Selain 3M yang wajib dilakukan oleh masyarakat, penanganan pandemi juga bergantung pada 3T -testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan) dan treatment (perawatan) – yang dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah.
Saat ini masih terdapat 28 kabupaten/kota yang tergolong ke dalam zona merah. Dari jumlah tersebut, 5 kabupaten/kota tersebar yang di 3 provinsi, berada di zona merah selama 3 minggu berturut-turut. Daerah tersebut seperti Pemalang dan Pati (Jateng), Kutai Timur dan Kutai Kartanegara (Kaltim), dan Bandar Lampung (Lampung).
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito dalam keterangan pers menyebutkan kondisi itu tidak boleh dibiarkan berjalan terlalu lama. “Jika sebuah wilayah berada di zona merah selama berminggu-minggu, hal ini berarti pemerintah dan masyarakatnya sudah lengah. Untuk itu pemerintah daerah setempat harus berupaya meningkatkan dan memasifkan 3T,” katanya.
Harus diakui Indonesia masih lemah untuk masalah testing. Pemerintah masih terus berusaha agar bisa mencapai angka testing COVID-19 sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Untuk kapasitas secara nasional, dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih dari 267 juta jiwa, diperlukan testing sebanyak 267.000 orang per minggu. Sejak awal Juni hingga minggu ketiga Oktober 2020 ada tren peningkatan jumlah testing, meski kembali melemah pada dua pekan selanjutnya, namun kembali naik hingga pekan lalu.
"Kapasitasnya hampir mendekati target standar WHO, berada di 86,25% pada November minggu kedua. Kondisi ini menjadi evaluasi bersama khususnya bagi pemerintah daerah terkait kapasitas testing," ujar Prof. Wiku saat memberi keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Ia menyerukan perlunya mengevaluasi kemampuan testing, seperti jumlah laboratorium, kemampuan lab melakukan testing dan melaporkannya. Data yang diterima Satgas Penanganan COVID-19, terjadi tren penurunan testing pada hari-hari tertentu, khususnya saat masa liburan.
"Ini harusnya kita hindari, karena kita sudah cukup lama menghadapi pandemi COVID-19. Kami menyayangkan hal ini terjadi mengingat virus ini tidak mengenal hari libur, maka kita tidak lepas tangan dalam kondisi ini," tukas Prof. Wiku.
Ia mengimbau pada pemerintah daerah setempat untuk menambah dan memperbaiki mekanisme operasional laboratorium melalui penambahan jumlah shift petugas laboratorium, dan pemberian insentif yang sepadan dan tentunya koordinasi dengan pemerintah pusat. Selain itu perlu adanya pemeriksaan terkait kesesuaian reagen dengan alat testing yang digunakan.
Penurunan testing diikuti lonjakan kasus
Sebagaimana telah diketahui Satgas Penanganan COVID-19 mencatat penurunan testing dalam libur panjang 28 Oktober – 1 November lalu. Kisaran tes yang dilakukan dalam periode tersebut menunjukkan rata-rata testing hanya di angka 26 ribu orang per hari. Target ideal testing adalah 30 ribu orang per hari.
Data testing spesimen juga menunjukkan penurunan jumlah yang signifikan selama periode libur panjang dan cuti bersama tersebut. Di 28 Oktober pemeriksaan spesimen masih tergolong tinggi yaitu 40.572 spesimen.
Angka tersebut menurun menjadi 34.317 spesimen di 29 Oktober. Dan terus merosot menjadi 24.854 spesimen (30 Oktober), 29.001 spesimen (31 Oktober), dan 23.208 spesimen (1 November).
Dua pekan setelah libur panjang, setelah angka testing kembali naik, terjadi penambahan kasus –sempat pecah rekor- mencapai 5.000 kasus per hari. (jie)