Penelitian terbaru menunjukkan penderita stroke yang berolahraga 15 menit setelah melakukan terapi motorik lebih mampu mempertahankan kemampuan motorik tersebut. Olahraga kardio bisa mempercepat pemulihan ketrampilan motorik pada penderita stroke atau mereka yang mengalami masalah mobilitas setelah cedera.
Di dalam riset terdahulu, Marc Roig, peneliti senior di McGill University, Kanada, membuktikan bahwa olahraga membantu menguatkan otot dan ‘ingatan’ motorik. Kemudian Marc dan tim bermaksud mengetahui lebih lanjut kenapa hal tersebut terjadi. Apa yang terjadi di dalam otak saat pikiran dan otot berinteraksi? Dan, apakah bisa membantu tubuh mempertahankan kemampuan motorik?
Untuk menjawab hal tersebut, tim peneliti meminta partisipan untuk melakukan dua tes berbeda. Tugas pertama (disebut tes ‘mencubit’) layaknya permainan video game. Di mana mereka diminta memegang obyek seperti seorang gamer memegang joystick (dinamometer).
Kemudian mereka diminta menggerakkan cursor naik / turun untuk menghubungkan garis merah di layar komputer secepat mungkin, dengan tingkat tekanan yang berbeda-beda. Tes ini dipilih karena melibatkan kemampuan otot motorik. Setelah itu dilanjutkan dengan olahraga kardio 15 menit.
Dikutip dari sciencedaily.com, peserta kemudian diminta melakukan tugas kedua –tes ‘handgrip’ (pegangan tangan)- dalam periode yang lebih singkat, dengan interval 30, 60, 90 menit setelah olahraga atau istirahat. Sementara peneliti menilai tingkat aktivitas otak mereka.
Tes ‘handgrip’ ini dilakukan selama beberapa detik, dilakukan berulang kali, dengan tingkat kekuatan yang sama seperti saat melakukan tes ‘cubit’.
Langkah terakhir dengan melibatkan partisipan di kedua kelompok (berolahraga vs. tidak olahraga) untuk mengulang tes ‘cubit’ selama 8 dan 24 jam. Peneliti melihat dan membandingkan aktivitas otak dan konektivitasnya saat memori motorik dijalin.
Aktivitas otak lebih efisien
Para peneliti menemukan bahwa partisipan yang berolahraga mampu mengulang tes ‘cubit’ secara konsisten. Di mana hal tersebut menghubungkan area yang berbeda-beda di otak dengan lebih efisien, dan dengan aktivitas otak yang lebih sedikit, dibanding mereka yang tidak olahraga.
Pengurangan aktivitas otak tersebut berhubungan dengan kemampuan mempertahankan skill motorik yang lebih baik. Ini mengindikasikan bahwa walau olahraga dilakukan dalam waktu pendek (lebih intensif) mampu menciptakan kondisi otak yang optimal selama masa memori motorik dibentuk, yang akhirnya meningkatkan ketahanan kemampuan motorik.
Saat peneliti menelisik lebih jauh, mereka menemukan berkurangnya aktivitas otak pasca-olahraga, kemungkinan besar karena koneksi saraf, baik di antara dan di dalam belahan otak, menjadi lebih efisien.
“Karena aktivitas saraf di otak mereka yang berolahraga jauh lebih rendah, saraf-saraf lain di otak dapat diminta membantu melakukan tugas lain. Namun, dengan olahraga membantu membebaskan bagian otak Anda untuk melakukan hal-hal lain tersebut,” jelas Fabien Dal Maso, peneliti utama.
Tidur berperan penting
Penemuan menarik lainnya adalah ketika partisipan diminta melakukan serangkaian tes selama 8 jam, terdapat sedikit perbedaan antarkelompok pada ketahanan kemampuan motorik. Bahkan di kedua kelompok menjadi kurang mampu untuk mempertahankan skill motorik yang baru mereka pelajari. Demikian pula saat waktunya ditambah – menjadi 24 jam- perbedaan kemampuan motorik semakin kentara.
“Hal ini menunjukkan bahwa tidur (istirahat) dan olahraga saling mempengaruhi untuk mengoptimalkan konsolidasi memori motorik,” tutup Marc Roig. (jie)