Glaukoma adalah penyakit yang memiliki julukan menakutkan: “Si Pencuri Penglihatan”. Ia menjadi penyebab kebutaan ke-2 setelah katarak. Penyakit ini belum dapat disembuhkan.
Berbeda dengan katarak yang menyerang orang tua, glaukoma didapati disegala usia. Termasuk pada bayi yang baru lahir. Glaukoma terjadi karena tersumbatnya cairan dalam mata (humor akuos), sehingga tidak dapat mengalir ke luar lewat saluran cairan mata (trabekula). Tekanan bola mata (intraocular pressure) meningkat, melebihi ambang normal (10-21 mmHg). Akibatnya, jaringan saraf halus di retina yang mengantarkan pesan ke otak rusak.
Dapat terjadi cacat pada mata sejak bayi dilahirkan. Sudut bilik mata depan terbentuk secara tidak normal. Bisa karena trabekula tertutup membran atau tidak terbentuk. Ini disebut glaukoma kongenital. Bisa juga karena pemakaian obat tetes mata yang mengandung steroid, pada anak dengan alergi pada mata. Atau karena kecelakaan (trauma).
Anak menderita glaukoma, bila bola mata tampak membesar dengan kornea buram. “Anak jadi takut terhadap cahaya, mata susah dibuka atau tidak mau membuka mata karena sakit kena cahaya. Tapi, bola mata yang besar belum tentu glukoma,” ujar dr. Donny Istiantoro, SpM, dari Jakarta Eye Center. Bisa juga disertai kelainan pada iris atau lensa.
Angka kejadian glaukoma pada anak 1:10.000 kelahiran normal. Meningkat menjadi 1:1250-2500 pada anak hasil perkawinan keluarga dekat. Faktor genetik tidak membuat orangtua dengan glaukoma anaknya otomatis glaukoma. Tapi, jika sudah besar risiko anak terkena glaukoma sebesar 10-40%. Selebihnya, glaukoma bersifat sporadik, dapat menyerang siapa saja.
Glaukoma pada anak membutuhkan penanganan khusus, sesuai tingkat keparahannya. Pertama, dengan mengukur tekanan bola mata menggunakan tonometer. Kemudian, mengukur dimensi kornea mata, memeriksa keadaan bagian mata lain (iris, sudut mata, atau lensa). Juga pemeriksaan organ tubuh lain, seperti jantung.
Pemberian obat-obatan lokal (tetes mata) atau sistemik (diminum/disuntik) punya efek samping yang belum dapat diterima bayi. “Harus dioperasi. Bisa dengan membuka membran yang menutup, membuat jalur baru atau implantasi kornea (yang buram). Glaukoma pada anak sulit penanganannya, karena dimensi mata kecil. Perlu kerja sama dengan dokter anak, untuk pemeriksaan keseluruhan,” ujar dr. Donny.
Tingkat keberhasilan lebih tinggi, jika dilakukan pada anak usia di bawah 2 tahun. “Operasi dilakukan setelah kondisi bayi memungkinkan. Biasanya setelah anak bisa dibius, sekitar usia 2 bulan. Tingkat kesembuhan bisa 90%,” ujarnya lagi.
Deteksi dini adalah metode paling ampuh untuk mengatasi penyakit ini. Meski jarang terjadi pada anak, namun fatal bagi anak jika terlambat penanganannya. (jie)