Lebih dari 422 juta orang dewasa di dunia mengidap diabetes melitus, 40% di antaranya berkembang /mengalami komplikasi penyakit ginjal kronis (PGK).
Survei International Diabetes Foundation (IDF) tahun 2021 menjelaskan Indonesia menempati peringkat kelima dari negara-negara dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia atau sekitar 19,5 juta orang di tahun 2021, dan diperkirakan mencapai 28,6 juta orang di tahun 2045.
Penyakit ginjal kronis sendiri merupakan kondisi hilangnya fungsi ginjal secara bertahap. Pasien mulai kehilangan fungsi ginjal untuk menyaring kotoran dan kelebihan cairan dari darah, yang kemudian dibuang melalui urin.
Penyakit ginjal ini awalnya tidak bergejala, sehingga banyak orang yang tidak mengetahui bahwa mereka mengalami gangguan ginjal. Sehingga penting bagi setiap penderita diabetes untuk memantau fungsi ginjal mereka, melalui pemeriksaan rutin.
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, FINASIM, menjelaskan kadar gula darah yang tinggi dapat merusak ginjal secara perlahan, lama kelamaan ginjal tidak mampu menyaring darah sebagaimana seharusnya, berakibat terjadinya PGK.
“PGK pada diabetes tipe 2 adalah penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan dialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal, dan dapat memperpendek harapan hidup hingga 16 tahun,” lanjut Prof. Suastika, di Jakarta (15/1/2024).
Sementara itu dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH, menambahkan, “Penyebab utama progresi pada PGK pada pasien diabetes tipe 2 adalah terjadinya inflamasi (peradangan) dan fibrosis (munculnya jaringan parut) di ginjal.”
“Ketika mengalami fibrosis, artinya ada kegagalan dari respon fungsi penyembuhan dan perbaikan yang ada pada ginjal. Sehingga, progresi menuju gagal ginjal akan semakin cepat.”
Ada tiga efek gabungan yang akan memperburuk penyakit ginjal kronis: faktor metabolik, hemodinamik, serta inflamasi & fibrosis, dr. Nugroho menambahkan. “Sejauh ini, obat-obatan PGK yang sudah ada lebih menargetkan faktor hemodinamik dan metabolik. Oleh sebab itu, untuk PGK pada pasien Diabetes tipe 2 diperlukan pemeriksaan sejak dini dan pengobatan inovatif yang mampu memperlambat progresi PGK secara langsung yang menargetkan inflamasi dan fibrosis, serta penurunan albumin.”
Berdasarkan data IHME Global Burden of Disease tahun 2019, penyakit ginjal kronis masuk dalam 10 besar penyebab kematian tertinggi di Indonesia. PGK tercatat sebagai penyebab 4,6% kematian global pada tahun 2017 dan merupakan peringkat ke-12 sebagai penyebab kematian di tahun yang sama. Angka ini diprediksi akan terus meningkat dan pada tahun 2040.
Prof. Suastika lebih jauh menjelaskan, “Tanda awal penyakit ginjal pada pasien diabetes adalah peningkatan pengeluaran albumin dalam urin. Hal ini terjadi jauh sebelum tes yang biasa dilakukan oleh dokter menunjukkan bukti bahwa pasien menderita penyakit ginjal, sehingga penting bagi penderita diabetes untuk melakukan tes ini setidaknya sekali setahun”.
Pengobatan inovatif
Pedoman klinis terbaru untuk manajemen PGK dengan Diabetes tipe 2 merekomendasikan kombinasi terapi obat untuk mengurangi risiko secara optimal yaitu dengan Finerenone, sebagai salah satu pilar pengobatan utama.
Berdasarkan penelitian the American Society of Nephrology (ASN) Kidney Week 2021, terapi dengan Finerenone mampu menurunkan risiko progresi PGK pada pasien Diabetes tipe 2, serta menunjukkan penurunan kebutuhan dialisis sebesar 36%.
Dr. Dewi Muliatin Santoso, Head of Medical Dept. Pharmaceutical Division PT Bayer Indonesia menjelaskan, “Finerenone dari Bayer adalah Mineralocorticoid Receptor Antagonist (MRA) nonsteroid pertama yang disetujui BPOM untuk PGK (dengan albuminuria) yang berhubungan dengan diabetes tipe 2 pada orang dewasa.”
Finerenone bekerja dengan memblokir sekelompok protein, yang disebut reseptor mineralokortikoid. Peningkatan stimulasi reseptor mineralokortikoid diketahui memicu cedera dan peradangan pada ginjal sehingga berperan dalam progresi penyakit ginjal kronis.
Dr. Dewi menambahkan, Finerenone berfungsi menghentikan stimulasi tersebut untuk memperlambat, bahkan mencegah peradangan serta fibrosis yang bisa memperparah dan merusak ginjal.
“Data juga menunjukkan adanya penurunan albumin secara lebih cepat setelah empat bulan mendapatkan terapi menggunakan Finerenone, dan hasilnya pun berdampak jangka panjang untuk ginjal,” pungkas Dr. Dewi. (jie)