Angka alergi pada anak Indonesia cukup tinggi, meski tidak ada data pasti. Dari penelitian di sekolah dasar di beberapa kota, yang paling banyak adalah pilek alergi (20%). Asma 5-10%, dan alergi pada kulit 5%.
Alergi merupakan kondisi di mana tubuh bereaksi berlebihan terhadap bahan tertentu, yang disebut alergen. Saat ada benda asing masuk, tubuh berusaha melawan dan mengeluarkan. Reaksi yang berlebihan justru akan mengganggu tubuh kita sendiri.
Misalnya ketika memasuki ruangan berdebu. Secara alamiah, kita akan bersin-bersin dan batuk. Pada orang tanpa alergi, gangguan segera hilang saat meninggalkan ruangan tersebut. “Pada mereka yang pilek alergi, akibatnya bisa berkepanjangan hingga berhari-hari. Yang memiliki asma bisa timbul serangan, dan kalau tidak segera diobati bisa masuk UGD,” terang Prof. Dr. dr. Samsurizal Djauzi, Sp.PD-KAI, FINASIM, Guru Besar FK Universitas Indonesia, Jakarta.
Sejak lahir hingga usia 2-3 tahun, anak paling sering mengalami alergi susu sapi karena ini paling banyak dikonsumsi anak, sementara saluran pencernaannya belum matang. Ciri-cirinya yang mudah dikenali yakni ruam kulit disertai diare berdarah.
Gejala lain yang kadang luput dari perhatian misalnya bayi sering muntah/gumoh; kembung hingga sering cegukan dan buang angin; rewel; gelisah terutama di malam hari; napas berbunyi ‘grok-grok’ terutama pagi dan malam hari; sering bersin dan pilek dengan hingus encer jernih; hidung mampet sebelah.
Menurut Dr. dr. Zakiudin Munasir, Sp.A(K) dari FKUI/RSCM, Jakarta perlu mewaspadai yang disebut allergy march (barisan alergi). Bila alergi susu sapi tidak ditangani dengan baik, alergi bisa berkembang menjadi rinitis (pilek alergi), dan bila terus didiamkan berpotensi menjadi asma.
“Ada teori keseimbangan, sejak kehamilan sampai anak usia 2-3 tahun, alergi dominan dan setelah itu hilang. Akan muncul lagi saat kondisi fisik kurang baik. Jadi, kalau asma anak sembuh, jangan puas dulu karena nanti bisa muncul lagi,” imbuh dr. Zaki. (jie,nid)
Bersambung ke : Peran Inflamasi Dalam Proses Alergi