Keluhan alergi kerap dirasakan oleh Ririn Ekawati. Ketika terpapar debu cuaca dingin dan seafood yang tidak segar, muncullah keluhan bersin-bersin, pilek, dan mata merah. “Alergi membuat suasana kerja jadi gak nyaman,” ujarnya. Aktris, pembawa acara, dan model berdarah Bugis ini sangat menginginkan pengobatan alergi yang efektif tapi tidak menimbulkan kantuk.
Ririn bercerita, alerginya lebih mudah kambuh saat capek dan tidak fit. Sementara itu, aktivitasnya banyak di luar ruangan, yang pastinya lebih menguras energi. Belum lagi kondisi di luar yang mungkin saja banyak alergen dan memicu alergi, “Jadi cemas alergi kambuh saat shooting.”
Menurut Prof. Dr. apt. Zullies Ikawati, dari sekian banyak jenis alergi, rhinitis (pilek) alergi dan gatal alergi adalah dua jenis alergi yang paling banyak dialami oleh orang Indonesia. “Prevalensi pilek alergi 53% di Indonesia. Kalau gatal alergi atau urtikaria, sebanyak 15-25% orang pernah mengalaminya selama hidupnya,” terang Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, dalam diskusi media bersama Bayer, beberapa waktu lalu.
Alergi sebenarnya merupakan reaksi hipersensitivitas pada sistem imun. Alergen (zat pemicu alergi) yang sebenarnya tidak berbahaya, dianggap sebagai hal yang membahayakan oleh sistem imun. Diproduksilah antibodi IgE, yang kemudian menempel pada sel mast, sehingga sel mast pecah dan mengeluarkan berbagai zat. Salah satunya histamin, yang akan memunculkan reaksi alergi. Inilah mengapa orang dengan alergi akan mengalami kekambuhan begitu terkena paparan alergen.
Dampak Alergi
Rhinitis alergi paling sering dipicu oleh tungau debu rumah. Bisa pula karena bulu binatang, dan serbuk sari. Orang yang alergi terhadap allergen tersebut bisa bersin-bersin; hidung tersumbat, meler, gatal; telinga gatal hingga berdengung, dan tenggorokan gatal. Alhasil, harus hati-hati saat membersihkan rumah atau berada di tempat yang banyak bulu binatang/serbuk sari.
“Ini sangat membatasi aktivitas. Tidur pun bisa terganggu bila alergi kambuh di malam hari,” ujar Prof. Zullies. Bila alergi kambuh di siang hari, tentu akan mengganggu kegiatan sehari-hari.
Bagaimana dampak urtikaria? “Kulit gatal, kemerahan, bentol-bentol, dan terasa panas,” lanjut Prof. Zullies. Rhinitis alergi dan urtikaria memang tidak mematikan, tapi sangat menurunkan kualitas hidup karena aktivitas dan produktivitas jadi terganggu. Apalagi, rhinitis alergi paling banyak dialami oleh usia produktif.
Pengobatan Alergi tanpa Kantuk
Telah disebutkan bahwa reaksi alergi muncul akibat histamin. “Sehingga, obat yang diperlukan adalah antihistamin, yang memblok atau menghambat histamin bekerja pada reseptornya,” jelas Prof. Zullies. Inilah inti dari pengobatan alergi.
Ada banyak macam antihistamin. Secara umum ada generasi 1 dan 2. “Antihistamin generasi 1 bikin ngantuk, karena masuk ke sistem saraf pusat. Contohnya CTM, dan banyak dijumpai dalam obat flu,” tutur Prof. Zullies.
Obat alergi yang menimbulkan kantuk tentu akan mengganggu aktivitas di siang hari. Padahal, kita ingin terbebas dari alergi agar bisa kembali produktif. Akhirnya diciptakanlah antihistamin generasi 2 yang tidak membuat ngantuk, misalnya loratidine.
Swamedikasi Pengobatan Alergi
Alergi bersifat kronis. “Artinya, akan ada terus karena ada abnormalitas pada sistem imun. Untuk itu, kita harus bisa mencoba untuk mengatasinya sendiri,” tegas Prof. Zullies. Hal ini disebut sebagai swamedikasi; yaitu upaya pengobatan secara mandiri untuk mengobati penyakit atau gejalanya, tanpa terlebih dulu konsultasi ke dokter.
Pengobatan alergi secara swamedikasi menjadi krusial, karena alergi bisa kambuh kapan saja ketika kita terpapar alergen. Apalagi, belum tentu kita bisa langsung ke dokter untuk mendapatkan resep obat antialergi.
Dulu, obat alergi digolongkan sebagai obat keras, sehingga untuk membelinya harus dengan resep dokter. Menariknya, sekarang bisa dibeli tanpa resep. “BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan menetapkan loratidine menjadi golongan obat bebas terbatas. Ini merupakan upaya pemerintah untuk mendukung upaya swamedikasi penyakit alergi,” papar Prof. Zullies.
Untuk membeli loratidine di apotek, perlu menjelaskan dulu keluhan alergi yang dirasakan kepada apoteker yang bertugas. “Ini untuk memastikan bahwa gejalanya memang mengarah ke alergi. Apoteker juga akan menanyakan riwayat alergi di keluarga. Setelah itu, apoteker bisa menawarkan obat-obat antialergi yang bisa dibeli tanpa resep,” imbuh Prof. Zullies. Kita juga bisa meminta kepada apoteker jenis antihistamin yang kita inginkan, misalnya yang tidak membuat ngantuk agar tetap aktivitas di siang hari tidak terganggu.
Prof. Zullies mengingatkan, bila baru pertama kali mengalami keluhan seperti alergi, sebaiknya berkonsultasi dulu ke dokter, sehingga bisa dipastikan bahwa keluhan yang dirasakan memang alergi. “Juga kalau keluhan alergi agak berat, atau sering kambuh,” tambahnya. Untuk selanjutnya, dan bila gejala ringan, bisa langsung membeli antihistamin bebas terbatas di apotek.
Ririn Ekawati sangat gembira dengan pengobatan alergi tanpa kantuk. Ia memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan dengan antihistamin yang bikin ngantuk. Saat itu Ririn shooting di area gunung yang menghasilkan lava dan debu. Debu dari sisa-sisa lava membuatnya bersin-bersin, mata merah, dan kulit merah. Aku minum obat tapi jadi ngantuk, dan akhirnya tidur dulu. Kerja jadi tidak optimal. Perlu banget obat alergi antingantuk supaya kerjaanku gak terganggu,” tuturnya.
Lain waktu, ia tertidur selama perjalanan sehingga kehilangan momen berharga. “Waktu itu dari Banyuwangi ke Bali, sepanjang perjalanan itu pemandangannya cantik banget. Tapi karena minum obat alergi, aku ngantuk dan tidur. Akhirnya melewatkan pemandangan itu,” sesalnya.
Ririn juga mengapresiasi langkah pemerintah mendukung pengobatan alergi secara swamedikasi. “Pekerjaanku sekarang banyak traveling, agak sulit kalau harus ke dokter dulu untuk mendapat resep. Dengan swamedikasi, aku jadi lebih bebas beraktivitas,” pungkasnya. (nid)
____________________________________________