Menurunkan angka stunting pada balita menjadi salah satu prioritas program pemerintah. Tetapi tahukan Anda bila stunting bisa dimulai sejak bayi masih dalam kandungan, yakni bila ibu mengalami anemia defesiensi besi.
Stunting intrauterin atau yang terjadi di masa kehamilan berisiko terjadi bila ibu mengalami anemia defisiensi besi dan kurang gizi kronis selama kehamilan. Ini seperti efek bola salju, anemia meningkatkan risiko BBLR dan kelahiran prematur, yang mana keduanya juga adalah faktor risiko terjadinya stunting pada bayi.
Dr. Ari Waluyo, SpOG, Co-Founder & Chief Executive Officer Sehati Group, menjelaskan pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) berisiko 20% mengalami stunting. Ini artinya pencegahan stunting harus dimulai sejak dini, sejak masa kehamilan, bahkan sebelum mengandung.
Riset yang dilakukan oleh Ni Ketut Aryastami, dkk., menyatakan berat bayi lahir rendah (BBLR) merupakan prediktor paling dominan terkait stunting pada bayi usia 12-23 bulan di Indonesia. Studi ini dipublikasikan di jurnal medis BMC Nutrition tahun 2017.
“Harus dipastikan bila ibu hamil tidak mengalami anemia defisensi besi dan kurang energi kronis serta tidak dengan faktor risiko yang banyak, sehingga bayi yang dilahirkan juga dengan kondisi yang baik,” ungkap dr. Ari.
Gejala anemia saat kehamilan sama seperti anemia defesiensi besi pada umumnya, seperti mudah letih, sering lupa dan kesulitan konsentrasi.
Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin (Hb) <11 g/dL. Hb adalah komponen dalam sel darah merah yang bertugas mengambil oksigen dari paru dan mendistribusikannya ke seluruh sel tubuh. Bila kadar Hb rendah, otomatis pasokan oksigen berkurang. Akibatnya tubuh mudah capek, lemah, letih, lesu dan kinerja otak terganggu hingga sulit konsentrasi dan mudah lupa.
Menurut dr. Ari, secara alamiah pada masa kehamilan terjadi proses pengenceran darah akibat bertambahnya plasma (cairan) darah. Ini membuat kadar Hb turun.
“Apabila sebelum hamil sudah kekurangan Hb, maka selama kehamilan anemia yang dialami akan lebih parah. Sebaiknya sebelum hamil Hb-nya harus sudah baik. Pemberian suplementasi zat besi selama kehamilan juga akan membantu agar kadar Hb normal,” kata dr. Ari di sela-sela acara Sehati Group Dukung Pemerintah Indonesia Bangun Manusia yang Unggul, Sehat dan Berkualitas melalui Solusi Sehati TeleCTG, di Jakarta (16/12/2019).
Penelitian menyatakan anemia selama kehamilan akan berdampak pada ibu dan janin. Anemia pada trimester I dan II berisiko menyebabkan prematuritas (bayi lahir prematur), berat badan lahir rendah (BBLR), hingga terjadinya cacat bawaan.
Efek jangka panjang, tumbuh-kembang dan kecerdasan anak bisa terganggu – mengalami stunting - bila ibu mengalami anemia zat besi selama hamil. Cadangan zat besi anak pun lebih rendah saat dilahirkan dan ibu berisiko menderita anemia selama menyusui. (jie)
Baca juga : Mencegah Anemia Selama Kehamilan