Belum ke Yogyakarta kalau belum makan gudeg. Gudeg adalah kuliner khas Yogya, sekaligus identitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain enak, gudeg memiliki kandungan gizi yang tinggi. Profesor Murdijati Gardjito, seorang peneliti di Pusat Kajian Makanan Tradisional (PMKT), Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada (UGM) pernah melakukan penelitian tentang gudeg. Hasilnya, "Secara keilmuan, gudeg memiliki banyak kandungan serat, yang larut maupun tidak larut, yang cukup tinggi," ujarnya di suatu kesempatan beberapa waktu lalu.
Gudeg yang berbahan dasar nangka muda, rebung, atau manggar (bunga kelapa yang masih muda) memiliki kandungan kalsium dan fosfor. Kandungan ini bermanfaat untuk membantu metabolisme tubuh, memperkuat tulang dan pembentukan energi. Dan serat pada gudeg, dapat mengikat racun serta memperbesar volume feses. Hal ini ada hubungan dengan rendahnya masyarakat Yogyakarta yang menderita kanker usus besar.
Usus besar penduduk Yogyakarta menjadi bersih, karena digelontor serat yang dikandung dalam masakan gudeg. "Serat pada gudeg dapat membersihkan usus besar. Itulah, mengapa mengapa orang Yogyakarta sangat jarang yang mengidap penyakit kanker usus besar," ujar Prof. Murdijati yang menulis buku “Gudeg, Sejarah dan Riwayatnya”.
Gudeg, menurut Prof. Murdijati, ikut menyumbang pada usia harapan hidup orang Yogyakarta. Menurut data BPS, usia harapan hidup warga Yogyakarta termasuk yang tertinggi di Indonesia. Usia harapan hidup rata-rata orang Indonesia sekitar 67 tahun. Usia harapan hidup orang Yogya 77,7 tahun. “Antara lain karena sering mengonsumsi gudeg," ujarnya.
Kandungan gizi gudeg
Informasi Kemenkes RI dan sejumlah sumber menyimpulkan, 100 gram gudeg Yogya memiliki kandungan: 160 kkal (kilokalori), 3,3 gram protein, 9,2 gram lemak, 16 gram karbohidrat, 62 miligram kalsium, 55 miligram fosfor dan 12,8 miligram zat besi. Gudeg juga mengandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,15 miligram dan vitamin C 0 miligram. Kandungabn protein dan lemak sepertinya ada pada daging ayam dan telur, yang disertakan pada gudeg.
Sejarah gudeg
Ada beberapa versi mengenai gudeg. Satu versi menyebutkan, gudeg mulai dikenal di masa penjajahan Inggris tahun 1812. Seorang perempuan Yogya menyiapkan hidangan berbahan nangka muda. Saat sang majikan (atau suaminya) pulang, ia menyantapnya dengan lahap. “It is good, dek!” dia memuji.
Versi lain, gudeg dibuat tak sengaja oleh prajurit keraton yang bertugas memasak gori (nangka muda) diberi santan. Karena mengerjakan tugas lain, masakan gorinya ditinggal beberapa jam. Ternyata, masakan terasa enak dan dinamai gudeg.
Versi lain lagi, seorang istri prajurit keraton Yogya bernama Sri Simatri menemukan resep gudeg tahun 1557. Entah, apakah ini ada hubungan dengan kisah prajurit Mataram yang pada abad ke-16 merambah hutan, melihat pohon nangka berbuah lebat dan. Juga dijumpai banyak pohon kelapa. Perpaduan nangka muda dan santan kelapa, lahirlah gudeg.
Kini, gudeg sudah menjadi ikon kuliner Yogya. Di Wijilan, Yogyakarta, sepanjang jalan berderet rumah makan gudeg. Ada gudeg kendil yang dikemas rapi untuk oleh-oleh. Selain tambahan krecek, gudeg dikombinasi dengan telur, tahu tempe bacem, ayam kampung dan lain-lain. (sur)