Sekian lama menikah, tapi tidak juga punya anak. Ini dialami oleh 10-15% pasangan. Penyebabnya, banyak. Bisa dari pihak suami, istri, atau keduanya. Tentu, perlu dicari apa penyebabnya, dan dilakukan pengobatan.Misalnya dengan inseminasi intra rahim. Pada prosedur ini, sperma yang sudah diseleksi disemprotkan ke rahim calon ibu.
Sayang, angka keberhasilan inseminasi relatif rendah, yakni 4% per siklus. Dan bila sudah dilakukan empat kali, sebaiknya tidak dilanjutkan lagi. “Berdasarkan studi, keberhasilan inseminasi meningkat secara kumulatif, tapi pada siklus kelima tidak meningkatkan angka keberhasilan. Mencoba inseminasi lagi akan membuang uang. Lebih baik langsung mencoba bayi tabung,” papar dr Beelonie, Sp.OG(K), BMedSc, dalam diskusi di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Bila inseminasi mempertemukan sperma dan sel telur (ovum) di tubuh ibu, maka pada bayi tabung, sperma dan ovum dipertemukan di cawan patri. Karenanya dalam bahasa Inggris disebut in vitro fertilization (IVF). Setelah terjadi pembuahan, terbentuklah embrio. Embrio usia 3-5 hari kemudian ditanam ke rahim ibu. Di seluruh dunia, angka keberhasilan IVF sekira 30-40%, dan merupakan yang tertinggi dibandingkan upaya penanganan infertilitas lainnya.
Kapan bayi tabung dilakukan? “Kalau sperma sedikit sekali, banyak yang rusak, atau kemampuan berenangnya tidak baik,” ujar dr. Yassin Yanuar Mohammad, Sp.OG(K), MSc dari SMART-IVF. Pada kasus azoospermia (sperma tidak ada), maka sperma diambil langsung di ‘pabriknya’ di testis.
Bayi tabung juga menjadi pilihan bila ada sumbatan atau kerusakan pada saluran telur (tuba falopi). “Kalau ini terjadi, tidak mungkin terjadi pembuahan alami karena sperma tidak bisa bertemu dengan ovum,” jelas dr. Yassin. Juga pada gangguan pematangan sel telur, kista coklat (endometriosis), atau infertilitas yang tidak bisa diketahui apa penyebabnya (unexplained infertility).
Kondisi lain misalnya pasangan yang tinggal berjauhan, salah satu atau kedua pihak mengalami disfungsi seksual, hingga perempuan yang tengah menjalani pengobatan kanker. “Pada pasien kanker, indung telur dipreservasi (dibekukan) dulu. Setelah pasien sehat, bisa melakukan bayi tabung,” tutur dr. Yassin.
Baca juga: Teknik Menyelamatkan Indung Telur
Prosedur bayi tabung juga sangat membantu bila suami memiliki infeksi HIV, hepatitis B, dan hepatitis C. Agar istri tidak tertular, harus menggunakan kondom. Maka, kehamilan perlu dibantu dengan bayi tabung. Pasangan dengan penyakit genetik, misalnya thalassemia, juga akan sangat terbantu. “Kita periksa kromosom embrio yang sudah terbentuk, dan kita pilih yang tidak memiliki penyakit genetik untuk ditanam ke rahim ibu,” terangnya.
Tentu, tiap prosedur memiliki risiko komplikasi. Yang paling sering dari IVF yakni hiperstimulasi hormon. Keluhannya antara lain kembung, nyeri perut, ada cairan di rongga perut. Keluhan-keluhan tersebut biasanya ringan; jarang terjadi hiperstimulasi berat karena prosedur IVF makin canggih, dan obat yang digunakan pun semakin bagus.
Komplikasi lain misalnya kehamilan kembar, karena biasanya, yang ditanam tidak hanya satu embrio melainkan dua atau tiga. Kehamilan kembar bisa disebut komplikasi, tapi bisa pula jadi keuntungan. Sekali prosedur, langsung mendapat bayi kembar.
Bisa terjadi kehamilan di luar kandungan seperti layaknya kehamilan alami. Risiko komplikasi lain yakni infeksi, atau terjadi perdarahan saat sel telur ‘dipanen’. Namun jangan keburu takut; hal ini sangat jarang terjadi. (nid)
_________________________________
Ilustrasi: Designed by Jcomp