Varian Omicron memiliki keunikan dibanding varian-varian sebelumnya, salah satunya tidak bisa dideteksi lewat tes PCR biasa. Akibatnya kerap kali seseorang mendapati hasil tes PCR yang tidak konsisten, awalnya positif kemudian tes ulang negatif, atau sebaliknya.
Tes PCR (polymerase chain reaction) merupakan pemeriksaan SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID-19) dengan mendeteksi materi genetik (RNA) virus. Sampel pemeriksaan diambil dari bagian nasofaring (belakang hidung) dan orofaring (belakang mulut).
Tetapi pada beberapa kasus didapati hasil tes PCR tidak konsisten, padahal tes sudah dilakukan di beberapa tempat/rumah sakit berbeda. Alhasil membuat kita kebingungan dan tidak tahu mana yang mesti dipercaya: memilih hasil tes negatif atau positif sebagai diagnosis awal COVID-19?
Tes PCR merupakan pemeriksaan gold standard untuk diagnosis COVID-19 di seluruh dunia saat ini. Namun begitu, riset yang diterbitkan di American Journal of Infection Control (2021) menjelaskan tingkat akurasi tes PCR “hanyalah” 97,2% sehingga masih ada kemungkinan hasil tes meleset.
Ini lah yang memberikan hasil negatif palsu (false negative) atau positif palsu (false positive). Dianggap negatif palsu bila hasil PCR negatif, namun sebenarnya pasien sedang terinfeksi COVID-19. Sebaliknya, positif palsu adalah bila hasil PCR positif namun sebenarnya ia tidak terinfeksi.
Penelitian Alireza Tahamtan, dkk, dari Golestan University of Medical Sciences, Iran menyatakan hasil negatif palsu mungkin disebabkan masalah teknis, seperti prosedur laboratorium, skill petugas saat mengambil sampel atau ada masalah saat pengiriman sampel.
Selain itu bisa disebabkan oleh waktu pengambilan sampel terlalu dini atau lambat, dan mutasi virus. Sedangkan hasil PCR positif palsu mungkin dipicu oleh kontaminasi, di mana sampel yang seharusnya negatif tercampur dengan sampel swab yang positif. Atau, karena masalah teknis.
Dari beberapa riset lainnya kemungkinan adanya negatif palsu antara 2-29%, dan positif palsu hanya sekitar 1%.
Riset Watson (2020) yang dimuat di the BMJ (British Medical Journal) menyimpulkan saat terjadi hasil tes PCR tidak konsisten - di waktu yang sama atau berbeda - dianggap sebagai pasien konfirmasi COVID-19.
Penelitian tersebut menjelaskan bila kemungkinan hasil positif palsu lebih kecil dibanding negatif palsu. Bila hasil PCR yang negatif lebih dipercaya – dan ternyata negatif palsu – orang tersebut berisiko menularkan SARS-CoV-2 kepada orang lain.
Sehingga bila Anda mendapati hasil tes PCR, sebagai diagnosis awal, tidak konsisten maka diutamakan memilih hasil tes positif, dibanding hasil tes negatif. Atau, segera konsultasikan dengan dokter tentang hasil tes PCR yang Anda terima. (jie)