Hubungan antara polusi udara dan penyakit autoimun semakin jelas, demikian kesimpulan dari penelitian yang melibatkan lebih dari 6 juta orang di Kanada.
Dipimpin Naizhuo Zhao, peneliti kesehatan publik dari McGill University, riset menemukan paparan polusi udara jangka panjang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit lupus, sindrom Sjogren, scleroderma dan penyakit autoimun lain.
Penyakit autoimun tersebut masing-masing diperkirakan diderita oleh 1 per 10.000 orang. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penyakit autoimun meningkat di seluruh dunia, dengan sekitar 80 kondisi autoimun mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak perhatian terkait pengaruh lingkungan dalam perkembangan penyakit autoimun. Misalnya, riset sebelumnya menyebutkan bila paparan polusi udara memicu flare-up (kekambuhan) radang sendi rheumatoid arthritis (RA), dan berkotribusi pada penyakit multiple sclerosis.
Pada penyakit autoimun, sistem imun tubuh menjadi ‘bingung’ dan sel-sel kekebalan itu menyerang sel-sel di seluruh tubuh, bisa di kulit, usus, organ dalam, sel saraf, sendi atau jaringan ikat.
Bagaimana polusi udara nimbrung dan mengganggu sistem tubuh (selain mengiritasi paru) belum diketahui sepenuhnya. Tetapi diperkirakan polusi udara dari waktu ke waktu memicu peradangan sistemik di seluruh tubuh, yang bisa memicu penyakit autoimun, atau memperburuk kondisi sebelumnya.
Penelitian Naizhuo Zhao dan tim (diterbitkan di Arthritis Research & Therapy) menganalisa catatan medis lebih dari 6 juta orang usia 18 tahun ke atas yang tinggal di Kota Quebec (Kanada), separuh dari mereka adalah wanita.
Menyimpulkan ada berhubungan positif antara paparan polusi udara di lingkungan mereka dengan timbulnya penyakit autoimun, khususnya polusi udara dengan partikel halus <2,5 mikrometer (disebut PM2.5), yang sebelumnya dikaitkan dengan penyakit jantung dan paru-paru kronis.
Orang-orang dalam riset tersebut memiliki catatan kesehatan setidaknya selama empat tahun (rata-rata 10 tahun). Selama waktu itu, sekitar 32.000 orang didiagnosis dengan penyakit autoimun sistemik.
Peneliti sudah menyesuaikan hasil riset dengan faktor usia, jenis kelamin, hingga status sosial-ekonomi. Mengurangi kebiasaan merokok tampak tidak berpengaruh pada hasil riset.
Walau peningkatan risiko penyakit autoimun hanya sedikit, yang mengkhawatirkan peneliti adalah Kota Quebec umumnya memiliki tingkat polusi udara jauh di bawah standar kualitas udara yang berbahaya.
Dengan kata lain, bahwa tingkat polusi udara yang rendah tampaknya tetap berbahaya bagi kesehatan.
Tetap diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami interaksi antara berbagai bentuk polusi udara, terutama ozon, polutan berbahaya dan penyakit autoimun, tulis peneliti dalam ulasannya.
Tidak ada hubungan jelas yang ditemukan antara paparan ozon dan terjadinya penyakit autoimun dalam riset ini.
Tetapi mengingat polusi udara menyelimuti seluruh kota, mengetahui adanya hubungan antara polusi udara dan penyakit autoimun bisa memberi manfaat kesehatan yang besar. Kematian dini akibat penyakit autoimun bisa dicegah dengan merubah sistem transportasi dan industri berat untuk mengurangi polusi udara.
Memicu penyakit kronis
Tidak hanya sebabkan penyakit autoimun, riset lain yang diterbitkan di PLOS Global Public Health menunjukkan bila kualitas udara yang buruk meningkatkan risiko dua atau lebih penyakit kronis.
Analisa dilakukan dengan membandingkan data dari sekitar 19.000 orang dewasa selama 4 tahun, dan data satelit tentang tingkat PM2.5 di 125 kota di China dalam 15 tahun. Terlihat bahwa di antara mereka yang berusia >45 tahun, paparan yang lebih tinggi terhadap PM2.5 dikaitkan dengan risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis hipertensi dan penyakit paru-paru.
Penduduk yang lebih tua cenderung lebih rentan terhadap faktor risiko lingkungan, daripada yang lebih muda. Tetapi berapa pun usia Anda, ini adalah risiko kesehatan yang bisa kita cegah, yakni dengan menjaga kualitas udara di lingkungan kita. (jie)