Anda pernah mengalami bentol kemerahan dan gatal? Itu disebut biduran. Biduran bisa muncul di area kulit mana saja, termasuk wajah, leher, hingga seluruh tubuh. Biduran (urtikaria) adalah salah satu reaksi alergi yang paling umum dialami.
Tercatat 30-40% penduduk di dunia mengalami alergi, sementara di Indonesia diperkirakan antara 20-64% orang dengan alergi. Biduran dan rhinitis alergi (pilek alergi) merupakan gejala yang paling banyak dijumpai.
Alergi merupakan respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya. Alergi timbul karena perubahan reaksi tubuh; menjadi rentan terhadap suatu bahan di lingkungan sehari-hari.
Zat yang menimbulkan reaksi alergi disebut alergen. Masuknya alergen ke dalam tubuh memicu imun, terbentuk antibodi (IgE) pada permukaan sel mast.
Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, K-AI, Presiden PP PERLAMUNI (Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia) menjelaskan, paparan berulang alergen yang sama menyebabkan alergen berikatan dengan IgE, dan sel mast pecah mengeluarkan berbagai zat inflamasi (peradangan), seperti histamin. Muncul dalam bentuk biduran.
Tetapi perlu dicatat, tidak semua gejala biduran diakibatkan reaksi alergi. Penyebab biduran sebagai bentuk alergi antara lain makanan laut seperti udang, ikan tongkol, telur dan kacang-kacangan. Bisa juga akibat kontak langsung dengan ubur-ubur atau debu padi saat musim panen.
Biduran bukan sebagai reaksi alergi antara lain disebabkan oleh udara dingin, cahaya matahari, udara panas dan tekanan pada kulit.
Biduran akut vs kronis
Pada umumnya biduran bisa sembuh sendiri dan berlangsung dalam beberapa jam, atau hilang setelah minum obat. Namun, pada beberapa kasus, biduran dapat berlangsung dalam beberapa minggu dan terjadi berulang. Kondisi ini dapat disebut sebagai biduran kronis.
“Biduran akut bila berlangsung kurang dari 6 minggu. Seringkali penyebabnya diketahui,” kata Prof. Iris. Misalnya setelah mengonsumsi makanan laut atau ketika berada di pegunungan yang bersuhu dingin.
Sedangkan biduran kronis, lanjut Prof. Iris, berlangsung lebih dari 6 minggu, dengan 70% penderita tidak mengetahui penyebabnya. Ada yang berlangsung tiap hari – atau sebagian besar sehari dalam seminggu – dan ada yang kambuhan (rekuren) dengan gejala muncul diselingi interval beberapa hari sampai beberapa minggu.
Penanganan biduran
Sebagai informasi alergi tidak bisa disembuhkan, ia bisa muncul jika ada pencetusnya (terpicu). Sehingga tatalaksana pertama alergi – termasuk biduran – adalah menghindari faktor pencetus.
“Misalnya tahu punya alergi dingin, kalau mau bepergian ke negara lain lakukan persiapan dulu, bawa baju tebal, jangan sampai salah kostum. Atau bila alergi sinar matahari, kalau mau beraktivitas di luar ruangan pastikan memakai sunblock, pakai topi dan lengan panjang,” saran Prof. Iris.
Namun, yang lebih penting adalah pemilihan obat yang tepat sehingga penderitanya dapat meredakan gejalanya dengan lebih cepat dan kembali produktif tanpa gangguan.
Perawatan alergi mencakup obat seperti antihistamin (seperti cetirizine). Obat ini dapat digunakan saat alergi terjadi dan saat merasa gejala reaksi alergi untuk mencegah reaksi berlebihan.
“Kalau sudah cocok dengan cetirizine, Anda bisa membelinya tanpa resep. Pemakaian cetirizine selama bertahun-tahun, dua sampai tiga tahun juga tidak apa-apa. Cetirizine itu yang paling enteng,” terang Prof. Iris.
Untuk anak-anak, lanjut Prof. Iris, cetirizine dalam bentuk drop atau sirup boleh diberikan sejak usia > 6 bulan. Anak-anak berusia 12 tahun ke atas sudah boleh mengonsumsi antihistamin kapsul.
Pada biduran kronis, pemakaian obat jangka panjang dievaluasi 3 – 6 bulan. Selain menggunakan antihistamin, dokter mungkin meresepkan kortikosteroid untuk menghambat produksi zat yang menimbulkan peradangan dalam tubuh. (jie)