Kasus GERD (gastro-esophageal reflux disease) cenderung meningkat di Indonesia dan Asia PAsifik akhir-akhir ini. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. dr. Marcellus Simadibrata K, Sp.PD, KGEH, FACC, FASGE, FINASIM, dalam Webinar Kedokteran bertajuk Ramadan Fasting and GERD: Evidence-Based Strategies for Optimizing Treatment with “Vonoprazan First in Potassium-Competitive Acid Blocker (PCAB)” yang diselenggarakan oleh OTC Digest bekerjasama dengan PT Wellesta CPI Healthcare dan PT Takeda Indonesia, beberapa waktu lalu.
GERD tidak sepatutnya diabaikan. “GERD bisa kambuh, menjadi kronis, dan menimbulkan komplikasi berat,” tegas Prof. Marcel. GERD bisa menimbulkan batuk berkepanjangan, suara serak terutama di pagi hari, asma terutama di malam hari, gigi keropos/rusak, otitis media, bronkhitis, bahkan pneumonia. Salah satu risiko komplikasi yang paling dikhawatirkan yaitu kanker kerongkongan, akibat iritasi dan luka kronis pada kerongkongan karena paparan asam lambung dalam jangka panjang.
Prof. Marcel melanjutkan, pengobatan GERD tidak selalu mudah. “Butuh tatalaksana yang komprehensif, mungkin dengan obat-obatan baru,” imbuhnya. Obat harus mampu mengurangi regurgitasi atau naiknya asam lambung ke kerongkongan hingga ke mulut. Bila hal ini berhasil dilakukan, maka berbagai keluhan maupun komplkasi akibat GERD bisa dicegah.
Keterbatasan PPI
Obat golongan PPI (proton-pump inhibitor) telah menjadi standar pengobatan GERD sejak lama. Namun sayangnya, sebagian gejala GERD akan kambuh dengan PPI. “Bisa terjadi resistansi, dan akhirnya berkembang menjadi GERD refraktori atau kronis,” ujar Prof. Marcel.
Link Sertifikat Webinar Kedokteran 16 April 2023 (Mohon segera diunduh)
Selain itu, dosis PPI sering dirasa kurang nyaman karena harus diatur agar tidak terlalu dekat dengan waktu makan. Keterbatasan lain dari PPI yaitu mula kerja obat yang lambat (2-3 hari), dan cukup tingginya angka nocturnal acid breaktrough, di mana pH asam di dalam lambung <4 di malam hari.
Pendekakatan-pendekatan lain terus diupayakan. Misalnya saja kombinasi PPI dengan obat golongan prokinetik. Namun demikian, hasilnya masih kurang memuaskan. Terapi lain dengan edoskopi atau operasi pun tidak selalu berhasil. “Setelah operasi, tetap bisa kambuh lagi,” ujar Prof. Marcel
Harapan Baru dari Vonoprazan
Obat golongan baru P-CAB (potassium-competitive acid blocker) seperti vonoprazan, memberi harapan bagi penyandang GERD. “Vonoprazan bekerja cepat langsung di lambung. Ia menghambat pompa proton dengan cara bersaing dengan ion kalium untuk menekan sekresi asam lambung,” papar Prof. Marcel.
Salah satu keistimewaanyan, obat ini stabil dalam kondisi asam. Efek supresi asam yang ditimbulkannya tidak tergantung makanan, sehingga konsumsi obat tidak harus diperhitungkan dengan waktu makan. “Bisa dikonsumsi sebelum ataupun setelah makan,” tandas Prof. Marcel.
Penelitian oleh Sakurai Y, dkk (2015) menunjukkan bahwa vonoprazan 20 mg memberikan efek menekan asam lambung yang lebih kuat dibandingkan esomeprazole 20 mg ataupun rabeprazole 10 mg, dengan permulaan kerja yang lebih cepat.
Studi yang sama juga menemukan efek vonoprozam terhadap nocturnal acid breaktrough dibandingkan esomeprazole maupun rabeprazole. Hasilnya, tampak bahwa vonoprazan 20 mg memberikan efek supresi asam nokturnal yang lebih unggul dibandingkan esomeprazole 20 mg dan rabeprazole 20 mg.
Adapun studi oleh Ashida K, dkk (2016) menemukan bahwa pemberian vonoprazan 20 mg setiap hari selama 8 minggu menyembuhkan esofagitis erosif (EE) atau luka di kerongkongan pada 99% pasien. Dalam studi yang sama, juga disimpulkan bahwa vonoprazan 20 mg setiap hari lebih efektif daripada PPI dalam menyembuhkan EE derajat berat (C/D).
Terapi Non Farmakologi
Tatalaksana GERD tak hanya meliputi terapi farmakologi (obat) dan bedah, tapi juga non farmakologi. “Di tahap awal, terapi bisa digabungkan antara terapi farmakologi dengan non farmakologi, misalnya modifikasi gaya hidup,” ujar dr. Riki Tenggara, Sp.PD-KGEH,M.Kes.
Di fase awal, dokter bisa memberikan obat berupa PPI selama 2 minggu, dikombinasi dengan perbaikan gaya hidup. Mungkinkan P-CAB diberikan di awal? “Boleh saja, tergantung ketersediaan obat dan kemampuan dana, karena obat ini belum ditanggung oleh BPJS,” lanjut dr. Riki.
Mengatasi GERD tidak hanya mengandalkan obat, tapi juga harus dibarengi dengan perbaikan gaya hidup. Cukup banyak yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejala GERD yang bisa dilakukan. Antara lain menurunkan dan memelihara berat badan, berhenti merokok dan konsumsi alkohol, serta menghindari makanan/obat yang memicu asam lambung dan menyebabkan refluks. Makan malam, paling lambat 3 jam sebelum tidur. saat tidur, posisi kepala bisa dinaikkan 10-20 cm dari bahu, untuk mencegah asam lambung naik ke kerongkongan di malam hari. (nid)