Kanker payudara masih menempati peringkat nomor wahid kasus kanker di Indonesia maupun dunia. Menurut data dari GLOBOCAN 2020, kanker baru payudara menyumbang 16,6% (65.858) dari total kasus baru kanker yang mencapai 396.914 di Indonesia. Adapun kematian yang disebabkan oleh kanker payudara menempati urutan 2 kematian akibat kanker, setelah kanker paru.
Kenyataan ini sungguh mengenaskan karena secara umum, angka keberhasilan terapi pada kanker payudara cukup baik bila ditemukan pada stadium dini. “SADARI dan SADANIS penting sekali untuk bisa mendeteksi kanker ini secara dini,” ungkap Dr. dr. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM, FINASIM, dalam webinar yang diselenggarakan oleh OTC Digest bekerja sama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Lovepink, dan PT Yakult Indonesia Persada, Sabtu (1/10/2022).
SADARI (Periksa Payudara Sendiri) perlu dilakukan secara rutin setiap bulan, antara hari 7 – 10 setelah hari pertama menstruasi. Pada rentang waktu inilah kerja hormon pada payudara rendah, sehingga meminimalkan adanya bengkak, benjolan, dan nyeri pada payudara saat ditekan.
Gejala Kanker Payudara
Pada payudara perempuan, terdapat kelenjar dan saluran susu, otot-otot intercostal, dan lemak. “Salah satu gejala kanker payudara adalah keluar cairan dari puting susu. Ini terjadi bila kanker menyumbat saluran susu,” terang Dr. dr. Andhika.
Gejala lain yaitu perubahan warna/tekstur kulit payudara, payudara tampak kemerahan, ada permukaan yang mencekung, permukaan kulit seperti tertarik, dan ada benjolan. “Semua ini reaksi dari adanya benjolan pada payudara. Misalnya kulit yang memerah; ini terjadi karena ada reaksi peradangan,” imbuhnya.
Bila dicurigai ada kanker, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang. “Yaitu dengan USG payudara pada perempuan usia <40 tahun, dan mamografi pada usia 40 tahun ke atas. Dilanjutkan dengan biopsi untuk menegakkan diagnosis apakah benjolan itu ganas atau tidak,” papar Dr. dr. Andhika.
Dari sini, barulah dilakukan pengobatan. Pengobatan kanker payudara didasarkan pada beberapa hal. Antara lain stadium, subtipe molekular kanker (diketahui berdasarkan pemeriksaan imunohistokimia), usia dan kondisi pasien, hingga status menopause. Jadi, jangan heran bila pengobatan seorang pasien kanker payudara berbeda dengan pasien lainnya.
Dr. dr. Andhika mengingatkan, SADARI dan SADANIS adalah cara yang sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker secara dini. “Bagi para bidan, jangan bosan untuk mengajak dan kasih semangat ke para ibu untuk tidak malu dan takut mencari tahu bila menemukan benjolan di payudaranya,” tandasnya.
Peranan Bidan dalam Deteksi Dini
Hal serupa diungkapkan oleh Lili Anggraini, SST., MHKes, sebagai perwakilan dari IBI. “Sebagai garda terdepan yang mendampingi perempuan sepanjang usia, bidan memiliki akses untuk mengedukasi perempuan melakukan SADARI dan SADANIS,” ujarnya.
SADANIS adalah pemeriksaan payudara secara klinis, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Bisa dokter, bidan, ataupun perawat. Bila SADARI dilakukan setiap bulan, maka SADANIS cukup dilakukan 2 tahun sekali pada perempuan usia 20-40 tahun, dan 1 tahun sekali pada usia 40 tahun ke atas. “SADANIS juga bisa dilakukan bila perempuan menemukan benjolan ketika melakukan SADARI. Bidan harus belajar cara melakukan SADANIS dengan benar,” tegas Lili.
Efektivitas SADANIS tidak main-main. Lili menceritakan pengalamannya melakukan SADANIS bersama para bidan di Puskesmas di Jakarta Utara. “Ternyata, SADANIS oleh bidan bisa mendeteksi 14,2% kanker payudara. Ini mendekati efektivitas mamografi yang mencapai 16,2%,” papar Lili.
Ia mengingatkan, jangan remehkan benjolan sekecil apapun yang ditemukan saat melakukan SADANIS. “Segera rujuk ke dokter. Informasikan kepada para perempuan bahwa proses perjalanan kanker sangat cepat. Jangan menunda pengobatan, karena akan mengurangi kesempatan untuk sembuh,” tutur Lili.
Deteksi dini memang merupakan kunci penting dalam keberhasilan pengobatan kanker payudara. Seorang penyintas kanker payudara, Ani Noor Isfiani, SE, Ak, MM, CPEC dari Lovepink, turut berbagi kisah. Anggota Lovepink Squad ini didiagnosis kanker payudara pada Mei 2014, di usia 49 tahun.
Pernah menjalani operasi tumor payudara jinak, dokter memang selalu mewanti-wantinya untuk rajin periksa payudara. “Jadi saya biasa periksa payudara sendiri. Waktu 2014 itu benjolannya kok agak beda. Keras, dan tidak bergerak,” ujar Ani.
Ani langsung mengontak dokter onkologi yang juga sahabatnya. Setelah itu ia menjalani serangkaian pemeriksaan, dan diketahui bahwa kankernya stadium 2B, dengan reseptor hormon positif dan HER2 positif. Ani kemudian menjalani operasi lumpectomy, 30x radioterapi, dan 17x kemoterapi. “Sampai sekarang saya masih minum tamoxifen, untuk menghambat efek estrogen pada payudara,” ujar Ani.
Kisahnya ini Ani tulis dalam buku From Wheelchair to High Heels yang sangat inspiratif. Kepada para bidan dan seluruh perempuan ia berpesan, jangan lupa untuk SADARI secara rutin. “Kanker saya bisa cepat ditemukan karena saya rajin periksa,” ujarnya.
Peranan Probiotik
Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya kanker. Menariknya, kanker ternyata juga berhubungan dengan profil mikrobiota usus. Idealnya, mikrobiota usus berada dalam kondisi seimbang, di mana populasi bakteri yang bermanfaat lebih banyak daripada yang merugikan.
Nah, selain karena faktor gaya hidup, terganggunya keseimbangan mikrobiota usus, juga dapat mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh, termasuk fungsi sel NK (Natural Killer). Sel NK merupakan bagian dari sistem pertahan tubuh yang memiliki peranan sangat penting untuk membasmi sel-sel kanker. “Penelitian menemukan, mereka dengan aktivitas sel NK rendah memiliki risiko kanker yang jauh lebih tinggi,” ungkap Ni Putu Desy Aryantini, S.KM, M.AFH, Ph.D dari PT Yakult Indonesia Persada.
Salah satu cara mengembalikan keseimbangan mikrobiota usus yaitu dengan konsumsi probiotik secara rutin. Probiotik identik dengan makanan fermentasi. Betul bahwa makanan fermentasi mengandung bakteri/jamur yang bermanfaat. Namun untuk bisa disebut sebagai probiotik, banyak seleksi yang harus dilalui. Antara lain: bakteri yang digunakan dalam produk tersebut jelas dan manfaatnya telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Bakteri tersebut juga harus terbukti aman, tahan terhadap asam lambung dan garam empedu sehingga bisa mencapai usus dalam keadaan hidup, dan tidak dapat mentransfer sifat resistansi antibiotik kepada bakteri lain.
Hasil penelitian menunjukan bahwa L. casei Shirota strain yang terkandung dalam Yakult telah lulus semua seleksi tersebut. Sebagai probiotik, manfaat utama L. casei Shirota strain yaitu mengembalikan keseimbangan mikrobiota usus. Namun ternyata tak sebatas itu.
Manfaat L. casei Shirota strain untuk menurunkan risiko kanker telah dibuktikan dalam beberapa penelitan. “Misalnya dalam penelitian di Jepang, dalam studi kasus-kontrol berbasis populasi pada kanker payudara,” ujar Desy. Dalam penelitian tersebut, sebanyak 306 pasien kanker payudara dan 662 kontrol berusia 40-55 tahun dicocokkan profilnya, berdasarkan usia dan daerah tempat tinggal.
Selanjutnya, dilakukan kuisioner dan wawancara untuk menganalisis pola makan, gaya hidup, dan faktor risiko kanker payudara. “Ditemukan bahwa mereka yang mengonsumsi L. casei Shirota strain empat kali atau lebih dalam seminggu, memiliki risiko kanker payudara yang lebih rendah,” ungkap Desy.
Di dalam usus, L. casei Shirota strain tak hanya mengembalikan dan memelihara keseimbangan mikrobiota usus. “Dari studi yang telah dilakukan, L. casei Shirota strain juga ditemukan membantu mengurangi kandungan zat-zat berbahaya, merestorasi sistem imun, dan mengaktivasi sel NK,” papar Desy.
Untuk mendapatkan kebaikan L. casei Shirota strain, Yakult perlu dikonsumsi secara rutin dan kontinyu, 1-2 botol sehari. Kini telah hadir Yakult Light dengan kandungan gula dan kalori yang lebih rendah, cocok bagi mereka yang ingin mengurangi asupan gula. (nid)
Baca juga: Apa Itu Kanker Payudara HER2-Positif dan Terapi Terbarunya
_____________________________________________________________________
Ilustrasi: https://www.freepik.com/free-photo/world-breast-cancer-day-concept-healt...