Naiknya asam lambung ke kerongkongan (GERD) bisa mengakibatkan rasa sakit dan tidak nyaman. Ini bisa membuat penderita panik. Membutuhkan terapi yang bisa dengan cepat menurunkan gejala.
GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) merupakan gangguan akibat naiknya asam lambung ke kerongkongan (esofagus). Orang kerap salah mengira GERD sebagai maag, atau bahkan serangan jantung.
Prevalensi GERD meningkat di Indonesia. Menurut studi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Journal of Clinical Gastroenterology, April 2024), prevalensi GERD pada orang dewasa Indonesia naik dari 61,8% di tahun 2019 menjadi 67,9% di tahun 202, memengaruhi hampir 7 dari 10 individu.
Perubahan pola makan ke gaya Barat, stres kronis, obesitas, dan penuaan populasi disebut sebagai faktor utama peningkatan ini.
Saat ini pengobatan lini pertama GERD menggunakan obat golongan penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor/PPI) seperti omeprazole, lansoprazole atau esomeprazole.
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab untuk memroduksi asam lambung. Dengan begitu produksi asam lambung berkurang signifikan.
Selain itu, antasida dan agonis H2, misalnya ranitidine dan famotidine juga sering digunakan. Antasida akan menetralkan asam lambung yang sudah terbentuk, sementara antagonis H2 juga bekerja menurunkan produksi asam lambung.
Menigkatnya kasus GERD mendorong munculnya obat P-CAB
Secara historis, PPI telah menjadi terapi lini pertama GERD sejak 40 tahun lalu. PPI diserap dalam bentuk tidak aktif dan hanya akan aktif dalam lingkungan asam di dalam lambung. Setelah aktif, PPI bekerja dengan menghambat tahap akhir produksi asam lambung yaitu pompa proton.
PPI tidak memberikan peredaan langsung setelah dikonsumsi. Obat ini harus diminum 30 - 60 menit sebelum makan, karena membutuhkan kondisi asam dalam lambung untuk menjadi aktif. Dibutuhkan waktu 3–5 hari penggunaan rutin agar efeknya terasa.
Dengan waktu paruh yang hanya 1–2 jam, durasi kerjanya terbatas dan seringkali tidak cukup untuk menekan produksi asam saat malam hari. Akibatnya, sebagian pasien tetap mengalami heartburn (nyeri dada seperti terbakar) pada malam hari, yang mengganggu tidur dan menurunkan kualitas hidup.
Meskipun umumnya PPI hanya diresepkan sekali sehari, banyak pasien akhirnya harus mengonsumsi dua kali sehari untuk mengendalikan gejala dengan baik. Menyebabkan ketidaknyamanan.
Mengatasi hal tersebut, para ahli menciptakan obat golongan baru yang disebut P-CAB (Potassium-Competitive Acid Blocker), misalnya vonoprazan dan fexuprazan. Berdasarkan konsensus Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia pada 2019, P-CAB direkomendasikan untuk tatalaksana GERD selain PPI.
P-CAB anyar di Indonesia
Fexuprazan adalah obat P-CAB generasi terbaru yang dirancang untuk mengatasi keterbatasan PPI. Obat ini diserap dalam bentuk aktif dan tidak membutuhkan lingkungan asam untuk bekerja, memungkinkan obat ini bekerja secara langsung setelah dikonsumsi.
Obat ini juga bisa diminum tanpa memperhatikan waktu makan, memberikan fleksibilitas dan kenyamanan lebih bagi pasien.
Memiliki paruh waktu sekitar 9 jam (terpanjang di antara P-CAB lain), fexuprazan efektif mengontrol asam lambung sepanjang malam hanya dengan satu dosis per hari. Ini menjadikannya pilihan terapi yang sangat efektif untuk pasien dengan gejala heartburn di malam hari dan gangguan tidur.
Uji klinis di Indonesia
Uji klinis di Indonesia menunjukkan bahwa efektivitas fexuprazan setara dengan esomeprazole (PPI), dengan keunggulan dalam mempercepat peredaan gejala, khususnya dalam meredakan mual.
Pasien yang menggunakan esomeprazole umumnya mengalami perbaikan gejala setelah delapan minggu, sementara kelompok fexuprazan perbaikan terjadi dalam tujuh hari.
Prof. Ari Fahrial Syam, Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia sekaligus peneliti utama studi ini, menyatakan, “Penelitian ini membuktikan bahwa fexuprazan meredakan gejala heartburn dan refluks asam lambung lebih cepat dibandingkan esomeprazole.”
“Dengan meningkatnya kasus GERD di Indonesia, fexuprazan yang efektif dalam meredakan gejala dengan dosis satu kali sehari, merupakan salah satu pilihan terapi yang inovatif,” tegasnya. (jie)
Baca juga: Obat Baru untuk Mengatasi GERD, dan Modifikasi Gaya Hidup Tetap Diperlukan