Pada setiap tingkatan usia, wanita memiliki masalahnya sendiri. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat setidaknya ada 10 masalah kesehatan terbesar wanita mulai dari kesehatan reproduksi, kesehatan mental, maternal, hingga penyakit tidak menular dan penuaan.
Tetapi dari banyak hal tersebut terdapat satu benang merah, yakni radikal bebas dan stres oksidatif. Dua hal itulah yang bertanggungjawab memicu penyakit jantung, stroke, kanker, hipertensi, penuaan kulit juga gangguan kognitif.
“Keseimbangan radikal bebas dan antioksidan menentukan status kesehatan tubuh,” kata Dr. dr. Nenden Sobarna, SpKK, FINSDV, MM, Kepala Divisi Dermatologi & Venereologi, Universitas Yarsi, Jakarta.
Radikal bebas adalah atom yang memiliki elektron bebas (tidak berpasangan). Elektron yang tidak berpasangan tersebut tidak stabil, bersifat liar dan mudah menggandeng molekul lain yang ada di sekitarnya. Ikatan inilah yang dapat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan di tubuh.
Sementara antioksidan adalah senyawa yang berfungsi untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan sel-sel, khususnya yang disebabkan radikal bebas. Vitamin C dan E adalah beberapa antioksidan yang terkenal manfaatnya.
Padahal, dr. Nenden menyebut ada antioksidan lain yang adalah ‘ibunya’ semua antioksidan, yakni glutathione. Selama ini glutathione terkenal sebagai zat untuk mencerahkan kulit. Penelitian telah membuktikan manfaatnya untuk mengurangi hiperpigmentasi kulit akibat paparan sinar UV.
Ternyata fungsinya jauh lebih banyak dari itu. “Glutathione harus ada di setiap sel tubuh. Jika tidak, sel akan mati. Ketika pasokan tidak mencukupi, sel tidak berfungsi dengan baik,” katanya dalam seminar daring Suplementasi Untuk Kesehatan Wanita dan Ibu Menyusui, Minggu (20/2/2022).
Glutathione berperan sebagai antioksidan alami di dalam tubuh. Ia diperlukan karena tubuh sendiri menghasilkan radikal bebas secara alami. Glutathione juga merupakan ‘pasukan’ terdepan dalam menghalau radikal bebas.
Lebih jauh, glutathione penting untuk menghambat penuaan dan kematian sel, kerusakan DNA, penumpukan racun karena tidak terjadi detoksifikasi. Dan, menghalangi radikal bebas merusak organ.
Beberapa manfaat mengejutkan glutathione adalah memperbaiki ketidakseimbangan hormon, misalnya saat PMS (pre-menstrual syndrome) dan gejala serangan panas (hot flashes) pada pre menopause. Bahkan baik untuk mengurangi gangguan mood, libido rendah, sulit tidur hingga penambahan berat badan.
Sayangnya, penuaan, pola makan tidak sehat, kurang gerak, merokok dan penyakit kronis, menyebabkan seseorang wanita bisa kekurangan glutathione. Riset Van Lieshout et al, menyatakan di usia 20-40 tahunan kadar glutathione dalam darah sekitar 25 mmol/mg protein, berangsur turun di usia 40-60 tahun (20 mmol/mg protein) dan tinggal 10 mmol/mg protein setelah lansia.
Sumber alami glutathione antara lain sayuran hijau (brokoli, kale, sawi hijau, bayam, dll), kunyit, wortel, kentang, alpukat, kiwi, melon, papaya, kacang Brazil, daging merah, ikan atau daging ayam.
“Tetapi kadang dari makanan saja tidak cukup, karena ia dapat pecah pada proses pemanasan. Sehingga kita membutuhkan dalam bentuk suplemen,” ujar dr. Nenden. “Glutathione injeksi tidak diizinkan FDA (semacam BPOM-nya Amerika Serikat) karena tidak bisa dilakukan sterilisasi penyaringan dan pemanasan. Juga memiliki berat molekul dan mengandung sulfur.”
Glutathione oral (diminum) lebih disarankan karena tidak mengganggu produksi alami glutathione dalam sel tubuh. Ditunjukkan dengan glutathione cysteine ligase (GCL; enzim produksi glutathione) dalam kadar tetap.
Natural Medicine Journal (2017) menulis suplementasi glutathione oral 250 mg/hari atau 1000 mg/hari selama 6 bulan, kadar glutathione meningkat signifikan mulai dari bulan pertama hingga keenam di dalam darah (17% untuk dosis 250 mg, dan 31% pada dosis 1000 mg). Sementara di dalam sel Buccal naik hingga 260% (dosis 1000 mg/hari).
Melancarkan produksi ASI
Salah satu siklus kehidupan terpenting bagi wanita adalah saat menyusui. Penting bagi ibu dan bayinya.
Bagi ibu menyusui akan meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi, kontrasepsi alami dan mengurangi stres melalui pelepasan oksitosin. Sementara untuk bayi, jelas vital, seperti melindungi dari gangguan pernapasan, diare dan infeksi saluran cerna, masalah tumbuh kembang, hingga gangguan imunitas.
Menurut dr. Nenden, produksi ASI bisa dirangsang antara lain melalui konsumsi daun katuk dan daun bangun-bangun (torbangun). “Riset menyatakan pemberian ekstrak daun katuk 3 x 300 mg/hari selama 15 hari mulai dari hari kedua postpartum (pasca persalinan) meningkatkan produksi ASI 50,7%,” terangnya.
Daun katuk (Sauropus androgynus) selain mengandung asam folat dan antioksidan, ia mengandung flavonoid yang bisa meningkatkan hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin adalah hormon yang berperan dalam produksi ASI, sedangkan oksitosin atau ‘hormon cinta’ yang akan merangsang keluarnya ASI.
Berbagai riset pun membuktikan khasiat daun torbangun. Diantaranya diungkapkan oleh peneliti Indonesia dalam Australian Summit dan masuk dalam Handbook Breastfeeding di Belanda sebagai pelancar ASI yang efektif meningkatkan volume dan kualitas ASI.
Dalam studi tersebut, daun torbangun lebih baik dalam meningkatkan volume ASI ibu menyusui dibandingkan penggunaan pelancar ASI selama ini yaitu biji fenugreek dan ekstrak placenta + vitamin B12.
“Torbangun memberikan efek positif pada kesehatan ibu menyusui dan indikator bayi, seperti berat badan, lingkar kepala, lingkar dada dan angka kesakitan selama 30 hari sampai tiga bulan pertama kehidupan,” dr. Nenden menambahkan. “Bahkan, torbangun bermanfaat untuk remaja yang mengalami PMS. Terbukti bisa digunakan untuk mengurangi gejala PMS.”
Suplemen-suplemen, baik yang mengandung glutathione atau ekstrak daun katuk dan torbangun, telah banyak beredar di pasaran, misalnya Glubio dan Asiful (produksi IMEDCO). Penting bagi Anda untuk memilih produk suplemen yang diproduksi sesuai standard dan telah melalui uji klinis. (jie)