Sistem imun anak penyandang autis bisa memproduksi kekebalan baru terhadap nutrisi tertentu. ”Terjadi intoleransi makanan dan muncul reaksi berupa sakit perut, sakit kepala, menangis berlebihan, sensitif terhadap suara, depresi,” ujar Prof. DR. F. G. Winarno, Rektor Unika Atma Jaya, Jakarta.
Makanan yang tidak tercerna akan mengendap di usus dan menjadi racun. Hal ini dimanfaatkan oleh jamur/bakteri patogen. Flora usus jadi terganggu; bakteri patogen mendominasi dan menyebabkan luka pada dinding usus dan terjadi kebocoran usus. Racun dan nutrisi yang tidak tercerna masuk ke dalam darah melalui cara yang tidak seharusnya.
Anak autis harus dihindarkan dari makanan yang mengandung gluten (protein gandum) dan kasein (protein susu sapi), sampai anak usia 3 tahun. Terbukti, pemberian makanan bebas gluten dan kasein pada anak autis hasilnya positif.
Di usus halus, gluten dipecah menjadi beberapa hasil sampingan; salah satunya gluteomorfin, dan kasein menjadi kasomorfin. Bagi anak autis keduanya bisa memengaruhi otak seperti obat-obatan halusinogenik; memunculkan reaksi opioid di otak. ”Efeknya seperti habis mengonsumsi morfin atau heroin,” terang Prof. Winarno.
Kondisi ini mengurangi keinginan untuk berinteraksi sosial dan meningkatkan kebingungan. Disimpulkan, anak autis kehilangan enzim yang normalnya memecah peptida menjadi bentuk yang bisa dicerna.
Untuk menghindari gluten, hindari makanan yang mengandung tepung terigu; ganti dengan tepung beras, kacang hijau atau tapioka. Untuk menghindari kasein, diskusikan dengan dokter untuk mengganti susu sapi dengan susu kedelai. Karena, ada anak autis yang intoleran terhadap kedelai.
Makanan lain yang perlu dihindari: telur, tomat, terong, alpokat, cabe merah, jagung, kacang tanah dan kentang. Hindari seafood karena mungkin tercemar logam berat, serta minuman dan makanan dengan pemanis, pengawet dan pewarna (soda, permen, dll). Kentang sebaiknya dihindari karena sulit dicerna anak autis.
Makanan yang dianjurkan yakni kacang-kacangan (kapri, kacang panjang, kacang polong), beras (merah atau putih), brokoli, wortel, asparagus, bayam, daun katuk. “Tambahkan suplemen vitamin A, C, B6, B12, magnesium, asam folat, omega-3 dan probiotik,” imbuh Prof. Winarno.
Pilih buah dan sayur organik yang bebas pestisida. Biasakan membaca label pada kemasan makanan, untuk menghindari kandungan gluten, kasein, dll. Untuk makanan pengganti, konsultasi ke dokter/ahli gizi yang mendalami masalah autisme.
Hasil tes alergi biasanya negatif dan tidak menunjukkan gejala spesifik. Perlu dilakukan tes Spesific Anti Bodies (IgE). (nid-jie)