Tidur nyenyak telah diketahui bermanfaat untuk mempertahankan fungsi memori tetap tajam. Tetapi tidur tidak hanya untuk daya ingat, nyatanya juga akan menurunkan risiko pikun dan kematian.
Walau telah diketahui bila penderita demensia (pikun) kerap kali memiliki kualitas tidur yang buruk, dan kerap terbangun, dalam dua penelitian anyar disebutkan bila Anda kurang tidur risiko pikun pun meningkat.
Tidur malam enam sampai delapan jam
Dalam penelitian pertama, Rebecca Robbins, dkk, dari Harvard Medical School meneliti lebih dari 2.800 lansia untuk melihat hubungan antara pola tidur selama tahun 2013 atau 2014 dan perkembangan demensia atau kematian lima tahun ke depan. Responden terdaftar dalam the National Health and Aging Trends Study.
Peneliti menemukan bahwa lansia yang tidur kurang dari 5 jam per malam berisiko 2 kali lebih tinggi menjadi pikun dan meninggal, dibandingkan mereka yang tidur 6 – 8 jam per malam.
Untuk penelitian kedua, Severine Sabia, dkk, menggunakan data 8000-an partisipan di Eropa (termasuk Prancis, Inggris, Belanda dan Finlandia) dan menemukan secara konsisten bila tidur < 6 jam pada usia 50, 60 dan 70 tahun berhubungan dengan 30% peningkatan risiko pikun, daripada mereka yang tidur sekitar 7 jam.
Rata-rata partisipan tersebut mengembangkan demensia di usia 77 tahun. Riset diterbitkan di jurnal Nature Communication.
Kurang tidur di usia paruh baya sebabkan demensia
Menurut Andrew E. Budson, MD, dari Harvard Health, yang dalam penelitian tersebut adalah kurang tidur di usia paruh baya adalah salah satu faktor risiko demensia.
Ada banyak penyebab seseorang sulit tidur, seperti shift kerja malam, insomnia, deadline yang mendesak, hingga gangguan kecemasan. “Meskipun tidak semua ini dapat dikontrol, beberapa di antaranya bisa. Misalnya, jika saat ini Anda hanya tidur 4 – 5 jam karena kerja lembur setiap malam, Anda perlu untuk merubah kebiasaan kerja Anda. Karena jika tidak, berisiko pikun saat Anda pensiun,” kata Budson.
Hubungan antara kualitas tidur dan demensia ini sedikit membingungkan. Selalu muncul masalah ‘ayam dan telur’ ketika mencoba menafsirkan hubungan antara kurang tidur dan pikun.
“Apakah benar-benar kurang tidur yang menyebabkan demensia, atau gejala awal demensia yang menyebabkan kurang tidur?” dr. Budson menambahkan. “Dengan melihat individu yang dipelajari di usia paruh baya (50 tahun ke atas), sekarang kami memiliki kepastian yang lebih besar bahwa kurang tidur akan meningkatkan risiko seseorang mengalami pikun dalam 25 tahun ke depan.”
Otak dikuras saat kita tidur
Walau belum dipahami benar kenapa kurang tidur meningkatkan risiko pikun, salah satu teori yang dipercaya adalah adanya penumpukan beta amiloid di otak. Ini adalah protein yang menggumpal dan membentuk plak Alzheimer.
“Tidak ada yang benar-benar yakin apa fungsi normalnya, meskipun semakin banyak bukti bahwa beta amiloid terlibat dalam pertahanan otak melawan mikroorganisme yang menyerang,” imbuh Budson.
Di siang hari, otak kita membentuk protein beta amiloid. Saat kita tidur malam, sel-sel otak dan koneksinya justru menyusut. Penyusutan ini memungkinkan lebih banyak ruang di antara sel-sel otak, sehingga beta amiloid dan zat lain yang menumpuk di siang hari dapat dibuang.
“Jadi teorinya adalah, jika Anda tidak cukup tidur, otak tidak akan cukup waktu untuk menguras beta amiloid dan zat lainnya. Zat-zat ini kemudian terus menumpuk, hari demi hari, sehingga menyebabkan demensia,” pungkas Budson. (jie)