COVID-19 awalnya diketahui hanya menyerang saluran napas, namun dengan semakin banyaknya bukti baru diketahui efek infeksi juga terjadi di organ lain. Termasuk saluran cerna menyebabkan sembelit.
Susah BAB (buang air besar) atau sembelit bukanlah gejala khas COVID-19, tetapi bisa terjadi di beberapa kasus. Beberapa faktor seperti obat-obatan, perubahan komposisi bakteri di usus, dan kurang aktivitas fisik berkontribusi menyebabkan susah BAB pasca COVID-19.
Infeksi COVID-19 bisa berdampak langsung atau tidak langsung menyebabkan sembelit. Sebelumnya Journal of Microbiology, Immunology and Infection (2020) mencatat beberapa pasien COVID-19 di Iran juga mengalami berbagai gangguan pencernaan, termasuk sembelit (konstipasi). Dokter menemukan bila mikrobiota (komposisi dan jenis bakteri baik dan jahat) di usus pada penyintas COVID-19 berbeda dari mikrobiota usus pada populasi umum. Diperkirakan perubahan inilah yang menyebabkan gejala gangguan pencernaan.
Dalam riset di Journal of Medical Case Reports (2021), Fenggiong Liu, dkk, meneliti efek dari transplantasi bakteri usus di feses pada 11 penyintas COVID-19 yang mengalami gangguan pencernaan. Susah BAB pasca COVID-19 dialami oleh 3 penyintas.
Transplantasi bakteri feses (tinja) merupakan prosedur yang melibatkan transfer bakteri sehat (probiotik) ke dalam usus. Ketiga penyitas yang mengalami sembelit tersebut mengalami perbaikan gejala setelah prosedur.
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, guru besar dan dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menegaskan perubahan mikrobiota usus pada pasien COVID-19 berkontribusi memicu sembelit.
“Pasca COVID-19 pasien bisa mengalami susah BAB, dan ini bisa berlangsung lama, salah satu solusi memberikan probiotik. Riset mendapatkan bahwa mikrobiota usus pasien COVID-19 berbeda dengan populasi umum,” tulis Prof. Ari di akut Twitter @DokterAri.
Sembelit karena obat
Beberapa jenis obat yang dipakai dalam perawatan COVID-19 juga bisa sebabkan sembelit. Dalam European Journal of Pharmacology (2021) dijelaskan peneliti memeriksa terapi potensial untuk mengobati COVID-19. Mereka mencatat susah BAB sebagai efek samping obat famotidine dan bevacizumab.
Riset lain tahun 2020 juga menemukan bila 14% orang yang diobati dengan antivirus remdesivir mengalami sembelit. Obat-obatan seperti lopinavir, ribavirin dan beberapa obat imunomodulator juga bisa menyebabkan susah BAB pasca COVID-19.
Konstipasi karena stres
Penyebab lain yang sudah diteliti adalah peningkatan stres dan kegelisahan memicu konstipasi.
Riset menunjukkan 44% dari sekelompok orang yang menderita sindrom iritasi usus (IBS/irritable bowel syndrome) dan gangguan kecemasan atau depresi melaporkan peningkatan sembelit.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh tekanan psikologis akibat pandemi COVID-19 dan bukan infeksi corona. Studi diterbitkan di Journal of Clinical Gastroenterology (2021).
Konstipasi karantina
Walau corona tidak secara khusus menyebabkan susah BAB, faktor lain secara tidak langsung akan memicunya. Kurang aktivitas fisik selama isolasi mandiri atau lockdown menyebabkan apa yang disebut “quarantine constipation (konstipasi karantina)”.
Saat kita tidak aktif bergerak, usus juga ‘malas-malasan’ mendorong feses ke anus. Peningkatan waktu yang dihabiskan untuk duduk pun menekan usus besar dan bisa menyebabkan susah BAB.
Perubahan pola makan, peningkatan stres dan kurang minum juga dapat menyebabkan sembelit jika kita lebih sering tinggal di rumah. Berolahraga, menemukan cara untuk menghilangkan stres, konsumsi makanan tinggi serat, dan tetap terhidrasi bisa membantu meringankan gejala sembelit. (jie)