Pandemi COVID-19 mungkin akan jadi momen berkibarnya Indonesia di bidang kedokteran. Tidak hanya vaksin Merah Putih, Indonesia juga punya satu calon vaksin lain yang tak kalah menjanjikan: vaksin Nusantara. Pengembangan vaksin Nusantara untuk COVID-19 diprakarsai mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Mayjen TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K). Vaksin ini sangat berbeda dengan semua vaksin yang sudah ada di dunia, dan efikasinya sangat menjanjikan: 95%.
Cara kerja vaksin Nusantara
Vaksin Nusantara boleh dibilang merupakan terobosan besar dalam dunia vaksin. Berbeda dengan dua vaksin COVID-19 yang sudah tersedia – berbasis virus yang sudah dimatikan, atau berbasis RNA – vaksin Nusantara menggunakan sel dendrit. Ini adalah vaksin pertama yang berbasis sel dendrit (dendritic cells vaccines).
Terapi sel dendrit awalnya dikembangkan oleh Prof. dr. Hans Keinstead, PhD, untuk mengobati pasien kanker. Terapi sel dendrit merupakan salah satu imunoterapi kanker, yang bersifat personal atau tailor-made. Terapi ini menggunakan sel dendrit pasien sendiri, yang diambil dari darahnya. Sel dendrit tersebut kemudian “dilatih” di laboratorium untuk mengenali sel kanker yang menyerang si pasien, dan mengembangkan pertahanan untuk membasmi sel kanker tersebut. Setelah sel dendrit “lulus” pelatihan, ia disuntikkan kembali ke tubuh pasien, dengan harapan ia akan “mendidik” sel-sel dendrit dalam tubuh pasien. Akhirnya terciptalah respons imun tubuh pasien untuk membasmi kanker. Prof. Hans berkeyakinan bahwa metode yang sama bisa dimanfaatkan untuk vaksin COVID-19.
Pengembangan vaksin Nusantara
Prof. Hans adalah ilmuwan Amerika Serikat yang namanya cukup menonjol di bidang pengobatan khususnya stem cell atau sel punca. Ia merupakan pendiri dan CEO Aivita Biomedic Inc. yang berbasis di California, AS. Namun visinya untuk mengembangkan vaksin COVID-19 berbasis sel dendrit menemui begitu banyak hambatan di AS. Antara lain, memerlukan biaya begitu besar, yang hanya mampu dikeluarkan perusahaan farmasi kelas dunia.
Dr. Terawan yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan pun coba meyakinkan Prof. Hans, bahwa idenya bisa dikembangkan di Indonesia. Prof. Hans tertarik. Disetujuilah kerja sama untuk membidani vaksin Nusantara. Selain melibatkan Balitbang Kemenkes, penelitian dan pengembangan vaksin Nusantara di Indonesia melibatkan banyak pihak.
Di antaranya Prof. Dr Taruna Ikrar, WNI asal Makassar yang menjadi dosen di University of California Irvine, Amerika Serikat. Peneliti dari Universitas Diponegoro antara lain dr. Djoko Wibisono, dr. Muhammad Karyana, dan Dr. Muchlis Achsan Udji Sofro. Dari AS, menurut Dahlan Iskan, saat ini ada delapan ahli vaksin yang kini berada di Semarang.
Vaksin dari sel dendrit ini bukan hanya inovasi yang out of the box, tapi juga sangat menjanjikan. Ditengarai, efikasinya mencapai 95%, dan cukup sekali suntik seumur hidup. Tentu saja ini nilai plus dibandingkan vaksin COVID-19 yang sudah lebih dulu ada. Apalagi, penyuntikannya dilakukan secara subkutan atau di bawah kulit, hanya sampai jaringan lemak. Rasa sakit jauh lebih sedikit, ketimbang vaksin-vaksin COVID-19 terdahulu yang penyuntikannya secara intramuskular atau hingga jaringan otot.
Pro kontra
Pengembangan vaksin Nusantara di Indonesia bukannya tanpa pertentangan. Ahli epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono, meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menghentikan vaksin Nusantara, dengan alasan kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia. Juga karena pembiayaannya menggunakan dana pemerintah. Ahli biomolekuler dan vaksinologi Ines Atmosukarto menyatakan, data hasil uji klinis vaksin Nusantara tahap 1 belum dipublikasikan, sehingga dianggap data keamanannya belum terjamin.
Bagaimanapun juga, kontra dari beberap ahli tampaknya tidak menyurutkan upaya pengembangan vaksin Nusantara, yang diharapkan bisa mulai digunakan pada Mei nanti. Bila vaksinasi Nusantara terbukti berhasil memicu respons imun untuk COVID-19 dengan efikasi 95% dan hanya sekali suntik, pastinya akan menjadi kebanggaan Indonesia di kancah dunia yang sudah jenuh menghadapi pandemi COVID-19. (sur).
____________________________________________
Ilustrasi: Background vector created by pikisuperstar - www.freepik.com