Polusi udara kerap disebut sebagai pembunuh senyap. WHO di tahun 2013 mencatat 5,5 juta kematian dini (premature death) berhubungan dengan polusi udara. Salah satunya adalah serangan jantung, lho kok bisa?
Masyarakat di kota-kota besar, khususnya yang kerap beraktivitas di luar ruangan, berisiko tinggi terpapar polusi udara. “Menurut laporan WHO tahun 2016, Jakarta adalah kota dengan kualitas udara terburuk ke empat se Asia Tenggara. Dan, Bandung adalah yang nomor lima,” papar Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), dari Divisi Paru Kerja dan Lingkungan, Departemen Pulmonologi FKUI- RS Persahabatan, Jakarta.
Polusi udara baik dari asap knalpot, asap rokok, debu, dsb., membawa dua komponen utama: gas (CO₂, H₂S, O₃, dll) dan partikel (benzene, arsenik, dll). Gas bisa bersifat asfiksia atau menimbulkan sesak napas. Misalnya karbon monoksida (CO) yang terhirup dalam jumlah banyak akan mengikat hemoglobin (Hb), yang harusnya ‘bergandengan’ dengan oksigen (O2). Membuat tubuh kekurangan oksigen.
Gas lainnya seperti nitrit dioksida dan sulfur dioksida bersifat mengiritasi saluran napas. Gejala paling ringan adalah bersin, hidung dan mata berair, tenggorokan gatal, batuk dan sesak napas.
Sementara komponen partikel dalam udara lebih berbahaya lagi. Mengandung zat-zat yang bersifat karsinogen dan iritatif. Dalam jangka pendek menyebabkan iritasi saluran napas. Kejadian ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) 25% disebabkan oleh polusi.
“Dampak jangka panjangnya lah yang berbahaya, menyebabkan kanker dan serangan jantung,” tegas dr. Agus.
Semakin kecil partikel polutan mampu menyusup sampai ke pembuluh darah. Akan merangsang reaksi peradangan (inflamasi sistemik). “Dalam jangka panjang menyebabkan reaksi penyempitan pembuluh darah atau aterosklerosis. Menyebabkan serangan jantung koroner atau stroke,” tutur dr Agus.
Kondisi ini dibarengi dengan masalah lain. Penelitian pada orang yang terpapar polusi udara tiap hari (polisi, petugas penyapu jalan, petugas jalan tol) terjadi penurunan fungsi paru 2-5 kali lebih cepat.
Normalnya setelah paru berkembang optimal di usia 20 tahunan, fungsi paru akan turun secara alamiah (proses degenerasi) sekitar 25-28 ml per tahun. Pada orang yang terpajan polutan tiap hari, penurunan fungsi paru bisa mencapai 40 ml per tahun.
“Artinya kemampuan oksigen diolah oleh paru-paru juga berkurang, dan timbulnya penyakit-penyakit seperti asma, PPOK (penyakit paru obstruktif kronis), dll,” tukas dr. Agus.
Pemakaian masker
Salah satu tindakan preventif yang efektif adalah memakai masker tiap kali beraktivitas di luar ruangan. Riset menunjukkan masker sekali pakai tidak boleh dipakai lebih dari 8 jam.
“Jika masker sudah kotor (walau belum 8 jam) segera ganti. Masker yang kotor dan lembab adalah sarang kuman,” tambah dr. Agus. Sementara untuk masker reusable (dapat dicuci) seyogyanya tidak lagi dipakai setelah 3 kali pencucian. (jie)