Dalam akun Twitter resminya (@PB IDI), Ikatan Dokter Indonesia menyatakan hingga 10 September 2020 sudah 109 dokter yang meninggal akibat COVID-19.
Melalui survei yang dilakukan Tim Mitigasi IDI dokter yang meninggal tersebut mencakup tujuh orang guru besar, 53 dokter umum dan 49 dokter spesialis. “Berdasarkan wilayah, Jawa Timur menjadi wilayah dengan jumlah dokter yang gugur terbanyak mencapai 29 dokter,” tulisnya.
Lima urutan teratas ditempati oleh Jawa Timur (29 dokter), Sumatera Utara (20 dokter), DKI Jakarta (13 dokter), Jawa Barat (10 dokter) dan Jawa Tengah (8 dokter).
IDI juga menyampaikan bila identifikasi dan investigasi lebih jauh sedang diupayakan oleh Tim Mitigasi terkait tingginya rasio kematian tenaga kesehatan di Indonesia. “Namun, tentunya diperlukan upaya bersama yang lebih optimal lagi untuk mencegah kejadian di masa yang akan datang,” imbuh IDI.
“Masa-masa saat ini adalah masa yang tidak mudah untuk semuanya. Mari bergandengan tangan dan berupaya bersama. Yang bisa kita lakukan di tingkat individu tentu dengan menerapkan perilaku dan protokol kesehatan dengan baik agar tidak terjadi penularan yang lebih luas lagi,” himbau IDI dalam Twitternya.
Beban nakes yang overload
Tingginya kasus penyebaran COVID-19 di masyarakat menyebabkan risiko yang harus dihadapi dokter dan tenaga kesehatan (nakes) lainnya juga tinggi.
Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menunjukkan bahwa akumulasi kasus positif COVID-19 mencapai 207.203 kasus hingga 10 September 2020, setelah bertambah 3.861 orang dalam sehari.
"Perkembangan situasi pandemi di berbagai wilayah, itu semua mempengaruhi kondisi para petugas medis di lapangan termasuk dokter yang kita ketahui masih aktif melayani sepanjang pandemi ini," ujar dr.Halik Malik, Anggota Bidang Kesekretariatan, Protokoler dan Public Relations PB IDI, dilansir dari Kompas.
Berdasarkan data dari Pandemic Talk, platform informasi dan data seputar COVID-19 di Indonesia dari spectrum sains dan ekosospol, kematian nakes (tenaga kesehatan) di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Penyebabnya adalah antara lain oleh sistem dan kapasitas rumah sakit yang mulai penuh.
Data dari Kementerian Kesehatan per 5 September 2020 menyatakan setidaknya ada 10 daerah yang tingkat hunian rumah sakit untuk COVID-19 lebih dari 50%. Daerah tersebut antara lain Bali (98%), DKI Jakarta (83%), Sulawesi Tenggara (68%), Kalimantan Timur (61%), Banten (57%) dan Jawa Tengah (55%).
Semakin penuhnya kapasitas rumah sakit ini pula yang menyebabkan pemprov DKI Jakarta kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) penuh kembali, dimulai Senin (14/9/2020).
Saat itu dalam konferensi pers Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bila jika tidak menarik ‘rem darurat’ (PSBB) walau sudah menambah kapasitas tempat tidur hingga 20% atau 4807 tempat tidur (dari awalnya 4053 tempat tidur) diperkirakan tetap akan penuh pada Oktober 2020. (jie)