Lansia pikun itu biasa. Demikian pandangan yang umum kita dengar. Ternyata para ahli menyatakan berbeda antara lupa karena usia dengan lupa akibat demensia. Bagaimana membedakannya?
Demensia atau yang awam disebut pikun adalah sindroma (kumpulan gejala) penurunan kemampuan intelektual yang progresif sampai menyebabkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
Demensia atau pikun ini tidak sama dengan pelupa. Tidak pula hanya terkait masalah penurunan daya ingat. Dan, seorang yang pelupa belum tentu demensia.
“Normal pada mereka yang berusia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif. Misalnya lupa sudah mengunci pintu atau belum? Atau lupa nama seseorang. Pada demensia disertai perubahan perilaku, misalnya mendadak tidak tertarik melakukan hobi atau tidak senang bersosialisasi,” kata dr. Gea Pandhita, M.Kes, SpS, ahli saraf dari RS Pondok Indah-Bintaro Jaya, Tangerang.
Penderita demensia mengalami kemunduran fungsi kognitif otak. Bisa berupa penurunan kemampuan memusatkan perhatian, daya ingat (baik ingatan jangka pendek atau ingatan jangka panjang), orientasi dan persepsi visuospasial (kemampuan menentukan arah), penurunan kosa kata / bahasa. Atau, penurunan pemahaman dan fungsi eksekutif; pengambilan keputusan.
Baca juga : Alzheimer, Penyakit Lupa Yang Berbahaya
Demensia sebagian besar disebabkan oleh penyakit Alzheimer (50-75%). Hal lain dengan porsi 20-30% karena penyakit pembuluh darah (demensia vaskular) seperti, stroke, diabetes atau hipertensi.
Lupa vs demensia (pikun)
Kita dapat membedakan antara lupa biasa atau lupa sebagai tanda-tanda awal pikun. Pada lupa biasa, tukas dr. Gea, misalnya ditunjukkan dengan sekali-sekali membuat keputusan yang tidak tepat, kadang lupa pada pengeluaran rutin, lupa hari ini tapi akan ingat kembali, kadang-kadang lupa pada kosa kata yang akan digunakan. Atau, kehilangan benda-benda tertentu.
Sementara pada lupa karena pikun ditunjukkan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan dan membuat penilaian, kehilangan kemampuan mengelola anggaran rutin, tidak mampu menelusuri waktu (tanggal) dan musim (bulan), kesulitan membuat percakapan. Juga, lupa tempat menyimpan barang dan tidak mampu menelusuri kembali langkah-langkah untuk menemukannya.
Deteksi dini
Demensia adalah penyakit progresif yang sampai saat ini belum ada obatnya. Pengobatan sifatnya memperlambat progresifitas penyakit dan membantu memperbaiki kualitas hidup penderita.
“Namun jika ditemukan pada fase prademensia (mild cognitive impairment) 20-40% dapat kembali normal,” tutur dr. Gea dalam seminar bertajuk Mengenal Demensia/Pikun Lebih Dalam, pada Kamis (12/4/2018).
Menurut Galvin JE, dkk., dalam jurnal Neurology 2005, ada beberapa hal yang dapat Anda pakai sebagai cara untuk deteksi dini demensia, yakni :
- Sering mengulang-ulang pertanyaan atau cerita dalam waktu pendek.
- Kehilangan minat pada hobi.
- Sulit menilai seseorang atau kehilangan kemampuan mengatur keuangan. Seperti tidak bisa menilai penampilan (dandanan) orang lain, atau tidak bisa menghitung kembalian uang belanja.
- Menarik diri dari komunitas.
- Adanya masalah harian yang berhubungan dengan fungsi ingatan.
- Kesulitan memakai peralatan seperti komputer, remote control, microwave atau gawai.
- Lupa mengingat bulan dan tahun.
- Kesulitan mengingat janji.
“Jika memenuhi dua poin saja sebaiknya diperiksa. Memang belum tentu demensia, tapi lebih baik jika kita waspada. Jangan maklum dengan pikun,” tutup dr. Gea. (jie)