Batuk adalah salah satu gejala yang paling umum dikeluhkan oleh pasien yang datang ke pelayanan kesehatan. Salah satu studi menyebutkan bahwa batuk adalah gejala nomor satu yang dikeluhkan pasien saat ke dokter.
Banyaknya pilihan obat batuk yang tersedia, membuat dokter, pasien maupun apoteker dihadapkan kepada pemilihan obat yang beragam baik dari jenis, mekanisme kerja maupun efek yang ditimbulkan. Dalam memilih jenis obat batuk, harus berdasarkan pada evident based (bukti penelitian) dan riwayat penyakit pasien. Masih ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan antara lain efek samping dan interaksi dengan obat lain yang sedang digunakan oleh pasien.
Gambar 1. Penyebab Batuk
Ada beberapa jenis obat yang digunakan dalam terapi batuk, secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu obat batuk spesifik ( related dengan penyakit lain) dan obat batuk non spesifik /umum antara lain antitusif dan gen mukoaktif.
Gambar 2. Jenis terapi batuk
Namun pada batuk akibat penyakit tertentu pilihan obatnya berbeda. Pasien dengan batuk karena asma, misalnya, maka pemilihan terapinya adalah dengan pemberian obat asma. Demikian juga batuk karena GERD (gastroesophageal reflux disease), maka terapi yang diberikan adalah obat untuk mengatasi keluhan lambungnya, seperti proton pump inhibitor (PPI).
Sebaliknya, untuk batuk yang tidak terkait penyakit lain, maka dapat diatasi dengan pilihan obat batuk antitusif dan agen mukoaktif, tergantung dari jenis batuk yang diderita.
Agen mukoaktif
Obat batuk jenis ini adalah kelas agen kimia yang membantu pembersihan lendir dari saluran udara bagian atas dan bawah, termasuk paru paru, bronkus dan trakea.
Pada dua studi berbeda (Bruce K, et al dan Rogers DF, et al) menjelaskan, berdasarkan mekanisme kerjanya maka obat mukoaktif dapat digolongkan menjadi:
a. Mukolitik. Ini adalah obat yang bekerja dengan mengurangi kekentalan dahak sehingga diharapkan dahak tersebut menjadi lebih mudah dikeluarkan.
Pada beberapa kondisi, seperti penyakit sumbatan paru kronik dan fibrosis kistik, mukolitik dapat digunakan sebagai pengencer dahak. Namun bukti-bukti yang menunjukkan efektivitasnya sangat terbatas. Bahkan, belum ada studi valid yang menunjukkan kriteria kualitas mukolitik, baik pada anak maupun dewasa.
Walaupun bersifat mengurangi kekentalan dahak, obat ini tidak dapat memberikan perbaikan yang konsisten terhadap fungsi paru. Studi yang dilakukan terhadap pasien pneumonia anak dan dewasa juga menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang cukup mengenai manfaat mukolitik.
b. Mukoninetik. Bekerja dengan meningkatkan “kinesis” lendir secara efektif dan meningkatkan transport mucus melalui batuk.
Agen ini termasuk bronkodilator agonis adrenoseptor 2, yang meningkatkan pembersihan lendir dengan cara meningkatkan aliran udara, denyut siliaris, juga meningkatkan Cl yang menyebabkan peningkatan volume lendir sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan saat batuk.
Singkatnya, obat batuk jenis ini akan meningkatkan transportabilitas lendir melalui batuk. Yang termasuk obat golongan ini adalah Bromhexine, Ambroxol dan Ambroxol-theophylline-7-acetate.
c. Mukoregulator. Bekerja dengan menekan mekanisme yang mendasari hipersekresi lendir.
d. Ekspektoran. Bekerja dengan mengeluarkan dahak di saluran napas dan biasanya diresepkan untuk batuk berdahak di mana pasien sulit mengeluarkan dahak.
Cara kerja ekspektoran adalah dengan merangsang saraf kelenjar bronchial, sehingga sekret yang dikeluarkan menjadi lebih banyak atau meningkatkan volume dahak sehingga dahak menjadi mudah untuk dikeluarkan.
Namun selain memiliki efek mengeluarkan dahak, obat obat ekspektoran dapat memicu iritasi dan merangsang batuk sebagai upaya untuk mengeluarkan dahak. Contoh obat yang temasuk dalam golongan ini antara lain: Bromhexine, ambroxol dan kombinasi Ambroxol-theophylline 7-acetate.
Pentingnya penilaian oleh apoteker
Batuk merupakan gejala umum, namun dapat juga menjadi tanda adanya suatu penyakit serius. Apoteker harus melakukan pengkajian dan asesmen kepada pasien sebelum membantu membuat pilihan obat batuk.
Terapi batuk pasien harus didasarkan pada underlying disease pasien. Pemilihan obat batuk seyogyanya tidak hanya untuk meredakan atau menghilangkan keluhan yang muncul saja, namun lebih kepada penyebab batuk, karena tanpa mengobati sumber penyakitnya, maka batuk tidak dapat diatasi dengan baik.
Selain pemilihan obat batuk, apoteker juga harus memberikan edukasi seperti etika batuk dan prinsip penularan batuk, seperti menggunakan masker, mencuci tangan dan menghindari kontak langsung dengan faktor pemicu batuk.
Ditulis oleh: Dr. apt. Lusy Noviani, MM (Praktisi, Trainer dan Dosen FKIK Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya)