Sebagaimana sudah diperkirakan setiap ada libur panjang terjadi kenaikan kasus COVID-19. Tetapi kali ini bahkan libur akhir tahun belum berakhir, rerata kasus positif (positivity rate) lebih dari 20%.
Data dari KawalCOVID19 menyatakan secara berturut-turut dari tanggal 20 - 23 Desember 2020 positivity rate Indonesia lebih dari 20%, artinya satu dari lima orang yang dites hasilnya positif COVID-19.
Analisa data COVID-19 Indonesia terbaru – dikeluarkan Satgas Penanganan COVID-19 tanggal 20 Desember 2020) memaparkan di bulan Desember tercatat positivity rate tertinggi adalah 26,67% di awal Desember, kemudian ‘sedikit melandai’ menjadi 24,21% pada 19 Desember.
Angka positivity rate ini kontras dengan dua bulan sebelumnya, yang ‘hanya’ 13,86% (terendah 9,76%, tertinggi 20,20%) di Oktober, dan 13,61% (terendah 10,02%, tertinggi 20,20%) pada November. Rekomendasi WHO adalah positivity rate <5%.
Satgas juga menyatakan dalam satu minggu terakhir terjadi kenaikan kasus sebesar 12,1%, dibandingkan minggu lalu. Terdapat 25 provinsi dengan kenaikan kasus signifikan.
Kenaikan tertinggi di DKI Jakarta (24,3% atau 10.611 kasus), disusul Sulawesi Selatan (57,2% atau 2.564 kasus), Jawa Barat naik 11,5%, Jawa Timur naik 9.0% dan Kalimantan Timur naik 29,2%.
Data juga menyebutkan bila angka kematian dalam sepekan ini naik 3 %. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan kenaikan angka kematian tertinggi (naik 20,2% atau 208 kematian), disusul Jawa Timur (11,8%), DKI Jakarta (17,8%), Sumatera Barat (130,8%) dan Lampung naik 40,0%.
Laporan WHO Indonesia menyatakan positivity rate beberapa provinsi meningkat setelah menurunnya testing. Jawa Tengah, Banten, Riau dan Papua Barat menunjukkan pola penurunan testing di bawah standar WHO (sebelumnya sudah sesuai standar WHO).
Di sisi lain DKI Jakarta, Yogyakarta, Sumatra Barat dan Kalimantan Timur berhasil mempertahankan standar testing minimal 1 orang/1000 populasi per pekan. Namun pola penurunan juga terjadi dengan positivity rate yang juga meningkat.
Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia 267 juta jiwa, maka target WHO adalah dilakukannya pemeriksaan PCR kepada 267.000 orang per minggu. Hingga minggu ke tiga Desember, pemerintah telah melakukan tes PCR pada 257.543 orang per minggu, atau 95,39% dari standar WHO).
Jika di hitung rerata tes yang dilakukan per hari, KawalCOVID19 mencatat rerata orang yang dites per hari pada November-Desember 2020 sekitar 33 ribu, sedangkan standar yang ditetapkan WHO adalah 38.500 per hari.
Kematian balita tinggi
Hal lain yang perlu diperhatkan adalah tingginya kasus kematian pada balita dan anak-anak yang lebih besar. Kasus pada anak adalah sekitar 11,3% dari total kasus COVID-19 di Indonesia.
Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Yogi Prawira, SpA(K) menyatakan meski mayoritas anak yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 hanya bergejala ringan, ada sekitar 2% dari total kasus COVID-19 anak di Indonesia yang mengalami gejala berat hingga kritis.
Data satgas menyatakan sebanyak 173 anak-anak usia 0-5 tahun (0,99%) yang positif COVID-19 meninggal. Sedangkan pada kelompok umur 6-18 tahun tercatat 355 (0,62%) anak meninggal akibat COVID-19.
Dengan tingginya kasus COVID-19 pada anak, perlu dipahami bila mereka juga berpotensi menjadi penyebar, bahkan superspreader. Ini didasarkan pada anak-anak <12 tahun tidak diwajibkan melakukan tes COVID-19 sebagai syarat perjalanan ke luar kota di liburan akhir tahun ini.
Anak-anak berisiko terinfeksi dan menjadi penyebar karena interaksi yang lebih sering dari orang dewasa. Anak-anak pun cederung lebih sulit untuk patuh pada protokol kesehatan 3M.
Studi yang dipublikasikan pada Agustus 2020 oleh tim di Massachusetts General Hospital dan Mass General Hospital for Children, di Amerika Serikat, mengungkapkan anak-anak dengan sedikit atau tanpa gejala dapat menyebarkan COVID-19 lebih mudah daripada orang dewasa yang sakit parah.
“Anak-anak tidak kebal dari infeksi ini, dan gejala mereka tidak berhubungan dengan paparan dan infeksi,” kata Alessio Fasano, penulis senior riset tersebut. (jie)