Publikasi terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Setting Priorities, Investing Wisely & Providing Care for All menyebut, satu dari enam kematian di dunia disebabkan oleh kanker. Pada 2018, kasus kanker mencapai 18,1 juta dan diperkirakan meningkat jadi 29,4 juta pada 2040. Sementara itu, tatalaksana atau perawatan kanker di Indonesia masih jauh dari ideal. Peranan perawat khusus kanker amatlah krusial untuk mendongkrak kualitas pelayanan.
“Kanker itu penyakit yang kompleks. Penyakitnya sangat beragam, sehingga sulit didiagnosis apalagi diobati. Penting bagi perawat untuk bisa mengimbangi dokter dalam merawat pasien kanker,” ungkap dr. R. Soeko W. Nindito D., MARS, Direktur Utama Pusat Kanker Nasional Dharmais, dalam dialog yang digagas oleh Roche, FIK-UI, RS Dharmais, dan HIMPONI, Rabu (6/12/2023) di Fakultas Ilmu Keperawatan UI, Depok.
Menurutnya, RS dengan layanan kanker harus memiliki standar tertentu. Tidak hanya perbaikan dari infrastruktur, tetapi juga melalui sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satunya adalah dengan menghadirkan Spesialis Keperawatan Onkologi,” imbuh dr. Soeko. Idealnya, dibutuhkan satu orang perawat spesalis onkologi untuk tiap 20 tempat tidur di RS.
Dialog multi-pihak di FIK-UI / Foto: Forum Ngobras
Peran Penting Perawat Khusus Kanker
Selama ini, ada kesenjangan pengetahuan dan kemampuan antara dokter dan perawat dalam merawat pasien kanker. Padahal, peran perawat amatlah krusial. “Perawatlah yang akan lebih banyak berhadapan dengan pasien dan keluarga pasien,” ujar Dr. Kemala Rita Wahidi, SKp., Sp.Kep.Onk., ETN., MARS., FISQua, Kepala Bidang Pendidikan & Pelatihan Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI).
Peran perawat khusus kanker dimulai sejak pasien didiagnosis kanker oleh dokter. “Di Dharmais, kami menyediakan ruang khusus bagiperawat untuk memberikan penjelasan kpada pasien terkait pengobatan yang akan dijalaninya. Misalnya kemoterapi. Perawat akan menjelaskan apa itu kemo, kenapa harus dikemo, bagaimana pemberiannya, seperti apa persiapannya,” tutur Kemala.
Tidak semua orang akan mengalami efek samping kemo seperti mual-muntah dan rambut rontok, tergantung dari jenis obatnya dan kondisi tiap orang. Efek samping kemo pun cuma sementara. “Setelah itu rambut akan tumbuh lebih lemat, nafsu makan membaik. Selama kemo, boleh tidur, makan, minum. Mispersepsi tentang kemo inilah yang harus diluruskan oleh perawat sehingga pasien tidak ketakutan duluan dan mencari pengobatan non medis,” tutur Kemala.,” tutur Kemala.
Tak sekadar memberikan edukasi, perawat khusus kanker juga berperan untuk mendukung psikologis pasien. “Ketika didiagnosis kanker, lalu mendengar rencana pengobatan, pasien merasa cemas dan takut. Kalau pengetahuan dan kompetnsi perawat kurang, bagaimana bisa menangani aspek psikologis pasien?” imbuhnya.
Perawat juga harus mampu memberikan asuhan langsung terkait pengobatan kanker. Mulai dari persiapan pengobatan, pemberian obat kmo, hingga memberikan obat atau prawatan untuk mngatasi efek samping yang ditimbulkan oleh pengobatan kanker.
Tak kalah penting yaitu merawat luka kanker. “Luka kanker itu baunya minta ampun. Dengan perawatan yang tepat, baunya bisa hilang, dan luka tidak bernyenyeh lagi. Ini akan sangat meningkatkan kualitas hidup pasien karena ia kembali percaya diri. Yang tadinya minder dan menarik diri dari lingkungan karena luka yang bau, sekarang bisa kmbali berkegiatan,” papar Kemala.
Perawat juga yang berperan dalam pemasangan kantong feses pada pasien kanker kolon yang harus menjalani pemotongan usus besar. “Perawat menggali informasi bagaimana aktivitas, pekerjaan, dan kebiasaan pasin sehari-hari. Misalnya apakah dia memakai seat belt saat bekerja. Ini penting agar kantong bisa dipasang di posisi yang tepa, karena antong ini akan dipakai seumur hidup,” lanjut Kemala.
Spesialis Perawat Onkologi
Survei HIMPONI (2020) menunjukkan bahwa 67% perawat onkologi masih berpendidikan Diploma, 31% berpendidikan Ners (sarjana), dan 2% berpendidikan Magister Keperawatan. Belum ada spesialis perawat onkologi, padahal seperti dipaparkan di atas, peranannya amat krusial.
"Rasio perawat-pasien yang tidak memadai berkontribusi pada rendahnya kualitas pelayanan pasien dan menyebabkan hasil akhir yang buruk," kata Dr.Dewi Gayatri S.Kp, Ketua Prodi Ners Spesialis Keperawatan Onkologi. Prodi spesialis perawat onkologi yang baru saja dibuka di FIK-UI, diharapkan bisa bisa menjadi mitra strategis dalam peningkatan pelayanan kanker.
Prodi ini bisa diambil oleh lulusan S1 kebidanan. Masa studi berlangsung selama 3 tahun, terdiri dari master 2 tahun dan spesialisasi 1 tahun. Sudah ada 7 orang lulusan, dari total 60 orang yang mengikuti spesialis perawat onkologi. Tahun depan, Universitas Gadjah Mada (UGM) juga akan membuka prodi yang sama. “Capaian ini menunjukkan komitmen yang kuat dari seluruh mitra kerja untuk berkontribusi dalam mengurangi beban kanker dan meningkatkan hasil penatalaksanaan kanker,” ucap dr. Ait-Allah Mejri, Presiden Direktur Roche Indonesia.
Prodi spesialis perawat kanker diinisiasi sejak 2021 lalu. Sebelumnya, telah berjalan program jangka pendek berupa pelatihan keperawatan onkologi dasar. “Roche sebagai produsen obat-obatan kanker melihat beban berat yang ditimbulkan oleh kanker, dan kebutuhan mendesak untuk perawat khusus kanker. Untuk itu kami menghubungkan berbagai pihak agar kita bisa bersama-sama membuat prodi spesialis perawat kanker,” pungkas dr. Ait-Allah. (nid)
____________________________________________
Ilustrasi: Image by Freepik