Kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi. Antara lain karena ibu tidak bisa memberikan ASI pada bayinya. Daun katuk terbukti bisa meningkatkan produksi ASI.
Daun katuk (Sauropus androgynus) biasanya dibuat sayur bening yang menyegarkan atau kadang dimakan mentah sebagai lalapan. Namun ternyata secara tradisional pun digunakan untuk memperlancar ASI. Tanaman ini dikenal dinamai mani cai (China), ckur manis (Malaysia) atau rau ngót (Vietnam).
Riset yang dilakukan Tonny Sadjiman, Mochammad Sja’bani, dkk., mendapati, dalam 100 g daun katuk terkandung 59 kalori, 4,8 g protein, 2 g lemak, 11 g karbohidrat, 0,1 mg vitamin B6 dan 200 mg vitamin C. Ekstrasi kimiawi mendapati tanaman ini mengandung sterol, alkaloid, flavonoid dan tanin. Senyawa kimiawi alamiah ini yang diduga mampu meningkatkan produksi ASI.
Pengujian dilanjutkan terhadap 96 ibu berusia 15-35 tahun, yang melahirkan dan menyusui bayinya di 3 rumah sakit bersalin di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Mereka dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama mendapat ekstrak daun katuk, vitamin dan mineral. Kelompok pembanding diberi plasebo (obat kosong; tidak memiliki zat aktif), vitamin dan mineral. Ekstrak daun katuk diberikan dalam bentuk tablet 300 mg, 3 x 1 tablet/hari, selama 15 hari.
Pada hari ke 18 atau 19 dilakukan pengukuran pada bayi, meliputi berat badan bayi sebelum dan sesudah menyusu selam 24 jam (untuk menghitung volume ASI). Juga pengambilan sampel ASI untuk menentukan kadar protein dan lemaknya.
Hasilnya, pemberian ekstrak katuk pada ibu melahirkan dan menyusui meningkatkan produksi ASI 66,7 ml, atau 50,7% lebih banyak dibanding kelompok ibu yang tidak mendapat daun katuk (kelompok plasebo). Studi ini dimuat dalam Media Litbang Kesehatan vol. XIV, tahun 2004.
Manfaat lain daun katuk bagi kaum hawa adalah mencegah osteoporosis dan anemia defisiensi besi. Dalam 100 mg ekstrak daun katuk, terkandung kalsium sebesar 2,8% dan 2,7 mg zat besi. Selain itu daun katuk dikenal tinggi klorofil (zat hijau daun). Dalam tubuh manusia klorofil berperan dalam pembentukan sel darah merah, peremajaan sel dan keseimbangan bakteri baik dan jahat di usus. Klorofil juga mendorong proses detoksifikasi alami tubuh.
Mengonsumsi daun katuk tidak disarankan dalam jumlah banyak. Studi oleh F.W. Martin, dkk., dari the Mayaguez Institute of Tropical Agriculture, Puerto Rico, menyatakan konsumsi berlebih menyebabkan nyeri tungkai dan sakit kepala. Itu karena daun katuk mengandung papaverina, suatu alkaloid seperti terdapat pada candu (opium). Konsumsi berlebihan dapat menyebabkan efek samping seperti keracunan papaverin.
Daun katuk ada yang sudah dikemasi dalam bentuk kapsul / suplemen. Kandungannya terukur , hingga efek samping yang merugikan dapat dihindarkan. (jie)