John Malouff, University of New England
Rata-rata orang Australia mengaku berhubungan seks satu atau dua kali dalam seminggu. Orang Inggris mengaku belum tentu berhubungan seks sekali dalam seminggu. Sementara, warga Amerika Serikat berhubungan seks dua sampai tiga kali seminggu.
Tentu kita tidak dapat mengetahui dengan pasti seberapa sering seseorang berhubungan seks. Orang bisa salah memberitahu frekuensi aktivitas seksualnya, baik sengaja maupun tidak. Namun, data perkiraan ini dibuat berdasarkan sampel yang representatif sehingga dapat dijadikan acuan.
Apa yang dimaksud dengan berhubungan seks?
Beberapa studi bertanya secara general mengenai frekuensi hubungan seksual; tapi ada juga studi lain yang mengartikannya secara spesifik, seperti “kegiatan bersama orang lain yang melibatkan kontak alat kelamin dan gairah seksual”.
Baca juga: Berapa lama biasanya hubungan seks berlangsung?
Tentu saja, angka rata-rata tidak menggambarkan keberagaman populasi. Beberapa orang, baik yang sedang menjalani hubungan atau tidak, menyatakan tidak pernah atau hampir tidak pernah berhubungan seksual. Sementara yang lain berhubungan seksual setiap hari.
Aktivitas seksual setiap orang berbeda dari tahun ke tahun, tergantung pada kesempatan melakukan hubungan seksual, kondisi kesehatan, dan faktor lainnya.
Mengapa rata-ratanya satu atau dua kali seminggu?
Seberapa sering kita berhubungan seksual tergantung pada faktor genetik, biologis, dan kondisi kehidupan kita.
Secara biologis, bila pasangan bersetubuh paling tidak dua kali dalam seminggu, pembuahan bisa terjadi paling tidak sekali selama periode subur perempuan yang terjadi enam hari dalam sebulan. Oleh karena itu, pasangan seperti ini lebih besar kemungkinannya untuk bereproduksi dibandingkan dengan pasangan yang jarang berhubungan seks.
Keberhasilan reproduksi dapat mengarah pada penyaringan perilaku genetik. Dengan kata lain, orang-orang yang sering berhubungan seks lebih besar kemungkinannya mendapatkan anak, sehingga gen mereka akan tersimpan dalam lungkang gen (gene pool).
Namun, tingkat dorongan genetik untuk berhubungan seksual bisa bervariasi pada setiap orang.
Kondisi hidup kita bisa berperan dalam frekuensi hubungan seksual, terutama karena ada hal lain yang perlu kita perhatikan: pekerjaan kantor, mengurus anak, mengurus rumah tangga, dan juga ponsel pintar and ragam pilihan hiburan lainnya.
Nyatanya, dalam beberapa dekade terakhir, frekuensi hubungan seksual orang Australia dan AS berkurang.
Pada tahun 2013, orang Australia berhubungan seks 20 kali lebih sedikit dibandingkan satu dekade sebelumnya. Sementara pada tahun 2014, orang AS berhubungan seks sembilan kali lebih sedikit dibandingkan dekade sebelumnya.
Baca juga: Paruh baya punya problem seks? Penelitian terbaru tunjukkan hal ini lazim terjadi
Siapa yang paling sering dan jarang berhubungan seks?
Tidak mengejutkan, orang yang sudah memiliki pasangan tetap lebih sering berhubungan seks daripada mereka yang tidak. Dan orang yang baru memulai hubungan seksual cenderung melakukannya lebih sering ketimbang yang lain.
Orang cenderung mengurangi aktivitas seksual saat pasangannya hamil tua dan beberapa tahun setelah melahirkan. Kurangnya kesempatan dan kesehatan yang buruk juga berhubungan dengan rendahnya jumlah hubungan seksual.
Salah satu hal yang paling mempengaruhi rendahnya frekuensi aktivitas seks seseorang adalah penuaan. Frekuensi melakukan hubungan seks menurun seiring dengan bertambahnya umur.
Tidak ada yang tahu pasti mengapa demikian, namun mungkin saja karena banyak lansia telah mencurahkan banyak waktu dalam suatu hubungan. Kepuasan atas suatu hubungan yang cenderung berkurang dari waktu ke waktu mungkin saja menyebabkan menurunnya gairah seks terhadap pasangan.
Baca juga: Siapa menghindari seks, dan mengapa?
Pun dengan kondisi kesehatan. Seiring bertambahnya umur, orang akan mengalami berbagai masalah kesehatan dan menjadi kurang energik. Semakin tua seorang pria, maka bisa saja semakin kehilangan kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi.
Sering berhubungan seks tidak serta-merta membuat kita bahagia
Banyak orang menikmati hubungan seksual dan meyakini hal tersebut menambah kebahagiaannya.
Semakin sering berhubungan seks, semakin pasangan merasa puas dengan hubungannya—namun hanya sampai pada batas tertentu; batas tersebut adalah sekali dalam seminggu. Pada tingkat yang lebih tinggi dari itu, kepuasan sepertinya tidak berhubungan dengan seberapa sering hubungan seks dilakukan.
Secara psikologis, pasangan cenderung lebih bahagia apabila mereka berhubungan seks sesuai yang mereka inginkan.
Namun persepsi mereka tentang seberapa sering pasangan lain berhubungan seks juga mempengaruhi. Para pasangan lebih bahagia apabila mengira mereka lebih sering berhubungan seks dibanding pasangan lain.
Dalam suatu studi, peneliti secara acak menugaskan beberapa pasangan untuk menggandakan frekuensi seks mereka selama 90 hari.
Para pasangan ini meningkatkan hubungan seksual mereka, namun tingkat kepuasan yang diperoleh tidak sampai dua kali lipat. Setelah tiga bulan, suasana hati para pasangan tersebut secara drastis turun dan kesukaannya terhadap seks lebih rendah dibandingkan pasangan yang frekuensinya terkontrol.
Sekitar setengah orang Australia yang sudah menikah puas dengan frekuensi seksnya. Begitu juga dengan lebih dari setengah orang Australia yang belum menikah.
Kualitas dan kuantitas pengalaman seksual mungkin menjadi penting dalam kepuasan akan hubungan. Faktor-faktor seperti durasi pengalaman seksual, keadaan suasana hati, variasi, dan komunikasi yang baik rupanya berkaitan dengan kepuasan seksual.
Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris
John Malouff, Associate Professor, School of Behavioural, Cognitive and Social Sciences, University of New England
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
_____________________________________________