Buang angin atau kentut sering dianggap sebagai sesuatu yang memalukan, namun kentut itu penting. Secara alamiah, gas diproduksi di saluran cerna selama proses pencernaan makanan. Ada kalanya gas yang diroduksi berlebihan sehingga perut terasa kembung. Kentut (flatus) dan sendawa adalah cara tubuh untuk mengeluarkan gas dari saluran cerna.
Menurut DR. dr. H. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, FINASIM, dari FK Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, kembung bisa terjadi di perut bagian atas (lambung) atau perut bagian bawah (usus). Kembung di bagian atas biasanya terjadi karena pengosongan lambung yang tidak normal. Bisa terjadi misalnya karena gastroparesis atau disebut juga delayed gatric emptying (pengosongan lambung yang lambat).
“Karena kerja lambung tidak normal, udara terperangkap di lambung sehingga perut terasa kembung, begah, cepat kenyang dan sering bersendawa,” tutur dr. Ari, yang juga praktik di RS Islam Cempaka Putih.
Kembung di bagian bawah yang terjadi di usus, biasanya berhubungan dengan gangguan enzim. “Misalnya, terasa begah setelah makan makanan berlemak, karena enzim untuk mencerna lemak kurang sehingga pencernaan lemak terganggu; perut jadi terasa tidak nyaman,” paparnya.
Orang yang mengalami intoleransi laktosa (tidak bisa mencerna laktosa/gula susu karena tidak memiliki enzim laktase) kerap mengalami kembung, kadang disertai diare.
Sebab lain, terjadi peradangan di usus misalnya diare, sehingga proses pencernaan tidak sempurna. Atau keseimbangan bakteri penghuni usus terganggu. Secara umum, ada dua jenis bakteri yang menghuni usus kita: bakteri jahat / patogen dan bakteri baik. Bila populasi bakteri patogen berlebihan, proses pencernaan bisa terganggu.
Jadi, bila bersendawa umumnya karena kembung di lambung. Bila sering kentut berarti kembung terjadi di usus. Ini cara mudah untuk mengenali letak terjadinya kembung.
Pengaruh makanan
Perut kembung setelah mengonsumsi makanan tertentu? Sangat mungkin terjadi. Beberapa makanan seperti kol, sawi, brokoli, dan kacang-kacangan bisa memicu produksi gas yang berlebihan di usus.
“Coklat, keju dan makanan berlemak sebaiknya tidak dikonsumsi berlebihan karena akan membuat pengosongan lambung melambat,” terang dr. Ari.
Pada dasarnya, serat pada makanan (sayur/buah, kacang-kacangan, biji-bijian) tidak bisa dicerna tubuh. Bakteri di usus yang mencerna. Teorinya, makanan yang tidak bisa dicerna akan menghasilkan gas. Ini bisa terjadi bila kita terlalu banyak mengonsumsi serat (lebih dari anjuran 35 gr/hari), atau tiba-tiba mengonsumsi serat dalam jumlah banyak. Untuk mencegah kembung akibat konsumsi serat, serat perlu dikonsumsi secara bertahap.
Jangan heran bila perut terasa sakit bila makan terburu-buru. Tak lain karena udara masuk ke lambung secara berlebihan, dan memperberat kerja lambung. Karena udara terperangkap di lambung, perut terasa kembung dan begah. Mengunyah permen karet juga membuat udara masuk ke lambung.
Minuman juga bisa menyebabkan kembung. Minuman bersoda dan alkohol membuat produksi gas berlebihan di lambung. Setelah mengonsumsi minuman seperti ini, kita akan sering bersendawa. Namun, bila ada gangguan di lambung, gas bisa terperangkap dan membuat kembung.
“Merokok sebaiknya dihindari karena membuat gas menjadi berlebihan,” imbuh Dekan FKUI ini. Dan kebanyakan merokok ditengarai dapat menyebabkan gastroparesis, karena rokok dapat merusak dinding lambung.
Sesekali mengalami perut kembung, itu wajar. Bila sepanjang waktu perut terasa kembung atau kembung berlarut-larut, perlu curiga. “Juga kalau merasa kembung sebelum makan, dan bertambah kembung setelah makan. Berarti ada yang tidak beres,” katanya. Perlu segera periksa ke dokter agar penyebab kembung bisa diketahui dan diobati.
Gastroparesis
Gastroparesis adalah kondisi di mana lambung mengalami paresis (lumpuh sebagian). Seharusnya, lambung berkontraksi untuk menggerakkan makanan ke usus halus; saraf vagus yang mengontrol kontraksi ini.
Gastroparesis bisa terjadi bila saraf vagus rusak dan otot-otot lambung dan usus tidak berfungsi seperti yang seharusnya. Makanan akan ngendon lama di lambung dan menyebabkan delayed gastric emptying.
Gastroparesis bisa terjadi akibat penyakit akut, penggunaan obat-obat tertentu, atau pola makan yang kurang baik. Bisa kronik bila terjadi akibat kerusakan saraf vagus, misalnya pada penderita diabetes tipe 1 dan 2, anoreksia nervosa, bulimia nervosa, perokok berat, dan kondisi neurologis seperti penyakit Parkinson.
Sepertiga dari gastroparesis kronis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Ditengarai ini banyak disebabkan oleh respon autoimun yang dipicu oleh infeksi viral akut.
Gastroparesis lebih banyak diderita oleh perempuan. Salah satu dugaan, pengosongan lambung pada perempuan lebih lambat ketimbang laki-laki. Ditengarai hal ini ada hubungan dengan faktor hormonal; gejala gastroparesis cenderung memburuk seminggu sebelum haid, ketika kadar progesteron paling tinggi. Namun, pendapat ini belum bisa dibuktikan. (nid)