Setidaknya satu dari tiga penyintas COVID-19 merasakan dampak jangka panjang virus corona ini, atau long covid, termasuk berbagai masalah organ dan kesehatan mental yang buruk.
Data tersebut terungkap dalam riset terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine. Ulasan tersebut mengamati gejala long covid yang paling umum, termasuk kelelahan, sesak napas, kecemasan, depresi hingga gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Penelitian tersebut mengambil data dari 9 penelitian tentang penyintas COVID-19 di Eropa, AS dan China.
Kartik Sehgal, penulis utama studi yang juga pengajar di Harvard Medical School mengatakan, “Mengingat jutaan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 secara global, biaya jangka panjang pada aspek kesehatan fisik, kognitif dan mental masih harus dilihat.”
“Kita mungkin (masih) hanya mengungkap dari puncak gunung es,” imbuhnya, melansir AFP.
Sementara COVID-19 yang parah menginfeksi paru-paru pasien - meninggalkan banyak masalah pernapasan jangka panjang - penelitian telah menunjukkan bahwa virus ini juga menyerang organ lain.
Sehgal dan tim menemukan 30% penyintas setidaknya mengalami satu macam gejala long covid, seperti kelelahan, napas pendek dan ganguan mental.
Satu riset di Italia terhadap 143 pasien menemukan hampir 90% melaporkan gejala menetap 60 hari setelah mereka pulih dari infeksi awal COVID-19.
Gejala paling umum adalah kelelahan (53,1%), napas pendek (43,4%), nyeri sendi (27,3%) dan nyeri dada (21,7%). Secara keseluruhan, lebih dari separuh penyintas mengalami beberapa gejala long covid dua bulan setelah keluar dari rumah sakit.
Tiga penelitian dari Prancis, Inggris, dan China menunjukkan bahwa antara 25-30 % pasien melaporkan gangguan tidur beberapa minggu setelah pulih dari COVID-19. Dan sekitar 20 % pasien telah melaporkan kerontokan rambut.
Kebutuhan pengobatan tidak berhenti
Gejala terkait kesehatan mental mungkin yang paling mengkhawatirkan. Di antara 402 penyintas COVID-19 di Italia, satu bulan setelah keluar rumah sakit, 56% pasien setidaknya mengalami satu masalah mental seperti PTSD (post-traumatic stress disorder), depresi atau kegelisahan.
“Penting untuk mengingat efek kesehatan mental dari long covid, sembari mengobati gejala fisik, karena bisa dengan mudah terlewatkan,” tegas Sehgal.
Di dalam negeri tidak jauh berbeda
Long covid bukan sebatas cerita di luar negeri yang jauh dari jangkauan kita. Keluhan long covid juga dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita, setidaknya terlihat dari beberapa percakapan di salah satu grup WA ini:
“Saya sudah kena, setelah sembuh saya general check up dan COVID ternyata meninggalkan jejak kerusakan di paru-paru saya,” tulis Tunggara, salah satu warga di Apartemen Green Pramuka City, Jakarta.
Ia melanjutkan, “Saya terkena COVID-19 yang parah, sampai 3 bulan. Untung selamat. Tetapi belum bisa pulih 100% karena paru-paru sudah rusak. Sekarang mudah lelah, napas pendek sering ngos-ngosan kalau capek sedikit.”
Lain lagi yang dirasakan oleh Yuli, warga Green Pramuka City lainnya, “Saya juga penyintas… dan selamanya memang tidak bisa pulih total…”
“Ternyata hampir semua penyintas merasakan yang rasakan… saya kemarin sampai mikir apa saya yang lebay dan drama… nyetir lama dikit sampai rumah luar biasa capeknya… sering demam kalau kecapekan… apalagi kalau kerja mikir berat… ya disyukuri saja kita masih selamat… alhamdulillah.”
Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan secara umum COVID-19 akan sembuh dalam waktu 2 sampai dengan 6 minggu.
“Akan tetapi untuk beberapa orang, beberapa gejala akan dirasakan setelah beberapa minggu dinyatakan pulih. Inilah yang disebut sebagai long covid," katanya dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (9/3/2021).
Ia menyebut, long covid tidak hanya terjadi pada pasien COVID-19 dengan gejala berat atau kritis, tetapi bisa juga yang bergejala ringan, pasien berusia muda, bahkan yang tidak memiliki kormorbid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sampel yang berusia 18-34 tahun yang sebelumnya sehat, 20% atau 1 di antara 5 melaporkan mengalami beberapa gejala long covid setelah menderita Covid-19.
"Namun, harap dijadikan catatan bahwa mereka yang menderita long covid tidak akan menularkan gejala yang sama ataupun virus COVID-19 kepada mereka yang berada di sekitarnya," terang Prof. Wiku saat itu. (jie)