-anak dalam suasana belajar. Yang penting anak dalam kondisi gembira. Kalau mereka ditekan sedemikian rupa, tentu anak rentan depresi,” imbuh Kak Seto.

Bagaimana caranya agar anak tetap berani tampil meski belajar daring?

Salah satu hal yang kerap ditakutkan orangtua selama belajar daring adalah anak mereka menjadi pasif, tidak terpacu untuk menjadi ‘berani tampil’.

Kak Seto menjelaskan penting bagi tiap orangtua untuk menumbuhkan rasa percaya diri si kecil, dengan memupuk konsep diri yang positif.

“Ini akan hancur kalau anak selalu dikritik, dikoreksi atau disalahkan. Kalau anak ditunjukkan kelebihannya, maka ia akan tahu jika dirinya berharga,” pungkasnya. (jie)