Tidak berlebihan bila pangan olahan yang mengandung probiotik dianggap sebagai pangan fungsional. Probiotik memiliki begitu banyak manfaat bagi kesehatan, yang telah dibuktikan dalam berbagai penelitian ilmiah. Menurut studi, probiotik bisa mencegah diabetes. Ini termasuk salah satu manfaat probiotik yang paling menarik perhatian.
Diabetes merupakan permasalahan serius karena bisa menimbulkan berbagai komplikasi, misalnya gagal ginjal, penyakit jantung, dan stroke. Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) diawali dengan terjadinya resistansi insulin. Ini adalah kondisi di mana sensitivitas tubuh terhadap insulin berkurang. Padahal, insulin adalah hormon yang berfungsi untuk memasukkan gula dari darah ke sel-sel tubuh, untuk dipakai sebagai energi. Akibat dari resistensi ini, tubuh tidak merespon insulin, sehingga gula sulit masuk ke dalam sel, dan tetap berada di dalam darah. Inilah yang membuat kadar gula darah menjadi tinggi.
Sebelum terjadi DM tipe 2, ada kondisi yang disebut pradibetes. Artinya, kadar gula darah sudah di atas kisaran normal, tapi belum masuk kategori DM. Untuk itu, penting menjaga kadar gula darah dalam normal, untuk mencegah munculnya DM tipe 2 sejak awal, mencegah prediabetes berkembang menjadi DM tipe 2, dan mencegah timbulnya komplikasi pada mereka yang sudah memiliki diabetes.
Probiotik VS Diabetes dalam Studi
Manfaat probiotik untuk mengatasi gula darah, antara lain dibuktikan dalam studi oleh Eiichiro Naito, dkk (2018). Studi melibatkan 100 laki-laki Jepang obes, dengan usia 20-64 tahun. Mereka semua mengalami prediabetes, yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah hingga >180 mg/dL dalam 1 jam setelah diberikan gula (post-load), pada tes toleransi glukosa oral (TTGO). Studi berlangsung dalam 3 periode: pra-intervensi (2-3 minggu), intervensi (8 minggu), dan pasca intervensi (4 minggu).
Para partisipan secara acak dibagi ke dalam dua kelompok. Satu kelompok mendapat probiotik berupa susu fermentasi yang mengandung L. casei Shirota strain (n=50), dan kelompok lain mendapat kelompok plasebo berupa susu tanpa kandungan probiotik (n=50). Selama periode intervensi, mereka diminta meminum sebotol probiotik atau susu plasebo setiap hari. Dan selama studi berjalan, tiap orang diminta untuk menjalankan aktivitas fisik dan pola makan mereka seperti biasa.
Di awal penelitian, kadar glukosa plasma saat puasa dan post-load tidak berbeda antara dua kelompok. Di akhir periode intervensi 8 minggu, tampak bahwa kadar glukosa plasma 1 jam post-load pada kelompok L. casei Shirota strain turun secara signifikan dibandingkan saat baseline. Yaitu 207,1 mg/dL dari 218,8 mg/dL, sedangkan pada kelompok plasebo, penurunannya kurang signifikan (217,9 mg/dL menjadi 210,2 mg/dL).
Kadar glikoalbumin (GA) pun turun secara signifikan pada kelompok L. casei Shirota strain dibandingkan saat baseline (13,2% dari 13,4%), tapi tidak pada kelompok plasebo. Glikoalbumin adalah salah satu penanda kendali gula darah yang tipikal.
Studi lain misalnya oleh Hulston CJ, dkk (2015), yang melibatkan 17 orang dewasa sehat. Mereka secara acak dipilih untuk kelompok probiotik (n=8) ataukah kelompok kontrol (n=9). Kelompok probiotik mendapat minuman susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain, dan kelompok kontrol mendapat plasebo, yang dikonsumsi dua kali sehari selama 4 minggu.
Para partisipan menjalankan pola makan mereka yang biasa selama 3 minggu pertama penelitian. Dilanjutkan dengan pola makan tinggi lemak (65% dari asupan energi), dan tinggi energi (50% peningkatan dalam asupan makanan), selama 7 hari. Sensitivitas insulin seluruh tubuh dinilai dengan TTGO, yang dilakukan sebelum dan setelah pola makan tinggi energi dan lemak.
Hasilnya, berat badan naik 0,6 kg di kelompok kontrol, dan 0,3 kg di kelompok probiotik. Konsentrasi glukosa plasma puasa naik pada kelompok kontrol setelah periode pola makan tinggi lemak dan energi. Sensitivitas insulin seluruh tubuh turun hingga 27% pada kelompok kontrol setelah periode banyak makan, sedangkan pada kelompok probiotik berhasil dipertahankan. Disimpulkan bahwa suplementasi probiotik bisa bermanfaat dalam pencegahan penyakit metabolik seperti DM tipe 2.
Mengapa Probiotik bisa Mencegah Diabetes?
Mengapa probiotik bisa membantu mencegah diabetes? Tenyata, hal ini berhubungan dengan fungsi mikrobiota usus dalam mengatur energi dan peradangan (inflamasi) dalam tubuh.
DM tipe 2 berkaitan erat dengan gaya hidup. Misalnya konsumsi makanan tinggi lemak, gula, garam dan kalori, minim serat, serta kurang aktivitas fisik. Hal-hal tersebut bisa memicu terjadinya penumpukan lemak, obesitas sentral, pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis), serta berbagai faktor peradangan.
Menariknya, penelitian menemukan bahwa bakteri di usus turut berperan dalam fungsi metabolik dan mengatur keseimbangan energi. Ditemukan bahwa orang dewasa yang obes mengalami penurunan keragaman mikrobiota usus, serta penurunan dan peningkatan jenis bakteri tertentu. Sementara itu, orang dewasa yang mengalami penurunan keragaman mikrobiota usus umumnya memiliki resistansi insulin, kelainan lemak, dan peradangan yang lebih tinggi dibandingkan mereka dengan mikrobiota usus yang lebih baik.
Ketidakseimbangan mikrobiota usus bisa memicu terjadinya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peradangan. Konsumsi probiotik bisa memperbaiki keseimbangan mikrobiota usus, sehingga penyakit kronis yang berhubungan dengan peradangan seperti DM tipe 2, bisa dicegah.
Yakult mengandung >6,5 miliar bakteri L. casei Shirota strain. Minum Yakult secara rutin dan kontinyu akan memelihara kesembangan bakteri di usus. Ini bisa menjadi salah satu cara memperbaiki kadar gula darah. Tentunya, perlu didukung dengan perbaikan pola makan dan aktivitas fisik sehari-hari. (nid)
___________________________________________________________________
Ilustrasi: Steve Buissinne from Pixabay