Swiss chard, sayur yang masih ‘kerabat’ dekat dengan kale ini mungkin masih asing bagi sebagian orang Indonesia. Sayuran ini biasa dipakai untuk masakan Mediterania. Oleh para ahli nutrisi makanan, Swiss chard digolongkan sebagai ‘super food’ penurun gula darah.
Menilik dari namanya, sayuran justru tidak berasal dari Switzerland, tapi jauh ke Utara di daerah Yunani dan sekitarnya. Daunnya berwarna hijau gelap mengkilap, dengan tulang daun berwarna putih. Selain itu, ada pula varian dari swiss chard dengan tulang daun berwarna merah dan kuning.
Ada sebabnya kenapa daun swiss chard digolongkan sebagai ‘super food’. Peneliti menemukan setidaknya ada 13 jenis antioksidan polifenol berbeda di dalamnya. Salah satunya adalah kaempferol, sebuah flavonoid (zat aktif tanaman, biasanya ada dalam pigmen/zat warna tanaman) bersifat kardioprotektif (pelindung jantung), yang juga ditemukan dalam brokoli, kale dan strawberi.
Namun, flavonoid utama dari swiss chard adalah asam syringic (syringic acid). Senyawa aktif ini ditengarai mampu berperan dalam menurunkan gula darah. Yakni menghambat aktivitas enzim alfa-glukosidase. Ketika enzim ini terhambat, jumlah karbohidrat yang dipecah tubuh menjadi gula sederhana lebih sedikit. Hasilnya, kadar gula darah tetap stabil.
Riset oleh Jayachandran Muthukumaran, Subramani Srinivasan, dkk., pada tikus yang dibuat menderita diabetes kemudian diberi suntikan asam syringic memberi hasil yang positif. Tikus diberi suntikan asam syringic 50mg/kg berat badan selama 30 hari.
Hasilnya didapati glukosa dalam darah turun signifikan dibarengi naiknya plasma insulin dan level C-peptida (bentuk produksi lain sel beta pankreas, selain insulin). Diketahui pula plasma darah dan komponen glikoprotein berubah ke arah normal.
Lebih jauh, daun swiss chard tergolong tinggi serat, sekitar 3,5 gram per mangkuk ukuran sedang. Demikian pula proteinnya, sekitar 3,5 gram per mangkuk sedang. Serat dan protein adalah kombinasi yang baik untuk mempertahankan kadar gula darah.
Antioksidan lain
Tampaknya, swiss chard juga bermanfaat bagi kesehatan lever (hati). Namun, peneliti belum yakin nutrisi mana yang memberi efek demikian. Riset berulang pada hewan menunjukkan adanya efek hepatoprotektor (pelindung hati) pada hewan uji yang menderita diabetes.
Swiss chard merupakan sumber fitonutrisi (zat kimia tumbuhan) unik yang disebut betalain – juga ada pada pada buah bit. Betalain ditemukan dalam pigmen merah-ungu, begitu juga pada warna kuning (betaxanthin).
Dalam tulang daun yang kekuningan, peneliti setidaknya mampu mengidentifikasi 19 jenis betaxanthin, seperti histamine-betaxanthin, alanine-betaxanthin dan tyramine-betaxanthin. Nama-nama ilmiah yang sukar diingat tersebut merupakan antioksidan, anti-inflamasi dan zat pembantu detoksifikasi (pembuangan racun).
The Goerge Mateljan Foundation, sebuah yayasan internasional tentang pangan sehat menulis, sebagai zat anti-inflamasi, fitonutrisi di atas bekerja dengan beberapa cara. Pertama, mengubah aktivitas enzim pro-inflamatory (pemicu peradangan). Kedua, menghambat produksi molekul yang bertugas mengantarkan pesan untuk membentuk mekanisme inflamasi.
Lantas bagaimana memasak swiss chard untuk mendapatkan manfaat antioksidannya? Salah satu metode memasak swiss chard yang direkomendasikan adalah cukup dengan merebusnya.
Selain untuk mengeluarkan rasa manis, juga untuk membuang kadungan asam di dalamnya. Jangan gunakan air rebusan sebagai kaldu sayur, karena mengandung asam. (jie)