Dengan tingginya kasus harian COVID-19 di Indonesia sebagian besar rumah sakit penuh, stok oksigen pun susah didapatkan. Isolasi mandiri (isoman) sangat dianjurkan, dan hanya bila ada perburukan gejala pasien sebaiknya dibawa ke rumah sakit. Ada beberapa peralatan yang wajib dipunyai saat melakukan isoman.
Data Kementerian Kesehatan RI menyatakan pada Sabtu (3/7/2021) lalu, Indonesia pecah rekor lagi dengan 27.913 kasus positif dalam sehari. Angka kematiannya pun terus naik, pada Minggu (4/7/2021) ada 555 orang meninggal dalam sehari gara-gara corona. Total kematian telah melampaui 60.000 jiwa.
Untuk mereka dengan gejala ringan hingga sedang, sangat disarankan melakukan isolasi mandiri di rumah, dengan pemantauan petugas medis setempat (puskesmas).
Lantas apa yang perlu disiapkan bila kita akan melakukan isolasi mandiri? Dr. RA. Adaninggar, SpPD, menekankan, selama isolasi mandiri pasien harus tetap memonitor gejala dan kondisi, termasuk suhu badan, tekanan darah dan saturasi oksigen, terutama dalam 1-2 minggu pertama.
Memonitor kondisi dapat dilakukan secara mandiri maupun dibantu anggota keluarga lain, bila tidak memungkinkan. Selalu terapkan protokol kesehatan dan lakukan isolasi mandiri dengan benar supaya tidak menulari anggota keluarga yang lain.
“Ada alat-alat basic yang harus dipunyai untuk antisipasi kalau suatu saat Anda atau keluarga menjalani isolasi mandiri. Alat-alat ini untuk mengukur tanda vital, yakni tekanan darah, suhu badan dan saturasi oksigen,” katanya.
Penurunan saturasi oksigen bisa menjadi penanda awal terjadi perburukan kondisi pasien COVID-19, walau pasien belum mengalami sesak napas. Kondisi ini dikenal dengan istilah happy hypoxia atau silent hypoxia.
Saturasi oksigen dalam darah bisa diukur menggunakan alat pulse oximeter. Caranya dengan memasukkan/menjepitkan ujung jari ke dalam alat, kemudian alat akan otomatis mengukur kadar oksigen. Saturasi oksigen normal adalah antara 95-100%.
“Kalau saturasi oksigennya kurang dari 95% Anda harus mencari rumah sakit, karena itu tanda terjadi perburukan penyakit,” terang wanita yang akrab disapa dr. Ning ini.
Sebagai informasi, smartphone atau wearable (gelang atau jam tangan pintar) biasanya sudah dilengkapi dengan pengukur oksigen dalam darah (SPO2), namun karena ia bukan alat standar medis tingkat akurasinya bisa saja meleset.
Baca: WHO Sarankan Pasien COVID-19 Yang Isolasi Mandiri Memakai Oximeter
Untuk pengukur tekanan darah, alat yang direkomendasikan adalah tensimeter digital. Beberapa alat sudah mampu dikoneksikan dengan smartphone melalui bluetooth.
“Pengukuran dilakukan saat orangnya (pasien) dalam kondisi santai, tidak sehabis kerja atau jalan. Harus duduk, tidak boleh makan, minum, atau bicara. Lakukan pengukuran beberapa kali dan ambil nilai rata-ratanya,” tukasnya.
Thermometer atau pengukur suhu yang dipakai bisa berupa thermometer biasa (dijepit di ketiak), atau thermogun yang sudah banyak dijual di pasaran. Suhu normal manusia adalah antara 36,1°C – 37,2°C.
“Jika menggunakan thermogun, diarahkan ke dahi, jangan menyentuh dahi, berjarak 3-7 cm,” kata dr. Ning.
Alat lain yang direkomendasikan adalah tabung oksigen. ini sebagai langkah pertolongan pertama saat terjadi perburukan gejala ketika isolasi mandiri sebelum dirawat di rumah sakit.
Dengan sulitnya mencari/menyewa tabung oksigen, sebagai alternatif dapat mengunakan oxygen concentrator. Ini adalah tabung oksigen modern yang mengambil konsentrat oksigen dari udara sekitar.
Bila memakai oxygen concentrator, imbuh dr. Ning, pastikan udara di sekitar bersirkulasi baik. “Alat itu bisa memisahkan oksigen menjadi oksigen murni hingga 95%,” katanya.
Hubungi puskesmas terdekat
Perjalanan penyakit COVID-19 kadang tidak bisa diprediksi, awalnya bergejala ringan, namun dalam perjalanan bisa mengalami perburukan, itulah pentingnya monitor kondisi dan harus di bawah pengawasan tenaga medis sejak awal sakit.
Lapor ke dokter puskesmas setempat atau gunakan fasilitas telemedicine. Sudah banyak kejadian orang-orang meninggal di rumah karena tidak waspada sejak awal. (jie)