Virus Corona mungkin bisa ditularkan lewat hubungan seks. Peneliti menemukan virus corona terdeteksi di 38 sampel sperma penderita COVID-19. Bahkan juga ditemukan di sampel sperma penyintas COVID-19.
Beberapa ahli penyakit infeksi tidak terlalu terkejut dengan penelitian tersebut. Mereka berkaca dari hal yang sama pada kasus virus Zika dan Ebola lalu. Tetapi perlu dicatat, riset di China ini tidak bisa membuktikan dengan pasti bila virus corona bisa menular lewat hubungan seks; melainkan masih kemungkinan.
Penemuan ini berarti sebaiknya untuk ‘puasa’ melakukan hubungan seks bila Anda terkonfirmasi positif COVID-19 dan selama masa penyembuhan. Atau paling tidak menggunakan pelindung (kondom) jika akan melakukan hubungan seks.
Riset ini dilakukan di Shangqui Municipal Hospital, di Provinsi Henan, China. Peneliti mengambil sampel sperma dari 38 pria berusia 15 tahun ke atas yang dinyatakan positif COVID-19 antara 26 Januari – 16 Februari 2020; 15 orang masih dalam fase infeksi akut, sisanya (23 orang) sudah sembuh.
Hasil penelitian menemukan virus SARS-CoV-2 (nama resmi virus yang menyebabkan COVID-19) di cairan sperma seperempat pasien yang masih di fase infeksi akut. Tetapi peneliti lebih menekankan pada 8,7% dari penyintas juga masih memiliki jejak virus corona dalam cairan spermanya. Riset ini diterbitkan dalam jurnal medis JAMA (Journal of American Medical Association).
Tidak ada tren kondisi tertentu yang terlihat pada pria yang sampel spermanya mengandung virus corona. Usia mereka berkisar antara 20-50 tahun, tiga orang memiliki penyakit penyerta, dan gejala infeksi mulai muncul antara 6 -16 hari sebelum memberikan sampel sperma.
Sayangnya peneliti tidak melakukan tindak lanjut untuk melihat apakah virus bertahan lama pada cairan sperma. Dr. Diangeng Li, penulis riset dari Chinese People’s Liberation Army General Hospital mengatakan, “Jika dalam penelitian selanjutnya bisa dibuktikan bila SARS-CoV-2 bisa ditularkan lewat hubungan seks, transmisi seksual akan menjadi salah satu upaya pencegahan penularan yang penting, terutama melihat fakta bila virus ini terdeteksi pada pasien yang sudah sembuh.”
Ia menambahkan, walau virus tidak bisa menggandakan diri dalam sistem reproduksi pria, tetapi mampu bertahan hidup. Tidak melakukan hubungan seks atau menggunakan kondom adalah bagian upaya pencegahan penyebaran virus corona pada mereka yang sudah terinfeksi.
“Menghindari paparan saliva (air liur) saja bisa tidak cukup, terutama virus SARS-CoV-2 yang bertahan hidup dalam sperma berpotensi menginfeksi orang lain,” katanya.
Riset lain mengatakan sebaliknya
Saat ini masih sedikit yang diketahui tentang apakah virus corona yang terdeteksi di sperma berkontribusi pada penyebaran infeksi.
Menurut Ricard Sharpe, profesor kesehatan reproduksi di University of Edinburg, riset dari China tersebut membuka kemungkinan baru untuk memahami penyebaran COVID-19. Tetapi, “Banyak pertanyaan yang tidak terjawab dalam riset tersebut, seperti berapa lama virus mampu bertahan hidup dalam sperma setelah pasien sembuh,” katanya.
Namun dalam riset lain yang dilakukan oleh tim dari Tongji Medical College, China, tidak ditemukan bukti adanya virus di 34 pria. Studi ini dilakukan pada penyintas COVID-19 dengan gejala ringan. Diterbitkan di journal Fertility and Sterility.
Tetapi peneliti menyimpulkan bila mereka tidak bisa mengesampingkan kemungkinan virus akan ada dalam cairan sperma selama periode infeksi. Dr James Hotaling, salah satu penulis riset mengatakan, “Jika penyakit seperti COVID-19 bisa ditularkan secara seksual akan memberi dampak yang besar bagi upaya pencegahan penyakit.”
Ia juga mengingatkan bila ini bisa memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan reproduksi pria jangka panjang. Virus corona juga ditemukan di sample tinja dan urin, tetapi ini tidak selalu berarti bisa menjadi media penularan penyakit. (jie)