Istana Buckingham mengumumkan bila Raja Inggris, Charles III, didiagnosa menderita kanker. Tetapi jenis kanker yang diidap Raja Charles III tidak diungkapkan ke publik.
Diagnosa tersebut dilakukan baru-baru ini, saat Raja Charles (75 tahun) melakukan perawatan di London Clinic untuk pembesaran prostat jinak. Istana Buckingham tidak memberikan rincian lebih lanjut pada tahap ini, baik itu stadium atau prognosis kanker yang diderita Raja Charles III.
Melansir Guardian, pihak Istana Buckingham menjelaskan: “Selama intervensi untuk pembesaran prostat jinak yang dilakukan Raja di rumah sakit baru-baru ini, ada masalah terpisah yang menjadi perhatian. Tes diagnostik selanjutnya telah mengidentifikasi suatu bentuk kanker.”
Raja Charles telah memulai jadwal perawatan rutin untuk penyakit kankernya tersebut. Dan, selama waktu tersebut dokter menyarankan untuk menunda tugas-tugasnya yang berhubungan dengan publik.
Orang nomor satu di Inggris ini memilih mengumumkan pengobatan kankernya kepada publik, karena ia telah menjadi pelindung sejumlah badan amal terkait kanker ketika menjadi Pangeran Wales.
“Yang Mulia telah memilih untuk membagikan diagnosisnya untuk mencegah spekulasi dan dengan harapan dapat membantu pemahaman publik bagi semua orang di seluruh dunia yang terkena dampak kanker,” terang Istana Buckingham.
“Dalam kapasitasnya ini, Yang Mulia sering berbicara secara terbuka untuk mendukung pasien kanker, orang-orang yang mereka cintai dan para profesional kesehatan yang membantu merawat mereka.”
Dia juga mengumumkan pengobatan prostatnya kepada publik, dengan tujuan mendorong lebih banyak pria untuk melakukan pemeriksaan prostat.
Kapan harus periksa prostat?
Pemeriksaan prostat berkala sangat penting – terutama bagi kelompok berisiko tinggi - untuk mendeteksi potensi masalah, seperti pembesaran prostat jinak, prostatitis atau kanker prostat.
Berdasarkan data GLOBOCAN tahun 2020, kanker prostat merupakan penyebab kematian nomor enam tersering pada pria, dengan insiden global sebesar 30.7 per 100.000 pria dan angka kematian sebesar 7.7 per 100.000 pria.
Seperti banyak kanker lainnya, kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Deteksi dini kanker prostat akan mempercepat penanganan sehingga berdampak pada peningkatan harapan hidup yang signifikan.
Deteksi dini kanker prostat dilakukan dengan beberapa cara, seperti dengan melihat riwayat medis pasien dan juga keluarganya, melakukan pemeriksaan fisik (misalnya Digital Rectal Exam atau colok dubur) untuk menilai dan melihat ukuran prostat, konsistensi, bentuk, serta ada atau tidaknya abnormalitas bentuk prostat.
Untuk memastikan diagnosa dibutuhkan pemeriksaan laboratorium, juga dengan melakukan pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA). Ini merupakan pemeriksaan darah yang penting pada skrining kanker prostat.
Seseorang dikatakan memiliki risiko kanker prostat rendah apabila nilai PSA < 4 ng/ml. Risiko terkena kanker prostat akan meningkat seiring dengan peningkatan nilai PSA.
Prof. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, SpU(K), FICRS, PhD, dari RSCM Kencana, Jakarta, menjelaskan “Dianjurkan pemeriksaan PSA usia 50 tahun, sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga (kanker prostat) periksa PSA lebih awal yaitu 45 tahun.”
“Mereka dengan riwayat keluarga inti menderita kanker prostat berisiko dua kali lipat,” Prof. Rizal menambahkan, dalam suatu kesempatan.
Sebagai informasi, pemeriksaan PSA saat ini tidak perlu persiapan terlebih dulu, seperti puasa. Pasien dapat langsung diambil darahnya. Hasil bisa keluar dalam tiga jam.
Di dalam negeri, diketahui Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga pernah didiagnosa kanker prostat stadium awal. Saat itu (tahun 2021) kanker yang dialami SBY juga tanpa gejala, terdeteksi melalui pemeriksaan kesehatan rutin.
Setelah melakukan serangkaian terapi di Amerika Serikat, SBY dinyatakan sembuh, dan saat ini beraktivitas seperti biasa. (jie)
Baca juga: PSA Tinggi Belum Tentu Kanker Prostat, Bisa Karena 7 Hal Ini