Tulang rapuh dan mudah patah identik dengan usia tua. Namun, anak-anak dengan kelainan tulang osteogenesis imperfecta (OI) memiliki tulang yang bahkan lebih renta daripada orang tua. “Anak dengan OI memiliki tulang yang rapuh, kecil, tipis, dan mudah patah. Umumnya disebabkan oleh perubahan atau mutase kolagen, bahan dasar pembentukan tulang,” terang dr. Margaret Zacharin dari Royal Children Hospital, Melbourne, Australia, kala berkunjung ke Jakarta.
OI tergolong penyakit langka. Di dunia, prevalensinya diperkirakan 1 dari 10.000 sampai 1 dari 20.000 orang. Namun bila kita perhatikan sekeliling kita, rasanya tidak terlalu sulit menemukan penyandang OI. Pasti pernah melihat anak atau orang dewasa bertubuh kecil dengan tulang-tulang bengkok khas OI.
Penyandang OI memiliki kemungkinan 50% menurunkan kondisinya ke anaknya. Namun, OI juga bisa muncul secara acak, tanpa faktor keturunan.
Ada banyak tipe OI, dari yang paling ringan sampai paling berat. Sebagian besar OI bisa dikenali sejak dini. “Bayi bisa terlahir dengan kondisi patah tulang di beberapa tempat; misalnya di lengan atau kaki,” ujar dr. Margaret. Ciri lain, kaki atau alat gerak sangat membengkok, dan seiring bertambahnya usia pembengkokan tulang makin memburuk. Gigi pun kadang bermasalah; berwarna kecoklatan dan mudah patah. Pada OI tipe I dan III, terkadang sklera (bagian putih mata) berwarna kebiruan karena serat kolagen terlalu tipis.
Masa pubertas adalah saat krusial bagi penyandang OI. Sekitar 50% proses pertumbuhan tulang terjadi saat pubertas. Tulang anak perempuan menjadi lebih padat, dan tulang anak laki-laki menjadi lebih besar. “Pada pasien OI, masa puber terlambat sehingga pertumbuhan tulang tidak optimal, dan ringkih,” lanjutnya. Tulang mereka yang pada dasarnya sudah rapuh dan bengkok, ditambah pertumbuhan tulang tidak optimal saat puber, tulang pun maki rapuh lagi.
Masalah yang ditimbulkan OI tak sekadar penampilan fisik yang berbeda. Karena tulang-tulang kaki bengkok dan sendi terlalu lentur, penyandang OI jadi sulit berdiri apalagi berjalan, dan kaki terasa nyeri. Mereka pun mudah jatuh, sehingga sering mengalami patah tulang. Menulis juga terasa sulit karena sendi-sendi jari terlalu lentur. Proses perjalanan penyakit yang sama terjadi pada tulang telinga. “Sekitar 50% pasien OI tuli setelah usia 50 tahun,” ujar dr. Margaret.
Tulang belakang yang harusnya tebal seperti balok, pada penyandang OI malah tipis, mudah patah, dan bengkok. “Meski tidak patah, tulang membengkok dan menekan syaraf-syaraf hingga menyebabkan nyeri. Sulit bagi penyandang OI untuk mengambil posisi yang nyaman,” terang dr. Margaret. Tulang tengkorak yang lunak bisa menimbulkan tekanan pada otak. Akibatnya muncul gangguan pernafasan, sakit kepala, gangguan gerakan mata, kelemahan anggota tubuh, dan lain-lain. Juga, terasa nyeri saat mengunyah, serta gangguan nafas saat tidur.
Tulang iga pun bengkok-bengkok dan mudah patah, membuat rongga dada sempit dan bentuknya asimetris. “Paru-paru pun tertekan sehingga mereka rentan terkena penyakit paru. Bisa terjadi gagal jantung karena jantung sulit memompa darah,” paparnya.
Hal serupa terjadi pada bagian pinggul. Pinggul tertekan sehingga penyandang OI tidak bisa berjalan dengan baik, merasa nyeri, mengalami gangguan buang air besar (BAB). Pada perempuan, proses melahirkan akan terganggu.
OI belum bisa disembuhkan sepenuhnya, tapi ada obat yang bisa digunakan untuk memperkuat tulang. Bagaimana mengobati dan merawat anak dengan OI? Simak artikel berikutnya. (nid)
____________________________________________
Foto: dok. OTC Digest