Saat ini di media sosial berseliweran potongan video berjudul “Akhirnya!! Dunia Setujui Vaksin Nusantara”. Banyak warganet yang merespons positif video tersebut, tetapi tidak sedikit yang skeptis.
Di dalam potongan video tersebut terlihat mantan Menteri Kesehatan Mayjen TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, SpRad(K) sedang memberi penjelasan tentang vaksin Nusantara dihadapan anggota DPR RI.
“Kita sudah punya teknologinya kita tinggal ngembangkannya dan kita bisa menjadi negara pertama di dunia yang mengembangkan Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy yang dunia juga sudah menyetujui menjadi, atau menghipotesiskan untuk menjadi the beginning of the end, mulai untuk mengakhiri COVID-19.”
Ia juga menjelaskan vaksin dendritik bisa fleksibel disesuaikan pada mutasi virus corona. “Kita bisa menyesuaikan kapan saja mau mutasi kayak apa bisa kita sesuaikan.”
“Sekarang di seluruh dunia sedang membicarakannya termasuk terakhir dari New York dan sebagainya, karena di Elsevier sudah terbit jurnal Pubmed, itu isinya adalah Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy atau Vaksin Nusantara, the beginning of the end, cancer and COVID-19.”
“Dunia sepakat punya hipotesis bahwa yang akan menyelesaikan hal ini termasuk COVID-19 adalah Dendritic Cell vaksin Immunotherapy atau Vaksin Nusantara,” kata dr. Terawan dalam video.
Hoax atau fakta?
Dalam jurnal Medical Hypotheses memang ada sebuah tulisan berjudul Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy; the beginning of the end of cancer and COVID-19. A hypothesis. Tulisan ini yang dijadikan dasar dr. Terawan mengklaim bila dunia sudah menyetujui Vaksin Nusantara (dendritic cell vaccine immunotherapy) dan menjadi awal dari berakhirnya COVID-19.
Namun yang perlu dicatat adalah studi ini adalah hipotesa. Hipotesa merupakan anggapan dasar yang kebenarannya masih harus dibuktikan.
Setelah ditelusuri lebih jauh, klaim tersebut salah. Faktanya tidak ada sumber yang kredibel bahwa dunia sudah menyetujui Vaksin Nusantara. Kemudian, jurnal tersebut berisikan hipotesa terhadap kemungkinan terdapat efektivitas melawan virus corona, bukan jurnal yang melaporkan hasil penelitian.
Dr. Ines Atmosukarto, peneliti vaksin dari Universitas Adelaide Australia, menjelaskan bahwa jurnal yang sudah dipublikasi bukan berarti valid sepenuhnya, dan tidak bisa dijadikan alasan suatu jurnal terpublikasi sebagai validasi mutlak.
Ia menambahkan bahwa jurnal yang dijadikan acuan pengembangan Vaksin Nusantara tersebut bukan jurnal acuan untuk pelaporan penelitian vaksin, “Jadi sifatnya spekulatif tidak didukung pembuktian,” kata dr. Ines melansir Kompas.
Dalam laman resmi Satgas Penanganan COVID-19 (covid19.go.id) ditegaskan bila klaim bila dunia setujui vaksin Nusantara adalah salah. Tidak ada informasi resmi dan kredibel terkait klaim tersebut.
Dengan demikian, klaim Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy atau Vaksin Nusantara disetujui dunia merupakan hoaks. Bahkan dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan menurut covid19.go.id. (jie)