Ada sebagian orang tidak bisa buang air besar (BAB) bila tidak di tempat yang sudah biasa, misalnya di rumah. Ini membuatnya kerap kali menahan BAB yang bisa muncul sewaktu-waktu. Padahal kebiasaan menahan BAB bisa berisiko menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius.
Kebiasaan menahan BAB atau menunda waktu transit usus dikaitkan dengan risiko penyakit yang lebih berbahaya, seperti wasir, diverticulosis (benjolan kecil di lapisan usus yang menonjol melalui dinding usus) hingga kanker usus.
“Itu mengapa ‘aturan emas’ gastroenterologi adalah selalu mengindahkan panggilan untuk BAB saat dorongan itu muncul,” kata Martin Veysey, profesor di University of Newcastle, Australia.
Makan memicu dorongan BAB
Di awal abad ke-20, ahli fisiologi mengatakan bila untuk merangsang pergerakan usus adalah dengan makan, mereka menyebutnya sebagai refleks gastro-kolik. Ini paling efektif terjadi setelah puasa (fasting), dan dengan demikian juga setelah sarapan (breakfast).
Melansir The Conversation, Prof. Martin menjelaskan, bayi umumnya BAB saat dibutuhkan. Namun, segera setelah ia bisa membuat keputusan sendiri, di usia ia mulai belajar berjalan, bayi juga belajar untuk menahan ‘panggilan’ BAB ini.
Belajar untuk mengontrol pergerakan usus ini adalah salah satu tahapan perkembangan yang penting, “Tetapi sebagian orang melakukannya lebih jauh, kita menemukan bahwa kadang-kadang dapat menghilangkan dorongan ini bila kita menahannya untuk sementara karena sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat,” ujarnya.
Tetapi kebiasaan menahan BAB ini telah dihubungkan dengan masalah pencernaan seperti sembelit, nyeri perut, kembung, perut bergas hingga dorongan BAB yang bervariasi dan tidak bisa diprediksi.
Kenali waktu transit Anda
Prof. Martin menambahkan kita mungkin tahu seberapa sering dorongan BAB itu muncul, tetapi tidak banyak yang menyadari “waktu transit’ usus. Ini adalah berapa lama yang dibutuhkan makanan yang kita konsumsi untuk dikeluarkan dalam bentuk feses.
“Waktu transit ini penting karena bila memiliki masalah urgensi (mendadak, keinginan panik untuk BAB), diare atau sembelit, semuanya bisa menjadi tanda waktu transit yang lambat,” tukas Prof. Martin.
Ada cara sederhana untuk mengukurnya: telan segenggam biji jagung manis mentah. Seharusnya biji jagung akan keluar bersama tinja dalam 8 sampai 24 jam.
Waktu transit yang lama
Terbiasa menahan BAB berarti limbah makanan tetap berada di dalam tubuh Anda lebih lama dari yang seharusnya. Waktu transit akan memanjang dan memperburuk kualitas hidup.
Rata-rata setiap manusia memroduksi hingga 6 ton kotoran dalam hidupnya, terdiri dari air, bakteri, materi nitrogen, karbohidrat, materi tumbuhan yang tidak tercerna dan lemak, Prof. Martin menjelaskan.
Semakin lama campuran bahan-bahan ini berada dalam usus kita, semakin besar kemungkinannya untuk terfermentasi dan dekomposisi.
“Tidak hanya menghasilkan gas, tetapi juga bahan kimia yang dikenal sebagai metabolit, yang kemudian bersentuhan dengan lapisan usus dan terserap.”
“Gagasan keracunan otomatis dari usus besar bukanlah hal baru. Sejak zaman Yunani kuno, limbah usus dianggap berperan pada ketidakseimbangan empat cairan tubuh (darah, empedu kuning, empedu hitam dan dahak) yang penting untuk kesehatan,” Prof. Martin menerangkan.
Waktu transit yang lama, selain bisa memicu sembelit, polip (benjolan di usus) hingga kanker usus besar, dalam riset terbaru juga membuktikan menyebabkan dysbiosis (ketidakseimbangan bakteri baik dan jahat di usus).
Dysbiosis mikrobiota usus berakibat banyak, mulai dari imunitas lemah, alergi, hingga masalah sindroma metabolik seperti diabetes atau hiperkolesterol.
Kebiasaan yang sehat
“Anda dapat memperbaiki kebiasaan buang air besar dengan meningkatkan konsumsi serat dan cairan dalam makanan Anda, berolahraga secara teratur, dan berhubungan dengan usus besar Anda.”
“Beberapa orang bahkan menggunakan terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan fungsi usus.Yang terpenting, ketika ada panggilan BAB, Anda harus mendengarkan,” pungkas Prof. Martin. (jie)