The International League Against Epilepsy (ILAE) memperkirakan, jumlah penderita epilepsi di dunia kini mencapai 60 juta jiwa. Di Indonesia, jumlah orang dengan epilepsi (ODE) diperkirakan 1,1-1,8 juta jiwa. Kejang-kejang merupakan salah satu ciri yang paling khas pada epilepsi, meski tidak selalu demikian. Pada ODE, kejang merupakan episode bangkitan, di mana pelepasan muatan listrik di otak terjadi secara kacau dan tak teratur.
Ada begitu banyak pililhan obat untuk epilepsi. Obat dipilihkan oleh dokter berdasarkan kebutuhan masing-masing pasien. “Tiap orang punya kecocokan sendiri terhadap obat. Semua tergantung dari analisis dokte serta hasil pemeriksaan fisik, lab, dan imaging,” tutur dr. Astri Budikaryanti, Sp.S(K), Ketua Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf) Jaya dalam seminar Epilepsi Awareness Day di Jakarta, Minggu (23/04/2017).
Selain obat-obatan oral (minum), ada pilihan operasi. Tidak semua pasien operasi memerlukan operasi, tapi jenis epilepsi tertentu yang tidak mempan dengan obat, bisa diatasi dengan operasi. “Yang paling bagus untuk dioperasi itu epilepsi lobus temporal,” terang dr. Astri. Pada epilepsi jenis ini, bisa terjadi kerusakan pada hipokampus, yang terkubur dalam pada lobus temporal. Melalui pemeriksaan MRI, akan terlihat lesi pada hipokampus. Operasi bertujuan untuk membuang lesi atau bagian yang rusak ini.
Manusia memiliki sepasang hipokampus, terletak di sisi kiri dan kanan otak. Hipokampus berperan dalam memori (ingatan) dan navigasi ruangan. Hipokampus adalah bagian otak yang paling sensitif terhadap perubahan aktivitas otak. Daerah yang berbentuk kuda laut ini mudah rusak akibat kekurangan oksigen, kekurangan nutrisi, dan hal lain misalnya bangkitan epilepsi. Bila bangkitan epilepsi terjadi berulang-ulang tanpa berhasil ditangani, hipokampus mulai mengeras dan menyusut.
Sebelum dilakukan operasi, terlebih dulu dilakukan pemeriksaan/tes untuk menilai apakah hipokampus masih berfungsi menyimpan memori. “Bila masih berfungsi, kita coba obati dulu dengan obat-obatan,” ujar dr. Astri. Namun bila melalui pemeriksaan tampak bahwa fungsinya sudah tidak ada, operasi bisa dilakukan. “Yang paling penting, operasi jangan sampai mengganggu fungsi otak,” imbuhnya.
Dokter yang juga mengajar di FK Universitas Indonesia ini mengingatkan, jangan takut bila melihat orang mengalami bangkitan epilepsi. “Epilepsi bukanlah penyakit menular, dan bukan pula kutukan,” tegasnya. (nid)