COVID-19 diketahui menyerang saluran napas kita. Tetapi para ahli juga menemukan bila infeksi virus corona juga bisa berdampak jangka panjang pada mereka yang sudah sembuh, salah satunya mempengaruhi fungsi kognitif otak.
Sebelumnya dokter-dokter di Chicago, AS menemukan sekitar 40% pasien COVID-19 menunjukkan gejala neurologis (berhubungan dengan saraf) sejak awal, dan lebih dari 30% di antaranya mengalami gangguan kognitif (memori dan atensi).
Namun, penelitian baru sekarang menunjukkan bahwa mungkin ada konsekuensi neurologis jangka panjang pada mereka yang selamat dari infeksi COVID-19.
Yang paling mengganggu adalah semakin banyak bukti bahwa mungkin ada kerusakan otak ringan yang terjadi pada banyak orang yang selamat, menyebabkan masalah kognitif, perilaku dan psikologis yang menyebar namun tidak kentara. Ini menjadi efek jangka panjang yang tersembunyi.
Bagaimana virus corona merusak otak
Dilansir dari health.harvard.edu, virus corona bisa menyebabkan kerusakan otak secara langsung akibat ensefalitis (radang di jaringan parenkim otak).
Dalam satu penelitian di Inggris terhadap 12 pasien ensefalitis, satu orang sembuh total, 10 sembuh sebagian dan satu meninggal. Studi ini juga menemukan bahwa sejumlah pasien COVID-19 mengalami stroke.
Sejumlah dokter di Kanada menemukan bahwa mereka yang berusia di atas 70 tahun berisiko sangat tinggi terkena stroke terkait COVID-19. Tetapi mereka juga mencatat bila individu muda tujuh kali lebih mungkin terkena stroke akibat virus ini, dibanding virus flu biasa.
Data otopsi dari pasien COVID-19 di Finlandia menunjukkan bahwa penyebab utama kerusakan otak lainnya adalah kekurangan oksigen.
Dampak kognitif utama
Pada orang yang sembuh dari unit perawatan intensif (ICU) - yang dirawat karena gagal pernapasan akut atau syok - sepertiga orang menunjukkan tingkat kerusakan kognitif sebanding dengan mereka yang mengalami cedera otak sedang.
Dalam kehidupan sehari-hari, efek kognitif seperti dapat menyebabkan kesulitan dalam mengelola obat-obatan, mengelola keuangan, memahami materi tertulis, dan bahkan melakukan percakapan dengan teman dan keluarga.
Efek psikologis jangka panjang yang biasa diamati termasuk kecemasan, depresi dan stres pasca-trauma (PTSD).
Efek kognitif jangka panjang dari infeksi COVID
Menurut para peneliti dari China efek jangka panjang infeksi COVID-19, bahkan pada mereka yang sudah sembuh, terkait dengan proses inflamasi yang mendasarinya. Tetapi kemungkinan besar pasien COVID-19 juga menderita silent stroke atau kekurangan oksigen yang merusak otak mereka.
Stroke akibat COVID-19 bisa terjadi, terutama pada mereka yang berusia di atas 70 tahun. Dan, silent stroke sering terjadi. Ini merupakan faktor risiko baik untuk stroke besar maupun demensia (pikun).
Silent stroke biasanya memengaruhi materi putih otak, area di antara sel-sel otak yang memungkinkan berbagai bagian otak untuk saling berkomunikasi. Area ini penting untuk perhatian, dan bila rusak, perhatian yang berkelanjutan terganggu. (jie)