Sebanyak 156 obat sirup dinyatakan aman dari zat pelarut tambahan. “Obat-obatan sirup itu dipastikan tidak menggunakan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol. Aman digunakan sesuai rekomendasi Badan POM, dan sesuai aturan pakai,” papar Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M. Syahril dalam siaran pers, Selasa 25 Oktober 2022.
Pelarangan obat sirup oleh pemerintah untuk sementara waktu, dimaksudkan agar tidak ada lagi anak-anak, terutama balita (di bawah usia 5 tahun), yang menjadi korban. Kuat dugaan, meninggalnya 118 anak karena gagal ginjal akut misterius, karena ada cemaran zat etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat situp.
Diketahui, ada dua perusahaan farmasi yang menggunakan zat itu dalam konsentrasi sangat tinggi. Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, kedua perusahaan farmasi itu akan diusut dan ditindaklanjuti secara pidana.
"Dua perusahaan farmasi akan kami tindak lanjuti, karena dugaan melakukan tindak pidana," ujar Penny saat diterima Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Senin kemarin. "Deputi IV Bidang Penindakan BPOM, sudah kami tugaskan masuk ke industri farmasi tersebut, bekerja sama dengan Polri, untuk melakukan penyidikan.”
Boleh diresepkan dan dijual lagi
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Surat Keputusan Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan tanggal 18 Oktober 2022 menyatakan, fasilitas kesehatan dapat meresepkan kembali 156 obat yang semula dilarang untuk sementara waktu.
Daftar 156 obat sirup tanpa zat pelarut tambahan itu, terdiri dari 133 obat yang ditelusuri dari data registrasi BPOM, 23 obat dari 102 daftar obat Kemenkes yang ditemukan di rumah pasien.
Tenaga kesehatan sudah bisa meresepkan atau memberikan obat, yang sulit diganti dengan sediaan lain, sampai diperoleh hasil pengujian dan diumumkan BPOM. "Obat yang mengandung zat aktif asam valporat, sidenafil dan kloralhidrat dapat digunakan, dengan monitoring tenaga kesehatan" ujar dr. Syahril. Apotek dan toko obat bisa kembali menjual obat bebas dan obat bebas terbatas kepada masyarakat, yang sudah dinyatakan “aman”.
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melakukan pengawasan dan mengedukasi masyarakat, terkait penggunaan obat sirup sesuai kewenangan masing-masing. Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan surat pemberitahuan, setelah ada hasil pengujian Badan POM RI atas jenis obat obatan sirup.
Tindak pidana di balik obat sirup bemasalah
Mabes Polri sudah membentuk tim khusus, untuk mengusut dugaan adanya pidana pada kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA), yang menyebabkan 118 anak meninggal dunia.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan, tim dipimpin Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigjen Pipit Rismanto. Tim Polri bekerja sama dengan Kemenkes dan BPOM.
Belum diketahui nama 2 perusahaan farmasi yang diduga telah memroduksi obat sirup, dengan kandungan konsentrasi EG dan DEG sangat tinggi melebihi ambang batas aman.
Obat sirup yang sudah boleh diresepkan kembali, di antaranya:
- Alerfed Syrup (Guardian Pharmatama)
- Amoxan (Sanbe Farma)
- Amoxicilin (Mersifarma TM)
- Azithromycin Syrup (Natura/Quantum Labs)
- Cazetin (Ifras Pharmaceutical Laboratories)
- Cefacef Syrup (Caprifarmindo Labs)
- Cefspan syrup (Kalbe Farma)
- Cetirizin (Novapharin)
- Devosix drop 15 ml (Ifras Pharmaceutical Laboratories)
- Domperidon Sirup (Afi Farma)
- Etamox syrup (Errita Pharma)
- Interzinc (Interbat)
- Nytex (Pharos)
- Omemox (Mutiara Mukti Farma)
- Rhinos Neo drop (Dexa Medica)
- Vestein (Erdostein) (Kalbe)
- Yusimox (Ifras Pharmaceutical Laboratories)
- Zinc Syrup (Afi Farma)
- Zincpro syrup (Hexpharm Jaya)
- Zibramax (Guardian Pharmatama)
- Renalyte (Pratapa Nirmala)
- Amoksisilin
- Eritromisin (sur)
Baca juga: Kematian Anak Akibat Gagal Ginjal Akut Terbanyak, Polri Menelusuri Tindak Pidana