Pneumonia (radang paru) merupakan penyakit infeksi penyebab utama kematian pada anak di dunia. Setiap 30 detik, seorang anak usia balita (<5 tahun) meninggal karenanya. Pada 2015, diperkirakan bahwa pneumonia telah merenggut nyawa 920.136 balita. Jumlah ini menyumbang 15% dari 5,9 juta kematian pada balita.
Namun, bahaya pneumonia sering terabaikan. “Dipikir biasa saja; cuma pilek, flu, sesak sedikit. Tiba-tiba, dua tiga hari kemudian anak meninggal,” ujar Prof. Dr. dr. Cissy Kartasasmita, Sp.A., M.Sc dari RS Hasan Sadikin, Bandung. Tak ayal, pneumonia dijuluki sebagai the forgotten killer (pembunuh yang terlupakan).
Pneumonia bisa menyerang anak-anak di mana saja, tapi infeksi tertinggi terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. “Dan, 99% kematian anak akibat pneumonia terjadi di negara berkembang,” terang dr. Christina Widaningrum, M.Kes, Kasubdit ISPA Kementerian Kesehatan. Di Indonesia, 23 balita meninggal setiap jam, dan 4 di antaranya akibat pneumonia.
Saat terjadi infeksi di paru, alveoli yang seharusnya kosong, terisi cairan, lendir dan/atau zat-zat lain. Padahal, alveoli berfungsi sebagai kantung udara, di mana terjadi pertukaran CO2 dengan O2 (oksigen). Karena terisi zat-zat asing, alveoli tidak bisa mengangkut oksigen. Ini yang membuat anak sesak dan kesulitan bernafas, sehingga tampak terengah-engah. Frekuensi nafas jadi cepat, sebagai upaya agar oksigen lebih cepat masuk. “Ini salah satu tanda pneumonia,” tegas Prof. Cissy.
Karena alveoli terisi cairan, bisa terjadi gagal nafas; oksigen yang ditransfer dari paru-paru ke darah berkurang. Kadar oksigen dalam darah rendah, sehingga tubuh kekurangan oksigen (hipoksia). “Kematian akibat pneumonia utamanya karena hipoksia,” ujar dr. Sri Sudarwati, Sp.A dari UKK Respirologi PP-IDAI. Infeksi juga bisa menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh, dan terjadi sepsis.
Komplikasi yang bisa ditimbulkan pneumonia di antaranya abses (timbunan nanah) di paru-paru. “Bisa juga ada udara yang masuk di antara jantung dan paru karena ada selaput yang robek atau jebol. Ini disebut pneumomedistianum,” imbuh dr. Sri. Pada pneumomedistianum, alveoli robek/pecah; ini bisa disebabkan oleh tekanan yang demikian besar pada paru atau rongga dada.
Penyebab pneumonia
Pneumonia bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur atau virus. Bakteri yang paling banyak menyebabkan pneumonia yakni Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) dan H. influenza tipe B (HiB). Pada anak, 50% disebabkan oleh pneumokokus, 20% oleh HiB dan sisanya 30% akibat infeksi virus dan jamur.
Bakteri dan mikroba lainnya bisa sampai ke paru melalui inhalasi (menghirup) udara. Secara alamiah, terdapa kuman pneumokokus dan HiB di saluran pernafasan kita, terutama di bagian nasofaring (belakang hidung sampai tenggorokan). Kolonisasi S. pneumoniae di nasofaring, ditemukan pada 10-85% anak balita (<5 tahun). “Kuman selalu ada dan hidup tenang bersama kita. Tapi ketika daya tahan tubuh terganggu, kuman jadi lebih nyaman,” terang Prof Cissy.
Begitu imunitas turun, kuman berkembang biak tak terkendali lalu bisa berpindah ke tempat lain dan menimbulkan infeksi. Misalnya ke bagian sinus menyebabkan sinusitis; ke telinga menyebabkan otitis media; ke darah menjadi bakterimia, ke otak menimbulkan meningitis, atau ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia. “Kalau daya tahan tubuh bagus, dia akan tertahan di nasofaring. Tapi kalau keadaan imunnya jelek, dia akan turun (ke paru) bersama lendir,” Prof. Cissy menambahkan.
Infeksi langsung di paru-paru misalnya tertusuk, tulang iga patah, atau bisul di sekitar dada juga bisa menyebabkan pneumonia.
Bisa pula anak tidak sakit, tapi menjadi carrier (pembawa penyakit). Dalam kondisi ini, ia bisa menularkan kepada orang lain. Kuman pneumonia ditularkan melalui udara. Begitu carrier atau penderita pneumonia bersin/batuk, kuman ikut keluar bersama percikan batuk/bersin. Bila terhirup oleh anak lain di sekitarnya, anak tersebut bisa tertular. Anak juga bisa tertular dari orang dewasa.
Anak kecil rentan pneumonia
Ada beberapa hal yang membuat anak kecil, terutama usia <2 tahun, sangat rentan terhadap pneumonia. Pertama, mereka tidak lagi mendapat antibody protektif dari ibu. Saat dalam kandungan, bayi mendapat antibody dari ibu, dan ini bertahan selama beberapa waktu setelah ia lahir. Misalnya campak, yang hilang di usia 6-9 bulan. “Kemudian, bayi mendapat antibody dari ASI (air susu ibu). Dalam beberapa waktu, semua itu akan hilang. Saat inilah bayi rentan terkena penyakit,” papar Prof. Cissy.
Ditambah lagi sistem imun anak belum matang; kemampuannya untuk memberi perlindungan belum cukup. Dan, di tenggorokan anak, kolonisasi pneumokokus tinggi. Ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh dengan banyaknya kuman.
Faktor risiko yang bisa meningkatkan kerentanan anak terhadap pneumonia antara lain tidak mendapat ASI eksklusif, kurang gizi terutama kurang vitamin A dan zinc (seng), tidak mendapat vaksinasi, berat badan lahir rendah (BBLR), terpapar polusi udara, dan rumah dihuni oleh banyak orang. “Kalau tidak ada faktor risiko, diharapkan pneumonia akan turun,” ujar dr. Christina.
Bahaya polusi udara
Polusi udara, baik yang di dalam rumah (asap rokok, asap dapur, dll) maupun yang dari luar seperti asap knalpot, bisa sangat mengganggu bagi bayi. Bagi orang dewasa saja, yang ukuran saluran nafasnya cukup besar, polusi udara bisa membuat sesak; apalagi pada bayi. “Kualitas udara yang kita hirup sama, tapi saluran nafas bayi sangat kecil sehingga dia sesak banget,” ucap dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K), UKK Respirologi PP-IDAI
Yang paling harus dihindari yakni asap rokok, karena ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga mudah masuk ke paru-paru dan merusaknya. Namun, justru rokok yang paling sulit dihindari. Meski ayah atau anggota keluarga lain merokok di luar rumah, tapi partikel yang ada asap rokok menempel di rambut dan pakaian. Begitu ia menggendong/mencium bayi tanpa ganti baju atau mandi dulu, bayi pun ikut menghirup partikel beracun tersebut.
Menurut Prof. Cissy, asap rokok memang tidak langsung menyebabkan penyakit, “Tapi merusak keseimbangan daya tahan tubuh di saluran pernafasan.” Di saluran nafas, terdapat bulu-bulu halus (silia), yang tugasnya membersihkan saluran nafas dari zat asing lain dan emmbuang zat tersebut keluar. Bila terkena asap, bulu-bulu ini rusak, sehingga tidak lagi berfungsi optimal. “Akibatnya dahak terkumpul di dalam (paru), anak jadi batuk,” imbuhnya. (nid)
Bersambung ke: Tanda Bahaya Pneumonia