Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan, prevalensi hepatitis B mencapai 9,4% dan sebanyak 9,28% perempuan Indonesia membawa virus tersebut di tubuhnya. Hepatitis B berjalan diam-diam tanpa gejala; 10-20 tahun kemudian baru ketahuan bahwa hati sudah rusak. Pengobatannya mahal, sulit dan hasilnya sering kali tidak memuaskan.
Sejak 1997, dilakukan program nasional vaksinasi hepatitis B pada bayi, tapi hingga kini hepatitis B masih mengancam Indonesia. Penularan utama hepatitis B pada negara endemik seperti Indonesia yakni secara vertikal, dari ibu ke bayi. “Sekitar 95% penularan terjadi saat proses persalinan akibat perlukaan, sisanya 5% saat dalam kandungan,” terang dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K), anggota Satgas Imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), Jakarta.
Ibu yang belum mendapat vakin hepatitis B disarankan untuk memeriksakan status hepatitis B sebelum persalinan. Seandainya ibu positif, maka bisa segera dilakukan pencegahan agar bayi tidak tertular: selain vaksin, bayi juga diberikan HBIG (antibodi hepatitis B), sesaat setelah lahir.
Akan lebih baik bila pencegahan dilakukan di hulu. Yakni vaksinasi pada perempuan sebelum berhubungan seksual untuk pertama kali. Menurut Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI dari FKUI/RSCM, Jakarta, hepatitis B adalah salah satu vaksin ‘wajib’ untuk perempuan usia reproduktif. “Ini untuk melindungi perempuan dari penyakit yang bisa ditularkan melalui hubungan seksual tersebut, sekaligus melindungi calon bayi,” paparnya.
Bila sudah berhubungan seksual, sebaiknya memeriksa status hepatitis B dulu, agar vaksin tidak sia-sia. Bila ditemukan positif, akan terus dimonitor apakah sudah perlu mendapat pengobatan, terutama bila ibu hamil nanti. Tidak semua hepatitis B perlu diobati, karena virusnya tidak merusak. Hati mulai rusak ketika tubuh mencoba melawan; saat inilah perlu pengobatan.
Boleh menjalani pengobatan saat hamil? “Ada penelitian yang memberi terapi saat hamil. Bukan untuk mengobati ibunya, melainkan untuk menurunkan risiko transmisi ke janin,” terang dr. Hanifah Oswari. Obat herbal seperti temulawak tidak membunuh virus, tapi bisa memperkuat sel-sel hati.
Vaksin hepatitis B diberikan dalam tiga dosis, dilakukan pada bulan ke-0, 1 dan 6. “Vaksin hepatitis B bisa diberikan saat hamil,” ucap Dr. dr. Iris. Ini termasuk vaksin mati, berasal dari partikel antigen permukaan virus yang non infeksius (tidak bersifat menginfeksi) sehingga tidak ada risiko infeksi ke janin.
Ibu hamil yang memiliki faktor risiko, sangat disarankan melakukan vaksinasi hepatitis B. Misalnya memiliki pasangan seksual lebih dari satu dalam 6 bulan terakhir; memiliki pasangan yang positif HbsAg; pengguna, mantan pengguna atau memiliki pasangan pengguna narkoba suntik; serumah dengan penderita hepatitis B. (nid)