Data Kementrian Kesehatan menunjukkan, 20% atau 1 dari 5 orang di Indonesia mengalami gangguan mental emosional. Ditengarai, lebih dari 2.000 kasus bunuh diri tercatat setiap tahunnya, dan hampir 10% remaja pernah berpikir untuk mengakhiri hidup. Namun sayangnya, layanan kesehatan mental masih cukup terbatas. Hanya 8% penderita gangguan mental emosional yang mendapatkan penanganan profesional.
Gangguan mental emosional adalah masalah yang kompleks. Mulai dari kecemasan, hingga gangguan kesehatan mental yang berat. Tak ayal, masyarakat membutuhkan akses layanan psikologis profesional yang mudah dijangkau, terutama di tingkat primer atau komunitas.
“Psikolog klinis merupakan salah satu tenaga esensial, yang wajib ada di Puskesmas,” ujar Sekretaris Jendral Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Wahyu Nhira Utami M.Psi. Hal ini diutarakannya di sela Pembukaan Kongres V – Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) di Jakarta, Jumat (21/11/2026).
Ia melanjutkan, psikolog klinis memiliki kompetensi untuk melakuan kewenangan klinis. "Mulai dari asesmen, diagnosis, intervensi, rujukan, rehabilitasi, hingga paliatif dalam ranah kesehatan jiwa," imbuhnya.

Wahyu Nhira Utami, M.Psi., Psikolog dan Annelia Sari, M.Psi, Psikolog dalam Pembukaan Kongres V – Ikatan Psikolog Klinis Indonesia di Jakarta (21/11/2025)
Layanan Kesehatan Mental di Puskesmas
Sayangnya, akses terhadap layanan kesehatan mental di Indonesia masih terbatas. Jumlah psikolog klinis baru 4.000, padahal ada lebih dari 10.000 Puskesmas di Indonesia. "Jumlah kami terbatas, tidak mungkin kami semua yang melakukan. Makanya kami juga berkolaborasi dengan dokter psikiater, perawat jiwa, dan dengan perawat komunitas, agar bisa semakin banyak menjangkau masyarakat dan meningkatkan literasi kesehatan mental," ucap Annelia Sari, M.Psi, Psikolog, Ketua IPK Wilayah DKI Jakarta sekaligus Ketua Panitia Kongres ke-V IPK Indonesia.
Layanan kesehatan mental di Puskesmas sudah semakin baik dan lengkap. Bukan hanya kasus ringan yang bisa ditangani, tapi juga kasus berat seperti gangguan kecemasan, depresi, bahkan skizofrenia. Menurut Annelia, ada 30 kasus yang harus bisa ditangani di Puskesmas. Walaupun tidak semuanya tuntas, setidaknya pertolongan awal bisa dilakukan.
“Selain itu, psikolog klinis di Puskesmas juga menjadi penolong utama untuk kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan,” tegasnya. Ia melanjutkan, bila terjadi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, ada kelompok penanganannya, dan mayoritas ditangani oleh psikolog klinis.
Kasus gangguan tumbuh kembang anak pun bisa dikonsultasikan ke Puskesmas. Termasuk di antaranya keterlambatan bicara dan spektrum autisme.
Perlunya Jenjang Pendidikan Dipersingkat
Jenjang dan waktu pendidikan yang panjang, menjadi salah satu kendala dalam menungkatkan jumlah psikolog klinis di Indonesia. Saat ini, untuk menjadi psikolog klinis, sarjana psikologi harus mengambil profesi Psikolog Umum terlebih dulu, baru mengambil Psikolog Klinis. “Panjang sekali, paling cepat 6 – 7 tahun. Kami berharap, akan ada pendidikan S1 Psikologi langsung ke profesi Psikolog Klinis,” ujar Annelia.
Ia melanjutkan, “Kalau jenjang pendidikannya bisa lebih cepat tanpa mengurangi kompetensi, kewenangan, dan keahlian, ketersediaan tenaga psikolog klinis akan makin banyak.”
Targetnya tidak muluk. “Yang penting bisa mengejar 10.000 Puskesmas dulu saja, termasuk juga akses layanannya,” tandas Annelia. Ini sesuai dengan janji dan komitmen pemerintah, yang menyatakan bahwa layanan kesehatan jiwa harus bisa diakses di berbagai tempat dan situasi.
Ia menambahkan, psikolog klinis tak hanya diperlukan di Puskesmas dan rumahsakit (RS). Panti-panti rehab sosial yang dikelola oleh Dinas Sosial atau Kementrian Sosial, Dinas P2APP (Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk), hingga program dari Kementrian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) juga membutuhkan psikolog klinis sebagai tenaga kesehatan dalam layanannya.
Masyarakat sudah lebih tebuka soal gangguan mental emosional, dan sudah lebih sadar untuk mencari pertolongan. Maka, layanan kesehatan mental yang mudah diakses, harus dperbanyak. Penambahan jumlah psikolog klinis di fasilitas kesehatan tingkat pertama, sangat diperlukan. (nid)
____________________________________________
Ilustrasi: Image by pressfoto on Freepik





