Di tengah keterbatasan jumlah dan ‘perebutan’ vaksin COVID-19 di seluruh dunia, kabar miring tentang vaksin AstraZeneca/Oxford santer terdengar. Membuat negara-negara di Eropa menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca. Banyak pihak mendorong badan medis di Eropa segera menyakinkan publik bahwa tidak ada risiko kesehatan yang telah terbukti.
Negara-negara seperti Belanda, Denmark, Norwegia, Islandia, dilaporkan menghentikan vaksinasi AstraZeneca/Oxford menyusul laporan vaksin tersebut menyebabkan penggumpalan darah.
Italia bergabung dengan mereka, menangguhkan penggunaan vaksin tersebut sebagai tindakan pencegahan, bahkan ketika regulator obat-obatannya mengatakan saat ini tidak ada hubungan yang pasti dengan dugaan efek samping penggumpalan darah.
Austria berhenti menggunakan vaksin itu pekan lalu, sambil menyelidiki satu kematian akibat gangguan koagulasi.
European Medicines Agency (EMA) mengeluarkan pernyataan yang berusaha meredakan ketakutan.
"Informasi yang tersedia sejauh ini menunjukkan bahwa jumlah kejadian tromboemboli (penggumpalan darah) pada orang yang divaksinasi tidak lebih tinggi daripada yang terlihat pada populasi umum," kata EMA dalam siaran persnya, melansir AFP.
Otoritas kesehatan Inggris – negara tempat vaksin tersebut diproduksi – menyangkal, dan mengatakan bila vaksin AstraZeneca “aman dan efektif”. Namun, kejadian ini menyebabkan saham AstraZeneca anjlok lebih dari 2,5% di bursa saham.
“Ketika orang-orang diminta untuk maju (vaksinasi), mereka harus melakukannya dengan yakin,” kata juru bicara Perdana Menteri Inggris.
Di tempat lain Menteri Kesehatan Perancis, Oliver Veran mengatakan, “Tidak perlu untuk menangguhkan vaksinasi (menggunakan vaksin AstraZeneca).”
GAVI, yang memimpin program Covax yang memastikan vaksin didistribusikan secara merata secara global, mengatakan akan menunggu dan mendengar apa yang dikatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
EMA mengkhawatirkan penghentian sementara penggunaan vaksin AstraZeneca ini akan menghambat kemajuan proses vaksinasi di negara-negara Uni Eropa yang sudah berjalan lambat; mereka tertinggal jauh dari AS, Israel dan Inggris.
Baru-baru ini EMA menyetujui penggunaan vaksin dosis tunggal milik Johnson & Johnson, yang bisa disimpan dalam suhu yang lebih ‘hangat’ dibanding kompetitornya.
Tidak ada bukti
AstraZeneca pada Minggu (14/3/2021) mengatakan berdasarkan data tidak ada bukti bahwa vaksin buatannya menyebabkan penggumpalan darah. Hal itu disampaikan pada hari yang sama ketika Irlandia dan Belanda menyusul beberapa negara lain menangguhkan pemberian vaksin itu.
"Setelah dilakukannya pemeriksaan dengan teliti atas semua data keamanan yang tersedia, tidak terbukti adanya peningkatan risiko emboli paru (penggumpalan darah di paru), trombosis vena dalam atau trombositopenia, dalam kelompok usia, jenis kelamin, kelompok tertentu atau di negara tertentu," kata perusahaan itu.
Data yang diperiksa mencakup lebih dari 17 juta orang yang telah menerima vaksin itu di Inggris dan Uni Eropa.
Saat ini WHO sedang meninjau dan menilai dengan hati-hati laporan terkini tentang vaksin produksi AstraZeneca dan Oxford University itu.
“Segera setelah WHO memperoleh pemahaman penuh tentang peristiwa ini, temuan dan perubahan apa pun terhadap rekomendasi kami saat ini akan segera dikomunikasikan kepada publik," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip dari Xinhua.
Tedros juga mengatakan, lebih dari 335 juta dosis vaksin corona telah diberikan secara global sejauh ini, dan tidak ditemukan kematian yang disebabkan oleh vaksin tersebut. (jie)