Mencegah osteoporosis tidak cukup dengan konsumsi kalsium saja, tetapi juga memerlukan kombinasi protein, vitamin D, dan olahraga yang bersifat weight bearing.
Berdasarkan data International Osteoporosis Foundation, 1 dari 3 wanita usia di atas 50 tahun dan 1 dari 5 pria di atas 50 tahun berisiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis. Bahkan setiap 3 detik terjadi patah tulang akibat penyakit ini.
Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MKM, MS, SpGK-K, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PB PEROSI) menjelaskan kunci pencegahan osteoporosis adalah dengan gaya hidup sehat dan memenuhi kebutuhan kalsium, protein dan vitamin D harian.
“Selain asupan kalsium, dibutuhkan juga protein dan vitamin D. Yang tak kalah penting adalah olahraga weight bearing (menahan beban/melawan gravitasi),” kata dr. Fiastuti dalam sesi Instagram Live berjudul ‘Love Your Bones, Protect Your Future’, Selasa (20/10/20).
Aktivitas fisik yang bersifat weight bearing, imbuh dr. Fiastuti, memungkinkan kalsium yang dikonsumsi dari makanan lebih mudah masuk ke dalam tulang.
Olahraga yang memberi tekanan pada tulang merangsang timbunan ekstra kalsium dan mendorong sel pembentuk tulang (osteoblast) untuk bertindak.
Tulang merupakan organ yang berongga, ini membuatnya memiliki elastisitas (dalam batas tertentu) sekaligus kuat. Mekanisme menarik dan mendorong di tulang yang terjadi selama olahraga weight bearing akan memberikan tekanan. Hasilnya adalah tulang yang lebih kuat dan padat.
Yang termasuk olahraga weight bearing seperti olahraga aerobik misalnya jalan kaki, jogging, lari, naik turun tangga, lompat tali atau berdansa. Bisa juga dengan angkat beban.
Secara umum, aktivitas intensitas tinggi berdampak lebih nyata pada tulang, daripada olahraga intensitas rendah. Kecepatan juga merupakan faktor, jogging atau aerobik cepat akan lebih memperkuat tulang daripada gerakan yang lebih santai.
Dan perlu diingat bahwa hanya tulang-tulang yang menahan beban latihan yang akan mendapat manfaat. Misalnya, berjalan atau berlari hanya melindungi tulang di tubuh bagian bawah, termasuk pinggul.
Semakin tua semakin cepat penghancuran tulang
Proses pembentukan dan pemadatan tulang terjadi dari bayi hingga sampai puncaknya di usia 30 tahunan.
Dr. dr. Rudy Hidayat, SpPD-KR, FINASIM, menjelaskan penting untuk ‘menabung’ kalsium sebanyak-banyaknya hingga massa puncak tulang (peak bone mass).
“Setelah usia 30 ada penurunan kepadatan tulang, dan pada menopause penurunannya lebih cepat lagi. Kita perlu mengejar setinggi mungkin puncak massa tulang. Sehingga ketika terjadi penurunan kepadatan tulang tidak sampai kekurangan kalsium,” katanya.
European Journal of Physical and Rehabilitation Medicine (2005) menyatakan penurunan kepadatan tulang pada wanita postmenopause meningkat seiring usia, sebanyak 0,6%, 1,1% dan 2,1% per tahun pada usia 60-69 tahun, 70-79 tahun dan >80 tahun.
Bahkan peneliti spesifik mencatat adanya kehilangan massa tulang sebanyak 1,5% per tahun di area panggul, dan 1,1% - 1,4% di area leher dalam waktu 4-5 tahun setelah menopause.
Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena ia tidak bergejala sampai terjadi patah tulang. “Itu sebabnya penting melakukan deteksi dini dengan pemeriksaan kepadatan tulang (bone mineral density /BMD),” tukas dr. Rudy.
“Pemeriksaan ini menggunakan sinar x yang rendah sekali, bahkah lebih rendah dari rontgen biasa. Dilakukan 6 bulan sampai 1 tahun sekali. Pemeriksaan ini tidak invasif dan menyakitkan.” (jie)
Baca juga : Awas, Remaja Juga Berisiko Osteoporosis